oleh : Faisal Efendi
A.
Latarbelakang
Pokok
agama adalah ma’rifat tentang Allah Swt. Dan kesempurnaan makrifat tentang-Nya
adalah dengan tashdiq (membenarkan) terhadap-Nya. Kesempurnaan tashdiq
tentang-Nya adalah dengan tauhid kepadanya dan kesempurnaan tauhid kepadanya
adalah dengan ikhlas kepadanya.
Untuk
mengenal allah swt terdapat berbagai macam cara dan metode yang telah di
jelaskan buku-buku filsafat dan kalam. Pada kesempatan ini kami akan
menguraikan dan memberikan dalil-dalil bahwasanya Allah swt itu adalah wujud
yang pasti (Wajibul Wujud)
agar kita dapat memahami bahwasanya Allah itu adalah zat yang pasti adanya.
agar kita dapat memahami bahwasanya Allah itu adalah zat yang pasti adanya.
Seorang
yang hanya memiliki pikiran yang sederhana , ia dapat mengenal tuhannya dengan
cara yang sederhana pula , tetapi adapun orang yang pikirannya mampu
menampung beban keraguan ia dapat mengenal tuhannya dengan berdasarkan
akal ,sehingga ia menyimpulkan bahwasanya pencipta alam semesta ini adalah zat
yang pasti adanya dan tidak bergantung kepada yang lain (Mumkinul Wujud).
Sebuah
dalil logika menyatakan setiap wujud pasti ada yang membuatnya menjadi menjadi
wujud,jika wujud itu terjadi melalui perbuatan maka pasti ada yang
melakukan perbuatan itu,jika wujud melalui gerak maka pasti ada
penggeraknya,karena wujud itu akibat maka harus ada sebabnya.rangkaian
sebab-akibat yang akan menjelaskan rangkai wujud memang bisa
bertikat-tingkat,seakan tanpa akhir,namun semua akal berakhir ketika orang
dapat membuktikan adanya pelaku pertama atau sebab pertama.Begiatu pun juga
alam semesta ini,tidak mungkin semua ini terjadi dan terwujudnya dengan
sendirinya dan dengan bukti-bukti nyata tentang alam semesta ini.alam ini
memiliki ketraturan yang begitu sempurnanya dan alam yang indah serta keseimbangan
alam ini,pastinya akan timbul pertanyaan yang banyak siapakah yang menciptakan
alam ini?siapakah yang mengatur alam semesta yang begitu rapi ini?
B. Rumusan Masalah
1. Bukti keberadan tuhan
2.
Dalil-dalil keberadan tuhan
3.
Dalil-dalil keberadaan tuhan
4.
Dalil-dalil quddus dan qiddimnya tuhan dalil siddiqin.
C. Tujuan
1. Memahami tentang keberadaan tuhan
2.
Memahami quddus dan qidamnya tuhan
3.
Memahami pandangan-pandangan para filosof tentang dalil keberadaan tuhan.
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
Dalil keberadan tuhan
Masalah ketuhanan merupakan salah satu persoalan yang menjadi sorotan dalam pembahasan-pembahasan kalam .setiap aliran kalam,baik yang muncul pada preode yang awal maupun kelanjutan, aliran-aliran yang masih berkembang hingga masa ini,dapat di pastikan menaruh perhatian khusus terhadap masalah tersebut.hal yang penting untuk di kemukakan sebelum melanjukan pembahasan adalah bahwa semua mutakallimin yakin dengan keyakinan sepenuhnya mengenai wujud tuhan yaitu bahwa wujud tuhan ada.
Menurut
misbah yaszi, wujud segala sesuatu ”yang mungkin meng-ada” tidak terlepas dari
dua kondisi : wujudnya bersifat niscaya, ada dengan dirinya sendiri yang di
istilahkan denagan wajib al-wujud, atau tidak bersifat niscaya, namun wujunya
tergantung pada yang lain yang di istilahkan dengan mumkin al-wujud.
Dengan kata lain, sesuatu itu wajib al- wujud atau mumkin al wujud. jelas,
jika bersifat mumkin (tidak mungkin), maka sesuatu sama sekali
tidak akan terwujud, dan tidak akan dinilai sebagai sesuatu apapun. Dengan
demikian, setiap sesuatu adalah entah sebagai wujud niscaya ada (Wajib Al
wujud) atau wujud kontingen (Mumkinu Al wujud).
