Monday, March 23, 2015

Makalah Akidah Akhlak Tauhid oleh : Faisal Efendi

Makalah Akidah Akhlak Tauhid
oleh : Faisal Efendi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama Islam, dimana Tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikanal dengan kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah (Laailaahaillallah) begitu masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat tersebut dalam setiap shalat wajibnya yang lima waktu.
Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya.
Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang Tauhid sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju kejayaan demi kejayaan yang tidak pernah tertandingi.

B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini rumusan makalah yang dapat kami paparkan adalah sbb:
1.Apa pengertian tauhid sebagai inti peradaban islam?
2.Bagaimana konsep ajaran tauhid ?

C.  TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Memahami dan mempelajari pengertian tauhid.
2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran tauhid
BAB II
ISI PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tauhid
Tauhid merupakan masdar/kata benda dari kata yang berasal dari bahasa arab yaitu “wahhada-yuwahhidu-tauhiidan” yang artinya menunggalkan sesuatu atau keesaan. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Menurut Syeh M, Abduh, ilmu tauhid (ilmu kalam) ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya; membicarakan tentang Rosul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkan kepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka. (Hanafi, 2003: 2).
Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang terpenting dan paling utama. Allah SWT berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah.” (Q.S. Muhammad: 19)
Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.
Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan makna yang lain.           


·     Penamaan Ilmu Tauhid :
Ilmu Tauhid juga disebut ;
1.  Ilmu ‘Aqa’id: ‘Aqdun artinya tali atau pengikat. ‘Aqa’id adalah bentuk jama’ dari ‘Aqdun. Disebut ‘Aqa’id, karena didalamnya mempelajari tentang keimanan yang mengikat hati seseorang dengan Allah, baik meyakini wujud-Nya, ke-Esaan-Nya atau kekuasaan-Nya.
2.  Ilmu Kalam: kalam artinya pembicaraan. Disebut ilmu kalam, karena dalam ilmu ini banyak membutuhkan diskusi, pembahasan, keterangan-keterangan dan hujjah (alasan) yang lebih banyak dari ilmu lain.
3.  Ilmu Ushuluddin: Ushuluddin artinya pokok-pokok agama. Disebut Ilmu Ushuluddin, karena didalamnya membahas prinsip-prinsip ajaran agama, sedang ilmu yang lainnya disebut furu’ad-Din (cabang-cabang agama), yang harus berpijak diatas ushuluddin.
4.    Ilmu Ma’rifat: ma’rifat artinya pengetahuan. Disebut ilmu ma’rifat, karena didalamnya mengandung bimbingan dan arahan kepada kepada umat manusia untuk mengenal khaliqnya. (Zakaria, 2008:1)
·         Konsep Ajaran Tauhid
Terkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat kita lihat ayat-ayat Allah yang sedikit banyak menyinggung ajaran tauhid ini. Diantaranya adalah :
“Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia”. (TQS. Al Ikhlas: 1-4 )
"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula) para malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (TQS. Ali Imran: 18)
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai arasy dari apa yang mereka sifatkan.” (TQS. Al Anbiya’: 22 )


B.     Macam-macam dan Tingkatan Tauhid
1.  Macam-macam Tauhid
Tauhid dibagi menjadi tiga macam:
a.     Tauhid Ar-Rububiyyah
Yaitu mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan Allah, dengan meyakini bahwasanya Dia adalah satu-satuNya Pencipta seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”. Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (Ar-Ra’d : 16)
dan Dia adalah Pemberi Rezeki bagi seluruh binatang dan manusia, Firman-Nya yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya”. (Hud : 6)
Dia adalah Raja segala raja, Pengatur semesta alam, … Pemberi ketentuan takdir atas segala sesuatu, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.

