Saturday, February 28, 2015

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN
NOMOR …. TAHUN ….
TENTANG
PENDIRIAN USAHA KECIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MEDAN,

Menimbang    :  a.  bahwa berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 memberikan dasar yang utama untuk pengembangan dan pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah berlandaskan asas kekeluargaan;
b.   bahwa pemberdayaan Usaha Kecil perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi Usaha Kecil dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan;
c.    bahwa sebagai upaya peningkatan peran Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai kekuatan perekonomian rakya yang sehat, tangguh, mandiri, berdaya saing dan berkeadilan, maka dipandang perlu disusun aturan pemberdayaan UMKM;
d.   bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Medan tentang Pendirian Usaha Kecil ;

Mengingat      :   1. Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar 1945;
2.  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3591), selanjutnya diikat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
3.  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
4.  Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 46. Tambahan Lembaran Negara 3743);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN
dan
WALIKOTA MEDAN

MEMUTUSKAN:

Menetapkan   :  PERATURAN DAERAH TENTANG PENIDIRIAN USAHA KECIL.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

                          Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan:
1.     Daerah adalah kota Medan.

2.     Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3.     Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

4.     Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

5.     Walikota adalah Walikota Medan.

6.     Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Medan.

7.     Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha  yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Walikota ini.

8.     Usaha adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagimana diatur dalam Peraturan Walikota ini.

9.     Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
10.  Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha  dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

11.  Tempat usaha adalah tempat melakukan usaha yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan maksud mencari keuntungan.

12.  Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah,  Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Kecil dan Menengah.

13.  Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Kecil dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.

14.  Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha Kecil dan Menengah.

15.  Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sector kegiatannya.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2

                   Usaha Kecil dan berasaskan:
a.    Kekeluargaan;
b.   Demokrasi ekonomi;
c.    Kebersamaan;
d.   Efisiensi berkeadilan;
e.    Berkelanjutan;
f.     Berwawasan lingkungan;
g.    Kemandirian;
h.   Keseimbangan kemajuan;
i.     Kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 3

Usaha Mikro, Kecil, bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

BAB III
KRITERIA
Pasal 4

(1)  Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a.    memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.   memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai paling dengan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

(2)  Kriteria Usaha kecil adalah sebagai berikut:
a.    memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.   memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3)  Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.




BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 5

(1)  Setiap pelaku pendirian Usaha Kecil mempunyai kewajiban:
a.    Mendaftarkan Izin Pendirian Usaha kepada Pemerintah Daerah;
b.   Menjaga kesehatan lingkungan termasuk kebersihan dan keamanan tempat usaha agar tercipta keselarasan, keseimbangan, dan keserasian lingkungan di wilayah sekitarnya;
c.    Mengatur dan menjaga kegiatan buruh/karyawan serta pengguna sarana dan prasarana kegiatan usaha agar tidak menimbulkan gangguan terhadap masyarakat sekitarnya;
d.   Mengatur kegiatan usaha agar tidak mengganggu lalu lintas dan tidak diperbolehkan menggunakan ruang milik jalan (saluran, trotoar, bahu jalan, median, dan badan jalan);
e.    Mengajukan permohonan Izin Gangguan untuk setiap perubahan kegiatan usaha, perluasan tempat usaha, balik nama, dan ganti merek;
f.     Melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan perizinan; dan
g.    Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)  Setiap pelaku pendirian Usaha Kecil mempunyai hak:
a.    Mendapatkan Izin Pendirian Usaha dari Pemerintah Daerah;
b.   Mendapatkan bantuan pembiayaan dan peminjaman dana dari Pemerintah Daerah;
c.    Mendapatkan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong dan kemasan bagi produk Usaha kecil.
d.   Mendapatkan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku Usaha Kecil atas segala informasi usaha

BAB V
PENDIRIAN USAHA KECIL

Bagian Kesatu
Pendirian Usaha Kecil
Pasal 6

(1)  Usaha Kecil didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih;
(2)  Mempunyai tempat usaha;
(3)  Mendaftarkan usahanya ke Pemerintah Daerah;
(4)  Memiliki modal dasar minimal Rp. 5.000.000.00 (lima juta rupiah).

