Thursday, March 5, 2015

PRINSIP DASAR EKONOMI dan TRANSAKSI SYARIAH OLEH FAISAL EFENDI

 “PRINSIP DASAR EKONOMI dan TRANSAKSI SYARIAH”





Oleh :
FAISAL EFENDI (100705001)


PROGRAMSTUDI S1 MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA







2015

Prinsip Dasar Ekonomi Islam(Syari’ah)
Ekonomi islam adalah sebuah sistem perekonomian yang dibangun dengan berpondasikan Al Qur’an, sunah nabi besar Muhammad saw, dan hal-hal yang pernah dilakukan oleh sahabat yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan hadis.
Dalam ekonomi islam menawarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), Prisip Musyarakah, Prinsip Wadiah, Prinsip Jual Beli, Prinsip Kebajikan.
Prinsip mudharabah yaitu perjanjisn antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana / sahibul mal dan pihak kedua sebagai pengelola dana / mudharib untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul adalah resiko pemilik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudharib melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah (misconduct). Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi mudharabah mutlaqah dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki, sedangkanjenis yang lain adalah mudharabah muqayyaddah dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.
Prisip Musyarakah yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa proyek.
Prinsip Wadiah adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan menjadi wadiah ya dhamanah yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, sedang disisi lain wadiah amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan.
Prinsip Jual Beli (Al Buyu’) yaitu terdiri dari :
_ Murabahah yaitu akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Murabahah dapat dilakukan secara tunai bisa juga secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran.
_ Salam yaitu pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian
_ Ishtisna’ yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan dimuka sekaligus atau secara bertahap.
Prinsip Kebajikan yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam bentuk zakat infaq shodaqah dan lainnya serta penyaluran alqardul hasan yaitu penyaluran dan dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.(prinsip dasar operasional perbankan syariah: vibisnews.com Acmad Barab.







Prinsip Transaksi Syariah
Transaksi syariah berasaskan pada prinsip: (1) persaudaraan (ukhuwah), (2) keadilan (‘adalah), (3) kemaslahatan (maslahah), (4) keseimbangan (tawazun), dan (5) universalisme (syumuliyah).
(1) Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong-menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
(2) Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur: (a) riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl), (b) kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan), (c) maysir (unsur judi dan sikap spekulatif ), (d) gharar (unsur ketidakjelasan), dan (e) haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait).
Esensi riba adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antarbarang-barang ribawi termasuk pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai. Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya.
Kezaliman dapat menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau membawa kemudaratan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).
Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad.
Bentuk-bentuk gharar antara lain: (a) tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun belum ada, (b) menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual, (c) tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa, (d) tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran, (e) tidak adanya ketegasan jenis dan objek akad, (f ) kondisi objek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi, (g) adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi dan ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
Esensi haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Alquran dan As-sunnah.
(3) Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudaratan.
Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap: (a) akidah, keimanan dan ketakwaan (dien), (b) intelek (‘aql), (c) keturunan (nasl), (d) jiwa dan keselamatan (nafs), dan (e) harta benda (mal).
(4) Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.
(5) Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin). Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.

Sumber : (Dikutip dan Diselaraskan dari http://esharianomics.com/esharianomics/akad-transaksi/transaksi/asas-transaksi-syariah/)


No comments:

Post a Comment