b.     Tauhid Al-Uluhiyyah
Tauhid Al-Uluhiyyah disebut juga Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang disandarkan kepada Allah disebut tauhid uluhiyyah dan dengan kaitannya yang disandarkan kepada hamba disebut tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam peribadahan. Tauhid Uluhiyah merupakan salah satu cabang Tauhid dari tiga macam Tauhid yang ada, yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah manusia harus bertuhan, beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah serta tidak kepada yang lain. Makna Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah lah Tuhan yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. (DR. Abdul Aziz bin M. Alu Abdullatief, hal. 13).Tauhid Uluhiyah merupakan ujung ruh Al Qur’an, yang karenanya para Rasul diutus, yang karenanya ada pahala dan siksa, dan karenanya keikhlasan beragama kepada Allah terealisasi. (Ibnu Taimiyah, Menghindari pertentangan Wahyu dan Akal, hal. 30). Ayat al Qur'an yang menerangkan tentang Tauhid jenis ini adalah:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)

3.     Tauhid Al-Asma’ wa Shifat
Tauhid Al-Asma’ wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifat bagi-Nya, dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang Allah sendiri menamai dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).
Dan ketiga macam Tauhid ini terkumpul dalam firman-Nya yang artinya:
 “ Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam : 65).

b.  Tingkatan Tauhid
Adapun tingkatan tauhid adalah sebagai berikut.
1.     Tauhid Zat Allah
Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah, bahwa Allah Esa dalam Zat-Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita adalah, kesan bahwa Dia berdikari. Dia adalah Wujud yang tidak bergantung pada apa dan siapa pun dalam bentuk apa pun. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah Ghani (Absolut). Segala sesuatu bergantung pada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dia tidak membutuhkan segala sesuatu. Allah berfirman:
Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah. Dan Allah, Dialah Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan apa pun) lagi Maha Terpuji. (QS. Fâthir: 15)
Arti dari Tauhid Zat Allah adalah bahwa kebenaran ini hanya satu, dan tak ada yang menyerupai-Nya. Al-Qur'an memfirmankan:
Tak ada yang menyamai-Nya. (QS. asy-Syûrâ: 11)
Dan tak ada yang menyamai-Nya. (QS. al-Ikhlâsh: 4)

2.     Tauhid dalam Sifat-sifat Allah
Tauhid Sifat-sifat Allah artinya adalah mengakui bahwa Zat dan Sifat-sifat Allah identik, dan bahwa berbagai Sifat-Nya tidak terpisah satu sama lain. Tauhid Zat artinya adalah menafikan adanya apa pun yang seperti Allah, dan Tauhid Sifat-sifat-Nya artinya adalah menafikan adanya pluralitas di dalam Zat-Nya. Allah memiliki segala sifat yang menunjukkan kesempurnaan, keperkasaan dan ke-indahan, namun dalam Sifat-sifat-Nya tak ada segi yang benar-benar terpisah dari-Nya. Keterpisahan zat dari sifat-sifat dan keterpisahan sifat-sifat dari satu sama lain merupakan ciri khas keterbatasan eksistensi, dan tak mungkin terjadi pada eksistensi yang tak terbatas. Pluralitas, perpaduan dan keterpisahan zat dan sifat-sifat tak mungkin terjadi pada Wujud Mutlak.

3.     Tauhid dalam Perbuatan Allah
Arti Tauhid dalam perbuatan-Nya adalah mengakui bahwa alam semesta dengan segenap sistemnya, jalannya, sebab dan akibatnya, merupakan perbuatan Allah saja, dan terwujud karena kehendak-Nya. Di alam semesta ini tak satu pun yang ada sendiri. Segala sesuatu bergantung pada-Nya. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah pemelihara alam semesta. Dalam hal sebab-akibat, segala yang ada di alam semesta ini bergantung. Maka dari itu, Allah tidak memiliki sekutu dalam Zat-Nya, Dia juga tak memiliki sekutu dalam perbuatan-Nya. Setiap perantara dan sebab ada dan bekerja berkat Allah dan bergantung pada-Nya. Milik-Nya sajalah segala kekuatan maupun kemampuan untuk berbuat.
Manusia merupakan satu di antara makhluk yang ada, dan karena itu merupakan ciptaan Allah. Seperti makhluk lainnya, manusia dapat melakukan pekerjaannya sendiri, dan tidak seperti makhluk lainnya, manusia adalah penentu nasibnya sendiri. Namun Allah sama sekali tidak mendelegasikan Kuasa-kuasa-Nya kepada manusia. Karena itu manusia tidak dapat bertindak dan berpikir semaunya sendiri, "Dengan kuasa Allah aku berdiri dan duduk. "