BAB VI
PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN

Bagian Kesatu
Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Kecil
Pasal 8

(1)  Pemerintah dan Pemerintah Daerhan menyediakan pembiayaan bagi Usaha Kecil.
(2)  Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dan penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
(3)  Usaha Besar nasional dan asing dapt menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
(4)  Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Kecil.
(5)  Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Kecil.

Pasal 9

Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya:
a.    pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;
b.   pengembangan lembaga modal ventura;
c.    pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;
d.   peningkatan kerjasama Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan
e.    pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

(1)  Untuk meningkatkan akses Usaha Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:
a.    menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank;
b.   menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit; dan
c.    memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.

(2)  Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara:
a.    meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha;
b.   meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman; dan
c.    meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial usaha.
c.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 12

Setiap Usaha Kecil yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dikenakan sanksi administrative berupa:
a.    teguran untuk mematuhi aturan; dan
b.   dalam hal teguran sebagaimana dikamsud pada huruf a tidak dihiraukan maka kepada UKM yang melanggar dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) oleh instansi yang berwenang.


BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 13

Setiap orang uyang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakia nama Usaha Kecil sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Kecil Menengah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Medan.


Ditetapkan di Medan
Pada tanggal ….

Plt WALIKOTA MEDAN
WAKIL WALIKOTA,


           Ttd.


DZULMI ELDIN S

Diundangkan di Medan
Pada tanggal ….

SEKRETARIS DAERAH KOTA MEDAN,


           Ttd.

SYAIFUL BAHRI

LEMBARAN DAERAH KOTA MEDAN TAHUN …. NOMOR ….


           PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.


Ttd.

                                      IR. H. JOKO WIDODO





Thursday, February 26, 2015

Budaya Minum Kopi di Aceh

Aceh dan Budaya Minum Kopi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG MASALAH

            Berbicara tentang Budaya Aceh memang tak habis-habisnya dan tak akan pernah selesai sampai kapanpun. Topik yang satu ini memang menarik untuk dibicarakan terutama karena budaya itu sendiri sesungguhnya merupakan segala hal yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan manusia. Jadi,selama manusia itu ada selama itu pula persoalan budaya akan terus dibicarakan. Demikian pula halnya budaya Aceh, budaya yang terdapat didaerah yang pernah dilanda konflik dan Tsunami 26 Desember 2004  lalu.
Dua peristiwa besar yang melanda Nanggroe Aceh Darusalam telah mencatat banyak sejarah.  mManusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dan sebagai wakil Tuhan di bumi yang menerima amanat-Nya untuk mengelola kekayaan alam. Sebagai hamba Tuhan yang mempunyai kewajiban untuk beribadah dan menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan tulus. Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau
.
1.2.RUMUSAN MASALAH

A.Bagaimana sesungguhnya Budaya Aceh ?
B.Apa saja persoalan yang terjadi di Aceh setelah konflik dan tsunami melanda ?
C.Apakah masih sama Budaya Aceh pasca Konflik dan Tsunami ?

1.3.TUJUAN PENELITIAN


            Untuk mengetahui sejauh mana Budaya Aceh mengalami perubahan,dan pandangan masyarakat aceh terhadap petuah dan kebiasaan-kebiasaan yang telah turun menurun berlaku dalam masyarakat, petuah atau kebiasaan yang disebut adapt istiadat di nanggroe aceh yang mulai dikesampingkan oleh generasi muda, yang bersifat negatif yang terjadi pasca konflik dantsunami.

1.4.MANFAAT PENALITIAN

            Supaya kita menyadari pentingnya menjaga adat Budaya Aceh agar tidak terpengaruhi oleh budaya asing. Karena kita tanpa sadari dan secara tidak langsung kita telah merusak badaya kita sendiri. Dan terjerumus kepada perilaku yang tidak baik, kita sudah menginjak-injak warisan endatu kita. Seperti kita katakan VCD yang tidak senonoh yang seharusnya tidak kita tonton tetapi telah menjadi tontonan umum. Maka dari itu kita harus menjaga budaya kita agar kembali seperti dulu sebelum pasca konflik dan tsunami.