Sesuatu yang wujudnya lemah atau yang bergantung serta bersifat mumkin al
wujud, tentu membutuhkan penyebab. bila dikatakan bahwa “setiap sesuatu”
membutuhkan penyebab, maka itu bukan bermakna bahwa tuhan juga memerlukannya
(penyebab) ,atau bukan bermakna bahwa iman kepada allah , zat tak bersebab,
bertentangan dengan hukum kausalitas.
Ibnu
sina dalam karyanya mengajukan dalil untuk membuktikan eksistensi sang pencipta
bahwa wujud itu bisa wajib atau mumkin. Wujud mumkin (Mumkin Al-Wujud)
mewujud karena beberapa faktor eksternal.
Jika
faktor eksternal itu adalah wujud wajib pada dirinya sendiri, maka itulah
sumber (Wujud) dan pencipta. Jika faktor eksternal itu wujud mumkin, maka ia
pasti akibat atau epek dari sesuatu yang lain ketimbang dirinya sendiri. Jika
rangkaian wujud-wujud mumkin meluas secara tak terbatas tanpa mencapai titik
awal, suatu titik sumber dan eksistensi wajib tak satupun daari wujud-wujud
mumkin dalam rangkaian tak terbatas ini ada karena aktualisasi dari rangkaian
ini tergantung pada adanya rangkaian sebelumnya. Dan asumsi seperti ini terus
berlanjut secara tak terbatas.
Untuk
menjelaskan argumen ibnu Sina, kami akan memberikan ngulistrasi berikut.
Anggaplah sebuah batu karang yang besar jatuh menimpa jalan, sehingga
menutupinya. Jelaslah,batu karang itu tidak akan bergerak karena dirinya
sendiri pejalan pertam yang melewatinya mendapatkan jalan tertutup dan berkata
kepada kepada dirinya sendiri :” jika ada orang lain yang menemani niscaya kami
bisa memindahkan batu karang tersebut dan membersihkan jalanya.”. seorang
pejalan kedua muncul namun mendengar ucapan orang pertama, ia menjawab bahwa,
“jika ada orang lain yang menemani maka kami bertiga niscaya bisa memindahkan
batu karang tersebut”. Pejalan ketiga sampai ditempat tersebut, seraya berkata
bahwa: ”jika ada orang ke empat muncul dan membantu, maka kami bisa menggeser
batu karang itu.” Orang ke empat muncul dan menanti kedatangan orang kelima,
dan seterusnya sampai tidak terbatas. Apakah batu karang itu akan bergerak
dalam keadaan semacam itu?
Tentu
saja tidak, batu karang itu akan pindah hanya ketika seseorang datang dan mau
bertindak tanpa menunggu
kemunculan orang lain. Dalam situasi seperti itu baik ia sendirian maupun
bersama-sama akan bertindak dan memindahkan batu karang itu sehingga jalan pun
terbuka lagi.
Demikian
pula dalam rangkaian sebab akibat, sepanjang kita tidak sampai pada suatu sebab
yang ada pada dirinya sendiri lepas dari benda-benda apapun, maka tak satu
rangkaian pun yang niscaya ada dengan kata lain kita haarus sampai pada wujud
yang memiliki eksistensi mandiri atau wajibul wujud, oleh sebab itu dalam
bayangan wujud mutlak inilah segala sesuatu mencapai keberadaanya.
Ibnu
Sina berusaha mengemukakan pembuktian kebenaran dengan mengambil salah satu
dalil tentang wujud tuhan. Bagi tuhan adalah wajibul wujud, yaituwujud yang
tidakbolehtidak,yangeksistensi-Nyasuatukepastian. Masalah ketuhanan itu dalam
pandanganya berkaitan dengan filsafat wujud dalam pemikiran metafisika.
Dalam
pembuktian metafisik mengenai wujud, Ibnu Sina menjelaskan bahwa setiap wujud
yang ada dapat dibagi dua yaitu wujud yang mungkin (Mumkin Al-Wujud),
dan wujud yang niscaya (Wajib Al-wujud).