4.     Tauhid dalam Ibadah
Tauhid dalam ibadah merupakan masalah praktis, merupakan bentuk "menjadi". Tingkatan-tingkatan tauhid di atas melibatkan pemikiran yang benar. Tingkat keempat ini merupakan tahap menjadi benar. Tahap teoretis tauhid, artinya adalah memiliki pandangan yang sempurna. Tahap praktisnya artinya adalah berupaya mencapai kesempurnaan. Tauhid teoretis artinya adalah memahami keesaan Allah, sedangkan tauhid praktis artinya adalah menjadi satu. Tauhid teoretis adalah tahap melihat, sedangkan tauhid praktis adalah tahap berbuat. Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang tauhid praktis, perlu disebutkan satu masalah lagi mengenai tauhid teoretis. Masalahnya adalah apakah mungkin mengetahui Allah sekaligus dengan keesaan Zat-Nya, keesaan Sifat-sifat-Nya dan keesaan perbuatan-Nya, dan jika mungkin, apakah pengetahuan seperti itu membantu manusia untuk hidup sejahtera dan bahagia; atau dan berbagai tingkat dan tahap tauhid, hanya tauhid praktis saja yang bermanfaat.

C.    Ilmu Kalam
Pembicaraan ilmu kalam pada awalnya hanyalah mengenai perdebatan dan diskusi sederhana untuk mempertajam pemahaman sebuah permasalahan ditinjau dari sudut pandang agama Islam. Namun dalam perkembangannya, perdebatan dan diskusi tersebut membentuk berbagai kelompok yang mendukung dan menolak sehingga menimbulkan polemik yang berkepanjangan dan muncul berbagai paham atau aliran dalam Islam. Lalu, apakah pengertian ilmu kalam? Secara harfiah, kata ‘kalam’ berarti pembicaraan. Namun secara istilah, kalam tidak sama artinya dengan pembicaraan dalam pengertian sehari-hari, melainkan pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Hal ini menjadi ciri utama ilmu kalam, yaitu rasionalitas atau logika.
Dari penjelasan di atas, kita dapatkan definisi ilmu kalam yaitu ilmu yang membicarakan tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib ada pada-Nya, sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya. Ilmu ini juga membicarakan tentang rasul-rasul Allah dan cara menetapkan kerasulannya, serta mengetahui sifat-sifat yang wajib ada pada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada mereka.

Arti Ilmu Kalam Menurut Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu yang memuat beberapa alasan untuk mempertahankan keimanan agama Islam dengan menggunakan dalil-dalil aqli (pikiran), serta memuat pula bantahan terhadap orang yang mengingkarinya dan berbeda pandangan dengan pemahaman salaf dan ahli sunah.
Ilmu kalam disebut juga ilmu tauhid karena pokok pembahasannya dititikberatkan kepada keesaan Allah, baik Zat-Nya maupun perbuatan-Nya. Selain itu, ilmu kalam disebut juga ilmu ushuluddin karena pokok bahasannya meliputi persoalan-persoalan mendasar di dalam agama. Ada juga yang menyebut ilmu kalam sebagai ilmu aqidah karena banyak membicarakan persoalan-persoalan kepercayaan (aqidah) dan dasar-dasar ajaran agama.
Ahli ilmu kalam disebut mutakallimin. Golongan ini dianggap sebagai kelompok tersendiri yang menggunakan akal pikiran dalam memahami nash-nash agama untuk mempertahankan keyakinannya. Mereka berbeda dengan golongan Hambali (dalam pengajaran fiqih) yang berpegangan teguh pada keyakinan orang salaf. Mutakallimin juga berbeda dengan kelompok tasawuf yang mendasarkan pengetahuannya kepada pengalaman batin dan renungan (kasyf).