BAB II
LANDASAN TEORITIS


2.1.PENGERTIAN BUDAYA ACEH

            Budaya aceh adalah budaya yang dijalani oleh masyarakat yang adapt istiadatnya sangat berkaitan dengan islam. Kebiasaan-kebiasaanyang berlaku dalam masyarakat aceh tidak bertentangan dengan ajaran agama islam. Budaya yang islam ini kita harapkan dapat tercermin dalam semua tingkah laku dan kehidupan orang aceh.

2.2.CIRI KHAS BUDAYA ACEH

Budaya aceh mempunyai prinsip yang disebut adab dan agama itu tidak ubahnya seperti zat dan sifat yang tidak dapat dipisahkan. Contoh: dari segi berbusana, idealnya busana aceh sangat sederhana yakni busana yang menutup aurat, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dalam budaya aceh bagi anak laki-laki yang memakai anting disebut tidak waras (pungoe) karena anting itu adalah perhiasan bagi wanita.

BAB III
PEMBAHASAN



3.1.ACEH

Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Di Provinsi Aceh terdapat empat suku utama yaitu: Suku Aceh, Suku Gayo, Suku Alas dan Tamiang

            Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini mungkin karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas diwilayah itu ketika berada di bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan mereka berasimilasi dengan penduduk disana.
Suku Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga bersifat patriakhat dan pemeluk agama Islam yang kuat.
Setiap suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian, arian, musik dan adat istiadat. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Hal ini karena menurut ajaran Islam tidak dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau binatang sebagai ragam hias. Aceh sangat lama terlibat perang dan memberikan dampak amat buruk bagi keberadaan kebudayaannya. Banyak bagian kebudayaan yang telah dilupakan dan benda-benda kerajinan yang bermutu tinggi jadi berkurang atau hilang.

3.2.UPACARA PERKAWINAN ADAT ACEH

1.TAHAPAN MELAMAR (BA RANUB)

Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang bijak dalam berbicara (disebut theulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika theulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlabih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu. Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang2 yang dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya seperti gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.

2.TAHAPAN PERTUNANGAN (JAKBA TANDA)

Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan peukeong haba yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar (disebut jeunamee) yang diminta dan beberapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jakba tanda). Acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus ditengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat.

3.PERSIAPAN MENJELANG PERKAWINAN

Seminggu menjelang akad nikah, masyarakat aceh secara bergotong royong akan mempersiapkan acara pesta perkawinan. Mereka memulainya dengan membuat tenda serta membawa berbagai perlengkapan atau peralatan yang nantinya dipakai pada saat upacara perkawinan. Adapun calon pengantin wanita sebelumnya akan menjalani ritual perawatan tubuh dan wajah serta melakukan tradisi pingitan. Selam masa persiapan ini pula, sang gadis akan dibimbing mengenai cara hidup berumah tangga serta diingatkan agar tekun mengaji.

4.UPACARA AKAD NIKAH DAN ANTAR LINTO

Pada hari H yang telah ditentukan, akan dilakukan secara antar linto (mengantar pengantin pria). Namun sebelum berangkat kerumah keluarga CBD, calon pengantin pria yang disebut Calon Linto Baro (CLB) menyempatkan diri untuk terlebih dahulu meminta ijin dan memohon doa restu pada orang tuanya. Setelah itu CLB disertai rombongan pergi untuk melaksanakan akad nikah sambil membawa mas kawin yang diminta dan seperangkat alat solat serta bingkisan yang diperuntukan bagi CDB.
Sementara itu sambil menunggu rombongan CLB tiba hingga acara ijab Kabul selesai dilakukan, CLB hanya diperbolehkan menunggu di kamarnya. Selain itu juga hanya orangtua serta kerabat dekat saja yang akan menerima rombongan CLB. Saat akad nikah berlangsung, ibu dari pengantin pria tidak diperkenankan hadir tetapi dengan berubahnya waktu kebiasaan ini dihilangkan sehingga ibu pengantin pria bisa hadir saat ijab kabul. Keberadaan sang ibu juga diharapkan saat menghadiri acara jamuan besan yang akan diadakan oleh pihak keluarga wanita.
Setelah ijab kabul selesai dilaksanakan, keluarga CLB akan menyerahkan Jeunamee yaitu mas kawin berupa sekapur sirih, seperangkat kain adat dan paun yakni uang emas kuno seberat 100 gram. Setelah itu dilakukan acara menjamu besan dan Seleunbu Linto/Dara Baro yakni acara Suap-suapan di antara kedua pengantin. Makna dari acara ini adalah agar keduanya dapat seiring sejalan ketika menjalani biduk rumah tangga.