Yang
dimaksud mumkinul wujud adalah apa yang ketiadaanya tidak menyebabkan
kemusatahilan, karena ia tidak harus ada, dan peluangnya untuk ada sebanding
dengan peluangnya untuk tidak ada. Sedangkan yang dimaksud dengan wajibul wujud
adalah apa yang jika diduga tidak ada membawa kepada kemustahilan karena ia
harus ada.
B.
Pandangan Materialisme Terhadap Tuhan
Para penganut materialism berpen dapat bahwa wujudi tusama dengan materi dan material. Sesuatu itu, dianggap ada bila ia berupa materi dan meliputi tiga dimensi (panjang, lebar dan padat)
Para penganut materialism berpen dapat bahwa wujudi tusama dengan materi dan material. Sesuatu itu, dianggap ada bila ia berupa materi dan meliputi tiga dimensi (panjang, lebar dan padat)
Atau
meliputi tipologimateri sehingga ia di sifati dengan kuantitas dan dapat
dibagi.
Bahwa materi bersifat Azali, abadi, tidak dicipta dan tidak membutuhkan
sebaba apapun, yang di dalam filsafat dinamakan wujud niscaya ada (Wajibul
Wujud).
Kita
tidak mungkin mengatakan bahwa alam ini memiliki tujuan dan sebab akhir karena
tidak ada pelaku yang memiliki ilmu dan kehendak sehingga dapat dini bahkan
tujuan penciptaan.
C.
Sanggahan Para Filosof Terhadap Pandangan Materialisme
Para ahli filsafat seperti Mulla Sadra, Ibnu Sina dan lain-lainya telah banyak menyanggah pendapat para kaum materialism tentang eksistensi Tuhan.
“Al Adamu Al wujdan haya dullu ‘alaa ‘adamilwujud” (Tidak diketahui bukan
berarti tidak ada).
Dengan demikian, paling tidak kita harus menerima asumsi kewujudanya.Tidak
berarti bahwa sesuatu yang tidak tampak itu tidak ada. Contoh sederhana adalah
Angin, Suara, dan AliranListrik, karena walaupun tidak tampak tetapi angin itu
bisarasakan, itulah zat ALLAH swt .
D.
DalilQodimnya Allah
a)
Pengertian Sifat Qidam
Qidam untuk sifat Allah menurut ahli kalam adalah “Bahwa Allah Ta’ala tidak ada awal untuk keberadaannya dan IA tidak didahului dengan ketidak-adaan, adalah Allah ada dan tidakadasesuatupunselaindiri-Nya, kemudianiamenciptakanmakhluk” (Iqtinash Al-Awaly Min Iqtishad Al-Ghazali, oleh DR. Muhammad Rabi’ Jauhari hal. 73).
Adapun
Arti Qidam secara harfiyah adalah yang terdahulu, secara ma'any arti Qidam
terbagi kepada3 pengertian
a.
Qidam Idlofi, lamanya sesuatu karena disandarkan kepada yang lain, seperti ayah
Qidam kalau disandarkan kepada anak, tetapi kalaudisandarkankepadakakek, ayah
tidakQidam.
b.
Qidam Zamani, lamanya sesuatu karena memang sudah lama zamannya tetapi
didahului dengan tidak ada, seperti Qidamnya alam semesta.
c.
Qidam Dzati, lamanya sesuatu tidak diawali dengan tidak ada, tidak bersandar
kepada adanya yang lain dan tidak terikat zaman, yakni Qidamnya Allah SWT.
Dengan demikian bahwa Allah itu qadim (tiada permulaan wujud-Nya). Adapun dalil naqli dan naqlinya:
Dengan demikian bahwa Allah itu qadim (tiada permulaan wujud-Nya). Adapun dalil naqli dan naqlinya:
b)
Dalil Sifat Qidam
Allah swt berfirman dalam al-quran yang artinya:
Dialah Tuhan yang awal tiada permulaan dan yang akhir tiada kesudahan. (Al- Hadid:3)
Dialah Tuhan yang awal tiada permulaan dan yang akhir tiada kesudahan. (Al- Hadid:3)
Adapaun
Kata Qidam / Qadim dalam Al – Qur’an dan Sunnah Ada empat tempat penyebutan
kata Qadim dalam Al – Qur’an yaitu dalam surat (Qs. Yusuf: 95, Yasin: 39, Al –
Ahqaf:11, danAsy – Syu’ara:75-76). Lafadh Qadim yang ada pada empat tempat
tersebut menunjukkan pada sifat bagi makhluk. (Kekeliruan yang dahulu, sebagai
bentuk tanda yang tua, dusta yang lama, dan nenek moyangmu yang dahulu).
