Sunday, March 1, 2015

Contoh bab ii


BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep
Tindak Tutur
.
Tindak tutur (
speech art
) merupakan un
sur pragmatik
yang melibatkan
pembicara, pendengar atau penulis
pembaca serta yang dibicarakan. Dalam
penerapannya tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Menurut Chaer
(2004 : 16) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan
keberlangsu
n
gannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penut
ur dalam
menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti
tindakan dalam tuturannya.
Konsep adalah penyebaran teori. Teori tindak tutur lebih dijabarkan oleh para
lingusitik
diantara
nya J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9) menyatakan
bahwa secara pragmatis, setidak
-
tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat
diwujudkan oleh seorang penutur dalam melakukan tindak tutur yakni tindak tutur
lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi (Hartyanto, 2008).
2.
2 Landasan Teori
Tarigan (1990:36) menyatakan bahwa berkaitan dengan tindak tutur maka
setiap ujaran atau ucapan tertentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula.
Dengan kata lain, kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam
suatu tujuan kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Sesuai dengan
keterangan tersebut, maka instrumen pada penelitian ini mengacu pada teori tindak
tutur. Menurut J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9), secara analitis tindak
tutur dapat dipisahk
an menjadi 3 macam bentuk, antara lain:
Universitas
Sumatera
Utara
(1) Tindak lokusi (
Lecutionary act
), yaitu kaitan suatu topik dengan satu keterangan
dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau
‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis (Searly dalam L
ubis).
Contoh: ‘Saya lapar’, seseorang mengartikan ‘Saya’ sebagai orang pertama
tunggal (si penutur), dan ‘lapar’ mengacu pada ‘perut kosong dan perlu diisi’,
tanpa bermaksud untuk meminta makanan.
(2) Tindak ilokusi (
Illecitionary act
), yaitu pengucapan
suatu pernyataan, tawaran,
janji pertanyaan dan sebagainya.
Contoh: Saya lapar’, maksudnya adalah meminta makanan, yang merupakan suatu
tindak ilokusi.
(3) Tindak perlokusi (
Perlocutionary act
), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh
ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan
kalimat itu. Tanggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata
-
kata, tetapi juga
berbentuk tindakan atau perbuatan. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara
sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh
penuturnya.
Contoh: ‘Saya lapar’, yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada
pendengar, yaitu dengan reaksi memberikan atau menawarkan makanan kepada
penutur.
Sehubungan dengan tindak lokusi, Leech (dalam Setiawan, 2005 : 19)
memberikan rumus tindak lokusi. Bahwa tindak tutur lokusi berarti penutur
menuturkan kepada mitra tutur bahwa kata
-
kata yang diucapkan dengan suatu makna
dan acuan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, keraf (dalam Hartyanto, 2008) membagi
tindak lokusi menjadi tiga tipe,
yaitu :
Universitas
Sumatera
Utara
1.
Naratif
Naratif dapat diartikan sebagai bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah
tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi
dalam suatu keadaan waktu. Naratif adalah suatu bentuk wacana yang berusaha
men
ggambarkan dengan sejelas
-
jelasnya kepada pembaca atau mitra tutur suatu
peristiwa yang telah terjadi . Naratif hanya berusaha menjawab suatu pertanyaan “Apa
yang telah terjadi?” (Keraf dalam Hartyanto, 2008)
2.
Deskriptif
Keraf ( dalam Hartyanto, 2008) mendefinisikan deskriptif sebagai suatu bentuk
wacana yang bertalian dengan usaha perincian dari obyek
-
obyeknya yang
direncanakan, penutur memudahkan pesan
-
pesannya, memindahkan hasil pengamatan
dan perasaan kepada mitra tutur, penutur menyampaian sifat dan semua perincian
wujud yang dapat ditemukan pada obyek tertentu.
3.
Informatif
Keraf (dalam Hartyanto, 2008) mendefinisikan informatif sebagai bentuk
wacana yang mengandung makna yang sedemikian rupa sehingga pendengar atau
mitra tutur menangkap amanat yang hendak disampaikan.
Tindak informatif selalu berhubungan dengan makna referensi, yaitu makna
unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar angkasa (obyek
atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh anal
isis komponen (Kridalaksana dalam
Hartyanto, 2008).
Universitas
Sumatera
Utara
Subyakto-
Nababan (dalam Hartyanto, 2008: 1) menambahkan bahwa tindak
ilokusi adalah tindak bahasa yang diidentifikasikan dengan kalimat pelaku yang
eksplisif. Tindak ilokusi merupakan tekanan atau kekuatan kehendak orang lain yang
terungkap dengan kata
-
kata kerja : menyuruh, memaksa, mendikte kepa
da dan
sebaginya.
Bach dan Harnish (dalam Hartyanto, 2008) menyatakan bahwa dalam
klasifikasi tindak ilokusi dapat dibagi menjadi 4 golongan besar yaitu :
1.
Konstantif
Merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud
sehingga mitra tut
ur membentuk (memegang) kepercayaan yang serupa. Konstantif
dibagi menjadi beberapa tipe, yakni : (a) asertif (menyatakan), (b) prediktif
(meramalkan), (c) retroaktif (memperhatikan), (d) deskriptif (menilai), (e) askriptif
(mengajukan), (f)
informative
(m
elaporkan), (g) konfirmatif (membuktikan), (h)
konsesif (mengakui, menyetujui), (i) retraktif (membantah), (j) asentif (menerima),
(k) disentif (membedakan), (l)
disputative
(menolak), (m)
responsive
(menanggapi),
(n) sugestif (menerka), (o) supposif (meng
asumsikan).
Contohnya :
A :”Me
ngapa A
nda belum menyerahkan tugas?”
B :”Maaf pak, tugas itu memang belum selesai saya kerjakan.”
A :”Kapan akan A
nda serahkan?”
B :”InsyaAllah hari K
amis pak.”
Universitas
Sumatera
Utara

No comments:

Post a Comment