5.UPACARA PEUSIJEUK (TAMPUNG TAWAR)

Yaitu dengan melakukan upacara tepung tawar, memberi dan menerima restu dengan cara memerciki pengantin dengan air yang keluar dari daun seunikeuk, akar naleung sambo, maneekmano, onseukee pulut, ongaca dan lain sebagainya minimal harus ada tiga yang pakai. Acara ini dilakukan oleh beberapa orang yang dituakan (sesepuh) sekurangnya lima orang.
Tetapi saat ini bagi masyarakat Aceh kebanyakan ada anggapan bahwa acara ini tidak perlu dilakukan lagi karena dikhawatirkan dicap meniru kebudayaan Hindu. Tetapi dikalangan Ureung Chik (orang yang sudah tua dan sepuh) budaya seperti ini merupakan tata cara adat yang mutlak dilaksanakan dalam upacara perkawinan. Namun kesemuanya tentu akan berpulang lagi kepada pihak keluarga selaku pihak penyelenggara, apakah tradisi seperti ini masih perlu dilestarikan atau tidak kepada generasi seterusnya.




BAB IV
PENUTUP

4.1.KESIMPULAN
Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Kesehatan ibu hamil harus terus di perhatikan. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan keluarga terhadap kebutuhan ibu dari saat hamil sampai melahirkan, baik dari segi makanan, ramuan, obat–obatan,  thet batee (bakar batu), salee (diasapi), dan lain-lain.
Fenomena syariat Islam di Aceh hari ini cendrung mengarah kepada pendistorsian syariat itu sendiri. Di satu sisi budaya masyarakat Aceh adalah budaya yang sangat mendukung pelaksanaan syariat Islam, tapi pada prosesnya mengalami hambatan di tingkatan atas, yaitu elite-elite politik yang cenderung menjadikan syariat Islam itu sebagai komoditas politik yang berorientasi pada kekuasaan. Indikasinya ditandai dengan lambannya proses pembuatan kanun-kanun (UU).


4.2.SARAN
Maka dari itu kita harus memahami faham tentang adapt dan budaya kita. Kita juga harus memahami seberapa penting adat, budaya  bagi kehidupan masyarakat, guna tercapai hidup yang lebih baik, sebagaimana orang-orang sebelum kita kita menjaga adapt budaya, maka dari itu marilah sama-sana kita menjaganya.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk kita, agar kita lebih memahami dan mengerti permasalahan Adat dan Kebudayaan Aceh.





DAFTAR PUSTAKA

http://destririfhani.blogspot.com/2011/03/adat-dan-budaya-aceh.html

http://maswardy07.blogspot.com/2011/05/adat-dan-budaya-aceh-sangat-bangat-tapi.html

Thaib,Rosita.2008.SINTAKSI. Banda aceh :Universitas syah kuala.



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan mengucapkan rasa syukur segala puji bagi Allah SWT penguasa alam dan seisinya yang telah memberikan hidayahnya kepada penulis sehingga makalah dengan judul “Adat dan Kebudayaan Aceh” ini dapat penulis selesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya, dan tidak lupa selawat dan salam semoga tercurahkan atas utusan Allah sebagai Rahmat bagi alam semesta.
Ucapan terimakasih tak lupa pula penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu/membimbing penulis dalam penyusunan Makalah ini, kepada Dosen Pembimbing, rekan-rekan seperjuangan serta kedua orang tua penulis.
Penulis menyadari di dalam penulisan-penulisan makalah ini terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, demi kesempurnaan makalah ini, mudah-mudahan makalah bermanfaat untuk kita semua. Amin ya rabbal ‘alamin.


Langsa,    Desember  2011
Penulis