Sedang
didalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah Saw apabila masuk masjid beliau
berdoa: (Artinya): “Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan
wajah – Nya yang mulia dan dengan kekuasaannya yang Qadim (terdahulu) dari
syaithan yang terkutuk”. (HR. Abu Dawud). lafadh Qadim pada hadits ini
menunjukkan pada sifat bagi kekuasaan Allah.
Dalil
bagi menunjukkan wujudnya ALLAH SWT ialah dengan baharunya alam ini. Dan
baharunya alam ini adalah kerana ia tergabung di antara jirim dan ' aradh Jirim
sepertimana yang kita ketahui adalah sesuatu yang mengambil tempat lapang.
Dengan yang demikian, jirim itu bersifat baharu. Selain dari itu, 'aradh yang
berdiri pada jirim itu, keadaannya sentiasa berubah-ubah, maka 'aradh itu
bersifat baharu. Oleh kerana 'aradh berdiri di atas jirim, maka baharunya
'aradh membawa kepada baharunya jirim.
Jadi,
kalau jirim dan 'aradh bersifat baharu sedangkan 'aradh dan jirim adalah
gabungan yang menjadikan alam, maka dengan sendirinya alam juga baharu. Kalau
alam ini baharu, tentulah ada yang membaharukannya. Yang membaharukannya atau
yang menjadikannya adalah ALLAH SWT. Dari itu, jelas membuktikan wujudnya ALLAH
SWT.
Berikutan
dari pengertian kita tentang wujudnya ALLAH SWT itu, maka di sini kita akan
memerhatikan pula tentang dalil yang menunjukkan ALLAH SWT bersifat Qidam atau
bersifat sedia. arti sedia bagi ALLAH SWT ialah bahawa ALLAH SWT tidak
didahului oleh tiada atau dalam artikata yang lain, ALLAH SWT tidak ada
permulaan.
Perbahasan
yang mudah kita fahami yang dapat kita buat secara ringkas bagi menunjukkan
bahawa wajib ALLAH SWT itu bersifat qidam ialah, kalau ALLAH SWT tidak bersifat
Qidam atau sedia, maka tentulah akal kita akan berkata yang ALLAH itu baharu.
Dan kalaulah ALLAH itu baharu, tentulah ada yang membaharukan-Nya atau yang
menjadikan-Nya.
c)
Kata Qodim dan Azali
Ada dua perkataan yang berkaitan dengan Qidam, yaitu Qodim
dan Azali, yang pengertian dan hubungannya dengan Qidam para ‘Ulama berpendapat
:
a.
Perkataan Qodim dipergunakan untuk sesuatu yang ada dan adanya tidak ada
permulaan dan tidak terkait zaman, maka yang disebut Qodim adalah Dzat Allah
SWT. Dan sifat Ma'ani di Allah SWT. Perkataan Azali, dipergunakan untuk yang
tidak ada permulaan, maka yang disebut Azali adalah Allah SWT. Dan semua sifat
Allah SWT.
b.
Perkataan Qodim, hanya digunakan untuk yang tidak ada permulaan dan tidak
membutuhkan kepada yang lain maka perkataan Qodim hanya untuk Dzat Allah SWT,
tidak kepada sifatnya, karena sifat membutuhkan kepada Dzat. Perkataan Azali,
untuk yang tidak ada permulaan, baik berdiri sendiri atau bersandar kepada yang
lain, maka perkataan Azali adalah untuk Dzat Alloh SWT, dan seluruh
sifat-sifatNya.
c.