D.    Dalil Al-Qur'an Dan Kisah Tentang Tauhid
1.      Dalil Tauhid
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An-Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At-Taubah: 31)
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az-Zumar: 2-3)
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al-Bayinah: 5)

2.      Kisah Tauhid
Alkisah di negeri Mesir, Fir’aun terakhir yang terkenal dengan keganasannya bertahta.
Setelah kematian sang isteri, Fir’aun kejam itu hidup sendiri tanpa pendamping. Sampai cerita tentang seorang gadis jelita dari keturunan keluarga Imran bernama Siti Asiah sampai ke telinganya.
Fir’aun lalu mengutus seorang Menteri bernama Haman untuk meminang Siti Asiah. Orangtua Asiah bertanya kepada Siti Asiah : “Sudikah anakda menikahi Fir’aun ?”
“Bagaimana saya sudi menikahi Fir’aun. Sedangkan dia terkenal sebagai raja yang ingkar kepada Allah?”
Haman kembali pada Fir’aun. Alangkah marahnya Fir’aun mendengar kabar penolakan Siti Asiah.
“Haman, berani betul Imran menolak permintaan raja. Seret mereka kemari. Biar aku sendiri yang menghukumnya!” Fir’aun mengutus tentaranya untuk menangkap orangtua Siti Asiah.
Setelah disiksa begitu keji, keduanya lantas dijebloskan ke dalam penjara. Menyusul kemudian, Siti Asiah digiring ke Istana. Fir’aun kemudian membawa Siti Asiah ke penjara tempat kedua orangtuanya dikurung. Kemudian, dihadapan orangtuanya yang nyaris tak berdaya, Fir’aun berkata:
 “Hei, Asiah. Jika engkau seorang anak yang baik, tentulah engkau sayang terhadap kedua orangtuamu. Oleh karena itu, engkau boleh memilih satu diantara dua pilihan yang kuajukan. Kalau kau menerima lamaranku, berarti engkau akan hidup senang, dan pasti kubebaskan kedua orangtuamu dari penjara laknat ini. Sebaliknya, jika engkau menolak lamaranku, maka aku akan memerintahkan para algojo agar membakar hidup-hidup kedua orangtuamu itu, tepat dihadapanmu.”
 Karena ancaman itu, Siti Asiah terpaksa menerima pinangan Fir’aun. Dengan mengajukan beberapa syarat :
* Fir’aun harus membebaskan orangtuanya.
* Fir’aun harus membuatkan rumah untuk ayah dan ibunya, yang indah lagi lengkap perabotannya.
* Fir’aun harus menjamin kesehatan, makan, minum kedua orangtuanya.
* Siti Aisyah bersedia menjadi isteri Fir’aun. Hadir dalam acara-acara tertentu, tapi tak bersedia tidur bersama Fir’aun.
Sekiranya permintaan-permintaan tersebut tidak disetujui, Siti Asiah rela mati dibunuh bersama ibu dan bapaknya.
Akhirnya Fir’aun menyetujui syarat-syarat yang diajukan Siti Asiah. Fir’aun lalu memerintahkan agar rantai belenggu yang ada di kaki dan tangan orangtua Siti Asiah dibuka. Singkat cerita, Siti Asiah tinggal dalam kemewahan Istana bersama-sama Fir’aun. Namun ia tetap tak mau berbuat ingkar terhadap perintah agama, dengan tetap melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Pada malam hari Siti Asiah selalu mengerjakan shalat dan memohon pertolongan Allah SWT. Ia senantiasa berdoa agar kehormatannya tidak disentuh oleh orang kafir, meskipun suaminya sendiri, Fir’aun. Untuk menjaga kehormatan Siti Asiah, Allah SWT telah menciptakan iblis yang menyaru sebagai Siti Asiah. Dialah iblis yang setiap malam tidur dan bergaul dengan Fir’aun.
Fir’aun mempunyai seorang pegawai yang amat dipercaya bernama Hazaqil. Hazaqil amat taat dan beriman kepada Allah SWT. Beliau adalah suami Siti Masyitoh, yang bekerja sebagai juru hias istana, yang juga amat taat dan beriman kepada Allah SWT. Namun demikian, dengan suatu upaya yang hati-hati, mereka berhasil merahasiakan ketaatan mereka terhadap Allah. Dari pengamatan Fir’aun yang kafir.
Suatu kali, terjadi perdebatan hebat antara Fir’aun dengan Hazaqil, disaat Fir’aun menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang ahli sihir, yang menyatakan keimanannya atas ajaran Nabi Musa a.s. Hazaqil menentang keras hukuman tersebut.
