“PRINSIP DASAR
EKONOMI dan TRANSAKSI SYARIAH”
Oleh :
FAISAL EFENDI (100705001)
PROGRAMSTUDI S1 MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Prinsip Dasar Ekonomi Islam(Syari’ah)
Ekonomi
islam adalah sebuah sistem perekonomian yang dibangun dengan berpondasikan Al
Qur’an, sunah nabi besar Muhammad saw, dan hal-hal yang pernah dilakukan oleh
sahabat yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan hadis.
Dalam ekonomi islam menawarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), Prisip Musyarakah, Prinsip Wadiah, Prinsip Jual Beli,
Prinsip Kebajikan.
Prinsip
mudharabah yaitu
perjanjisn antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana / sahibul
mal dan pihak kedua sebagai pengelola dana / mudharib untuk mengelola suatu
kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan
diperoleh sedangkan kerugian yang timbul adalah resiko pemilik dana sepanjang
tidak terdapat bukti bahwa mudharib melakukan kecurangan atau tindakan yang
tidak amanah (misconduct). Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada
mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi mudharabah mutlaqah dimana
mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi
yang dikehendaki, sedangkanjenis yang lain adalah mudharabah muqayyaddah dimana
arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak
sebagai pelaksana/pengelola.
Prisip
Musyarakah yaitu
perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi
dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah
dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik
atau sekaligus diakhir masa proyek.
Prinsip
Wadiah adalah
titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua
selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat
diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan
kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan menjadi wadiah ya
dhamanah yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang
titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk
memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap
saat diperlukan, sedang disisi lain wadiah amanah tidak
memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana
yang dititipkan.
Prinsip
Jual Beli (Al Buyu’) yaitu
terdiri dari :
_ Murabahah
yaitu akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual
menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian
dan keuntungan bagi penjual. Murabahah dapat dilakukan secara tunai bisa juga
secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran.
_ Salam
yaitu pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan
kemudian
_ Ishtisna’
yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk
pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan dimuka
sekaligus atau secara bertahap.
Prinsip Kebajikan yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam bentuk
zakat infaq shodaqah dan lainnya serta penyaluran alqardul hasan yaitu
penyaluran dan dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin
dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok
hutang.(prinsip dasar operasional perbankan syariah: vibisnews.com Acmad
Barab.
Prinsip Transaksi Syariah
Transaksi syariah berasaskan pada
prinsip: (1) persaudaraan (ukhuwah), (2) keadilan (‘adalah), (3)
kemaslahatan (maslahah), (4) keseimbangan (tawazun), dan (5)
universalisme (syumuliyah).
(1) Prinsip persaudaraan
(ukhuwah) esensinya merupakan nilai
universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak
untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong-menolong. Transaksi
syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing
economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas
kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling
mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling
menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling
bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
(2) Prinsip keadilan (‘adalah)
esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan
sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
Implementasi keadilan dalam
kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur: (a)
riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun
fadhl), (b) kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan), (c) maysir (unsur judi dan sikap spekulatif ), (d)
gharar (unsur ketidakjelasan), dan (e) haram (unsur haram baik dalam
barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait).
Esensi riba adalah setiap
tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam
serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap tambahan yang
dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antarbarang-barang ribawi termasuk
pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun
tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai. Esensi kezaliman (dzulm)
adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai
ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan
memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya.
Kezaliman dapat menimbulkan
kemudaratan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau
membawa kemudaratan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan
transaksi.
Esensi maysir adalah
setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan
produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).
Esensi gharar adalah
setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena mengandung
unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad.
Bentuk-bentuk gharar antara
lain: (a) tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu
terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun belum ada, (b) menjual
sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual, (c) tidak adanya
kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa, (d) tidak adanya
kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran, (e) tidak adanya
ketegasan jenis dan objek akad, (f ) kondisi objek akad tidak dapat dijamin
kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi, (g) adanya unsur
eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi dan
ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
Esensi haram adalah segala unsur
yang dilarang secara tegas dalam Alquran dan As-sunnah.
(3) Prinsip kemaslahatan
(mashlahah) esensinya merupakan
segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi,
material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui
harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta
bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara
keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudaratan.
Transaksi syariah yang dianggap
bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan
ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan
terhadap: (a) akidah, keimanan dan ketakwaan (dien), (b) intelek (‘aql),
(c) keturunan (nasl), (d) jiwa dan keselamatan (nafs), dan
(e) harta benda (mal).
(4) Prinsip keseimbangan
(tawazun) esensinya meliputi
keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor
keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan
dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi
keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder).
Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham,
akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan
ekonomi.
(5) Prinsip
universalisme (syumuliyah) esensinya
dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)
tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat
kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin). Transaksi syariah terikat
dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil yang
dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang
merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.
Sumber : (Dikutip dan Diselaraskan dari
http://esharianomics.com/esharianomics/akad-transaksi/transaksi/asas-transaksi-syariah/)
No comments:
Post a Comment