Perkataan Qodim dan Azali, sasarannya sama, untuk yang tidak ada permulaan,
maka seluruh sifat Allah SWT. Dan Dzat Allah SWT. Bisa disebut Qidam bisa pula
disebut Azali.
d)
Dalil ‘Aqli Sifat Qidam
Dalil
‘Aqli (logika) yang menunjukan kepada Qidamnya Allah SWT, adalah ; Apabila
Allah tidak Qidam, maka pasti adanya Allah didahului dengan tidak ada,
sedangkan proses dari tidak ada kepada ada, pasti memerlukan kepada yang
mengadakan (pencipta). Andaikan yang menciptakan Allah itu adalah Allah yang
kedua, maka Allah yang keduapun pasti tidak Qidam, sebab keberadaannya tentu
akan membutuhkan pencipta lagi seperti Allah yang pertama, kalau diperkirakan
Allah yang kedua itu adalah Allah yang pertama maka pasti menimbulkan problema
Daor, yakni perkara yang pertama menunggu kepada yang kedua dan yang keduapun
menunggu yang pertama. Hal seperti ini adalah mustahil wujud (tidak mungkin
adanya). Kalau diperkirakan lagi bahwa pencipta Allah yang ketiga, yang ketiga
diciptakan oleh yang ke empat dan terus berkelanjutan tanpa ada akhirnya makan
akan terjadi proses Tasalsul yakni proses berantai yang tiada ber-kesudahan,
hal ini adalah mustahil wujud seperti Daor. Oleh karena proses Daor. Oleh
karena proses Daor dan Tasalsul adalah mustahil maka tetaplah bahwa Allah itu
Qidam.
Mulla
Sadra, dalam tulisan-tulisan filsafatnya, merumuskan berbagai argumen-argumen
yang berbeda dalam menegaskan wujud Tuhan. Argumennya yang terkenal adalah
burhan shiddiqin, inti argumen ini adalah menempatkan semua realitas wujud
(baca: makhluk) secara mutlak bergantung kepada Tuhan, semua realitas di alam
sebagai hubungan dan kebergantungan kepada-Nya itu sendiri dan sama sekali tak
memiliki wujud yang mandiri dan bebas. Dalam hal ini, berbeda dengan wujud
Tuhan yang mandiri dan tak bergantung kepada wujud lain.
Burhan
shiddiqin yang dibangun oleh Mulla Sadra berpijak pada prinsip-prinsip
metafisika yang sangat dalam. Sebenarnya apa yang dibuktikan oleh Mulla Sadra
dalam argumen tersebut bukan menegaskan bahwa Tuhan itu berwujud, tetapi
menegaskan persepsi yang benar bahwa secara hakiki Tuhan sebagai satu-satunya
wujud yang mengadakan segala makhluk dan menghadirkan semua maujud, Dia
meliputi segala sesuatu, Tuhanlah satu-satunya wujud yang hakiki dan setiap
realitas selain-Nya merupakan manifestasi dan tajalli wujud-Nya.
Menempatkan
Tuhan sejajar dengan salah satu sebab dan faktor alami sama dengan memposisikan
Dia setara dengan komunitas wujud-wujud di alam atau makhluk-Nya; ini berarti
bahwa Dia itu bukan Tuhan, bahkan sebagai salah satu makhluk dari
makhluk-makhluk-Nya. Ungkapan lain yang senada dengan ini adalah memandang alam
ini adalah realitas terbatas yang dibatasi oleh ruang dan waktu dan kemudian
menempatkan Tuhan di awal atau di akhir ruang yang membatasi alam ini atau
memposisikan-Nya di awal waktu terwujudnya alam. Semuanya ini, merupakan
gambaran yang sangat awam tentang Tuhan. Persepsi yang keliru ini menyebabkan
perkara-perkara tentang ketuhanan terpaparkan jauh dari hakikat kebenaran dan untuk
selamanya kita tak sanggup mencari jalan keluarnya
Semoga
dengan dalil dalil dan argumen ini kita bisa mengambil kesimpulan dan meyakini
bahwasanya allah itu adalah zat yang keberadaan nya adalah tidak membutuhkan
kepada yang lain dan Dia berdiri sendiri dengan zatnya .