Mendengar penentangan Hazaqil, Fir’aun menjadi marah. Fir’aun jadi bisa mengetahui siapa sebenarnya Hazaqil. Fir’aun lalu menjatuhkan hukuman mati kepada Hazaqil. Hazaqil menerimanya dengan tabah, tanpa merasa gentar sebab yakin dirinya benar.
Hazaqil menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan tangan terikat pada pohon kurma, dengan tubuh penuh ditembusi anak panah. Sang istri, Masyitoh, teramat sedih atas kematian suami yang amat disayanginya itu. Ia senantiasa dirundung kesedihan setelah itu, dan tiada lagi tempat mengadu kecuali kepada anak-anaknya yang masih kecil.
Suatu hari, Masyitoh mengadukan nasibnya kepada Siti Asiah. Diakhir pembicaraan mereka, Siti Asiah menceritakan keadaan dirinya yang sebenarnya, bahwa iapun menyembunyikan ketaatannya dari Fir’aun. Barulah keduanya menyadari, bahwa mereka sama-sama beriman kepada Allah SWT dan Nabi Musa a.s.
Pada suatu hari, ketika Masyitoh sedang menyisir rambut puteri Fir’aun, tanpa sengaja sisirnya terjatuh ke lantai. Tak sengaja pula, saat memungutnya Masyitoh berkata : “Dengan nama Allah binasalah Fir’aun.”
Mendengarkan ucapan Masyitoh, Puteri Fir’aun merasa tersinggung lalu mengancam akan melaporkan kepada ayahandanya. Tak sedikitpun Masyitoh merasa gentar mendengar hardikan puteri. Sehingga akhirnya, ia dipanggil juga oleh Fir’aun.
Saat Masyitoh menghadap Fir’aun, pertanyaan pertama yang diajukan kepadanya adalah : “Apa betul kau telah mengucapkan kata-kata penghinaan terhadapku, sebagaimana penuturan anakku. Dan siapakah Tuhan yang engkau sembah selama ini ?”
“Betul, Baginda Raja yang lalim. Dan Tiada Tuhan selain Allah yang sesungguhnya menguasai segala alam dan isinya.”jawab Masyitoh dengan berani.
Mendengar jawaban Masyitoh, Fir’aun menjadi teramat marah, sehingga memerintahkan pengawalnya untuk memanaskan minyak sekuali besar. Dan saat minyak itu mendidih, pengawal kerajaan memanggil orang ramai untuk menyaksikan hukuman yang telah dijatuhkan pada Masyitah. Sekali lagi Masyitoh dipanggil dan dipersilahkan untuk memilih : “jika ingin selamat bersama kedua anaknya, Masyitoh harus mengingkari Allah. Masyitoh harus mengaku bahwa Fir’aun adalah Tuhan yang patut disembah. Jika Masyitoh tetap tak mau mengakui Fir’aun sebagai Tuhannya, Masyitoh akan dimasukkan ke dalam kuali, lengkap bersama kedua anak-anaknya.”
Masyitoh tetap pada pendiriannya untuk beriman kepada Allah SWT. Masyitoh kemudian membawa kedua anaknya menuju ke atas kuali tersebut. Ia sempat ragu ketika memandang anaknya yang berada dalam pelukan, tengah asyik menyusu. Karena takdir Tuhan, anak yang masih kecil itu dapat berkata, “Jangan takut dan sangsi, wahai Ibuku. Karena kematian kita akan mendapat ganjaran dari Allah SWT. Dan pintu surga akan terbuka menanti kedatangan kita.”
Masyitoh dan anak-anaknyapun terjun ke dalam kuali berisikan minyak mendidih itu. Tanpa tangis, tanpa takut dan tak keluar jeritan dari mulutnya. Saat itupun terjadi keanehan. Tiba-tiba, tercium wangi semerbak harum dari kuali berisi minyak mendidih itu.
Siti Asiah yang menyaksikan kejadian itu, melaknat Fir’aun dengan kata-kata yang pedas. Ia pun menyatakan tak sudi lagi diperisteri oleh Fir’aun, dan lebih memilih keadaan mati seperti Masyitoh.
Mendengar ucapan Isterinya, Fir’aun menjadi marah dan menganggap bahwa Siti Asiah telah gila. Fir’aun kemudian telah menyiksa Siti Asiah, tak memberikan makan dan minum, sehingga Siti Asiah meninggal dunia.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Siti Asiah sempat berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya :
“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata : Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.(Q.S. At-Tahrim [66] : 11)