Firman
Allah swt. :“Katakanlah, ‘kepunyaan siapakah bumi ini dan
semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui ?’ Mereka akan menjawab, ’Kpunyaan
Allah..’ Katakan lah, ’Siapakah yang mempunyai langit yang tujuh dan yang
mempunyai Arsy yang agung ?’ Mereka menjawab, ’Kepunyaan Allah.’ Katakanlah,
’Maka apakah kamu tidak bertaqwa ?’ Katakanlah, ’Siapakah yang di tangan-Nya
berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi dari (adzab)-Nya,
jika kamu mengetahui ?’ Mereka menjawab, ’Kepunyaan Allah.’ Maka dari jalan
manakah kamu ditipu ? Sebenarnya kami telah membawa kebenaran kepada mereka,
dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Allah
sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan lain
beserta-Nya. Kalau ada tuhan lain beserta-Nya masing-masing tuhan itu akan
membawa makhluk yang diciptakan-Nya, dan sebagian tuhan itu akan mengalahkan
sebagian yang lainnya.” (Al Mu’minun 84-91)
“(Dan)
sekali-kali tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa dan Maha
Mengalahkan.” (Shaad 65)
“Ataukah
mereka mempunyai Tuhan selain Allah?” (Ath Thur 43)
E.
Dalil hudust
Dalil
`aqli yang menunjuki bahwa Allah itu wujud adalah hudust alam (terjadinya
alam), arti hudus adalah adanya alam ini di dahului oleh tiada. Terjadi alam
ini menjadi bukti` kepada adanya tuhan karena tidak mungkin alam ini akan
terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakannya. Hal tersebut dikarenakan
sebelum wujud alamini ada dua kemungkinan yang memiliki tingkatan yang sama
yaitu wujud alam dan tetap tidak wujud alam ini. Maka bila alamini wujud dengan
sendirinya maka telah terjadi penguatan kepada salah satu dari dua kemungkinan
yang sama (wujud alam dan tidak wujud alam ini) tanpa ada yang menguatkannya.
ini merupakan suatu hal yang mustahil dan tak masukakal. Maka pada saat alam
ini telah ada pasti ada satu zat yang menciptakannya. Zat tersebut tak lain
adalah tuhan yang maha kuasa yang bernama Allah. Dari dalil ini kita
hanya mengetahui adanya tuhan dan kita belum dapat mengetahui bahwa tuhan yang
maha kuasa itu bernama Allah. Kita dapat mengetahui bahwa tuhan yang maha
kuasa itu bernama Allah melalui perantaraan para nabi – nabi yang telah
menjelaskan kepada kita ummat manusia bahwa Zat yang maha kuasa yang
telah menciptakan alam ini bernama Allah. Adapun dalil Naqli yang menjelaskan
bahwa Allah itu wujud adalah firman Allah dalam Al qur-an yang artinya :
“Tidakkah kamu liat bahwa Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan kebenaran?”
(QS
IBRAHIM :19).
BAB
III
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Al-ha’iri,syehfadhlullah,Tanyalah
Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku,terjemahanTholib Anis dari Al-imamu Ali :
Al-mukhtarMin BayanihiWalhikmah,bandung:PustakaHidayah2005.
2.
Mishbah Yazdi,M.T, Iman Semesta,
Terjemahan A. Marzuki Amin dariAmuzesyeAqayid, Jakarta: Al Huda,2005.
3.
El Hady, Aminullah,MembelaTuhan, Surabaya:
Ipam,2004.
4.
Bahesti,syayyidmuhamadhusaini,TuhanMenurut
Al-quran,jakarta: Al-huda 2003.
5.
Labib,Drmuhsin,Pemikiran Filsafat
AyatullahMizbahYazdi,jakarta: Sadra press 2011.
Syaikh
fadluyllah al-ha’iri,tanyalah aku sebelum engkau kehilangan aku hal:15
Drmuhsinlabi,pemikiranfilsafat
ayatullah M.T. misbah yazdi hal:223
Sayyidmuhammadhusyainibahesti,tuhan
menurut al-quran hal :46-48
Dr
aminullah el-hady, Ibnu rusyd membela tuhan hal :159
Mulla
Sadra, al-Asfar, jilid 6, hal. 15 dan 16.
No comments:
Post a Comment