E. Masalah Tauhid
Tauhid mempunyai beberapa pembahasan diantaranya ada 6 yakni:
1.    Iman kepada Allah, tauhid kepada-Nya, dan ikhlash beribadah hanya untuk-Nya tanpa sekutu apapun bentuknya.
2.    Iman kepada rasul-rasul Allah para pembawa petunjuk ilahi, mengetahui sifat-sifat yang wajib dan pasti ada pada mereka seperti jujur dan amanah, mengetahui sifat-sifat yang mustahil ada pada mereka seperti dusta dan khianat, mengetahui mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan mereka, khususnya mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan Nabi Muhammad saw.
3.    Iman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul sebagai petunjuk bagi hamba-hamba-Nya sepanjang sejarah manusia yang panjang.
4.    Iman kepada malaikat, tugas-tugas yang mereka laksanakan, dan hubungan mereka dengan manusia di dunia dan akhirat.
5.    Iman kepada hari akhir, apa saja yang dipersiapkan Allah sebagai balasan bagi orang-orang mukmin (surga) maupun orang-orang kafir (neraka).
6.    Iman kepada takdir Allah yang Maha Bijaksana yang mengatur dengan takdir-Nya semua yang ada di alam semesta ini.

Allah swt berfirman:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.” (QS: Al-Baqarah: 285)
Rasulullah saw. ditanya tentang iman, lalu beliau pun menjawab;    
أنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
Artinya: “Iman adalah engkau membenarkan dan meyakini Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan taqdir baik maupun buruk.” (HR. Muslim).



BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid merupakan inti pokok agama islam sebagai pengakuan umat islam terhadap pencipta yang mutlak dan tidak ada yang dituju selainya.Untuk itu dalam firman Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW dikatakan :
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An-nam:82)
Rosullullah bersabda,
“Allah ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi 3540)

B. SARAN
Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini kita dapat mengambil hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam dan merupakan faktor terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada umat ini.. Untuk itu, kita sebagai generasi penerus


DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru Jakarta, 2003)
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2000. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Ahmad, Muhammad. 1998.Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., h.
Abdul Latief, M. Alu, DR. Abdul Aziz. 1998 Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, Jakarta: Darul Haq.
Syalabi, Ahmad. 1995. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, Cet-3 : PT. Al-Husna
Zikra. Jakarta
Zahra Imam Muhammad Abu. Aliran Politik dan Akidah .1996. Logos. Jakarta
Selatan.


No comments:

Post a Comment