Makalah Akidah Akhlak Tauhid
oleh : Faisal Efendi
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang
paling urgen dalam Agama Islam, dimana Tauhid mengambil peranan penting dalam
membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar
daripada ‘Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikanal dengan kalimat
Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah (Laailaahaillallah) begitu masyhur
di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat
tersebut dalam setiap shalat wajibnya yang lima waktu.
Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya.
Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang Tauhid sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju kejayaan demi kejayaan yang tidak pernah tertandingi.
Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya.
Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang Tauhid sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju kejayaan demi kejayaan yang tidak pernah tertandingi.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini rumusan makalah yang dapat kami
paparkan adalah sbb:
1.Apa pengertian tauhid sebagai inti peradaban islam?
2.Bagaimana konsep ajaran tauhid ?
1.Apa pengertian tauhid sebagai inti peradaban islam?
2.Bagaimana konsep ajaran tauhid ?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan
di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Memahami dan mempelajari pengertian tauhid.
2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran tauhid
1. Memahami dan mempelajari pengertian tauhid.
2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran tauhid
BAB II
ISI PEMBAHASAN
A. Pengertian Tauhid
Tauhid merupakan masdar/kata benda dari kata yang
berasal dari bahasa arab yaitu “wahhada-yuwahhidu-tauhiidan” yang artinya
menunggalkan sesuatu atau keesaan. Yang dimaksud disini adalah mempercayai
bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang
membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan
dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Menurut Syeh M, Abduh, ilmu tauhid (ilmu kalam)
ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada
pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya; membicarakan tentang Rosul,
untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkan kepada
mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka. (Hanafi, 2003:
2).
Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu
keislaman, sekaligus yang terpenting dan paling utama. Allah SWT berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah.”
(Q.S. Muhammad: 19)
Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan
Allah atau mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka
orang itu dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya,
seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan
Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.
Perkara
dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau
buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang
shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan
makna yang lain.
· Penamaan
Ilmu Tauhid :
Ilmu
Tauhid juga disebut ;
1. Ilmu ‘Aqa’id: ‘Aqdun artinya tali atau pengikat.
‘Aqa’id adalah bentuk jama’ dari ‘Aqdun. Disebut ‘Aqa’id, karena didalamnya
mempelajari tentang keimanan yang mengikat hati seseorang dengan Allah, baik
meyakini wujud-Nya, ke-Esaan-Nya atau kekuasaan-Nya.
2. Ilmu Kalam: kalam artinya pembicaraan. Disebut ilmu
kalam, karena dalam ilmu ini banyak membutuhkan diskusi, pembahasan,
keterangan-keterangan dan hujjah (alasan) yang lebih banyak dari ilmu lain.
3. Ilmu Ushuluddin: Ushuluddin artinya pokok-pokok
agama. Disebut Ilmu Ushuluddin, karena didalamnya membahas prinsip-prinsip
ajaran agama, sedang ilmu yang lainnya disebut furu’ad-Din (cabang-cabang
agama), yang harus berpijak diatas ushuluddin.
4. Ilmu Ma’rifat: ma’rifat artinya pengetahuan.
Disebut ilmu ma’rifat, karena didalamnya mengandung bimbingan dan arahan kepada
kepada umat manusia untuk mengenal khaliqnya. (Zakaria, 2008:1)
·
Konsep Ajaran Tauhid
Terkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat kita lihat
ayat-ayat Allah yang sedikit banyak menyinggung ajaran tauhid ini. Diantaranya
adalah :
“Katakanlah, Dialah Allah, Yang
Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia”. (TQS. Al Ikhlas: 1-4 )
"Allah menyatakan bahwa
tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula) para malaikat dan orang-orang
berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Perkasa, Maha Bijaksana." (TQS. Ali Imran: 18)
“Sekiranya ada di langit dan di
bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka
maha suci Allah yang mempunyai arasy dari apa yang mereka sifatkan.” (TQS. Al Anbiya’: 22 )
B.
Macam-macam
dan Tingkatan Tauhid
1. Macam-macam Tauhid
Tauhid dibagi menjadi tiga macam:
a. Tauhid
Ar-Rububiyyah
Yaitu mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan Allah,
dengan meyakini bahwasanya Dia adalah satu-satuNya Pencipta seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah: “Siapakah Tuhan
langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka Patutkah kamu mengambil
pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai
kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”.
Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap
gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi
Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu
serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala
sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (Ar-Ra’d : 16)
dan Dia adalah Pemberi Rezeki bagi seluruh binatang dan
manusia, Firman-Nya yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang
melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya”. (Hud : 6)
Dia adalah Raja segala raja, Pengatur semesta alam, … Pemberi
ketentuan takdir atas segala sesuatu, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.
b. Tauhid
Al-Uluhiyyah
Tauhid Al-Uluhiyyah disebut juga Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang
disandarkan kepada Allah disebut tauhid uluhiyyah dan dengan kaitannya yang
disandarkan kepada hamba disebut tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza wa Jalla
dalam peribadahan.
Tauhid Uluhiyah merupakan salah satu cabang Tauhid dari tiga macam Tauhid yang
ada, yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah manusia harus bertuhan,
beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah serta tidak kepada
yang lain. Makna Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah lah Tuhan yang
berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. (DR. Abdul Aziz bin M. Alu
Abdullatief, hal. 13).Tauhid Uluhiyah merupakan ujung ruh Al Qur’an, yang
karenanya para Rasul diutus, yang karenanya ada pahala dan siksa, dan karenanya
keikhlasan beragama kepada Allah terealisasi. (Ibnu Taimiyah, Menghindari
pertentangan Wahyu dan Akal, hal. 30). Ayat al Qur'an yang menerangkan tentang
Tauhid jenis ini adalah:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)
3. Tauhid
Al-Asma’ wa Shifat
Tauhid Al-Asma’ wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifat
bagi-Nya, dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang Allah sendiri
menamai dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), Sunnah
Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).
Dan ketiga macam Tauhid ini terkumpul dalam
firman-Nya yang artinya:
“ Tuhan (yang menguasai)
langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan
berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang
yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam : 65).
b. Tingkatan Tauhid
Adapun tingkatan tauhid adalah sebagai berikut.
1. Tauhid Zat Allah
Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah, bahwa
Allah Esa dalam Zat-Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita adalah, kesan
bahwa Dia berdikari. Dia adalah Wujud yang tidak bergantung pada apa dan siapa
pun dalam bentuk apa pun. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah Ghani (Absolut).
Segala sesuatu bergantung pada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dia tidak
membutuhkan segala sesuatu. Allah berfirman:
Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah. Dan
Allah, Dialah Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan apa pun) lagi Maha Terpuji. (QS. Fâthir: 15)
Arti dari Tauhid Zat Allah adalah bahwa kebenaran ini hanya
satu, dan tak ada yang menyerupai-Nya. Al-Qur'an memfirmankan:
Tak ada
yang menyamai-Nya. (QS.
asy-Syûrâ: 11)
Dan tak
ada yang menyamai-Nya. (QS. al-Ikhlâsh: 4)
2. Tauhid dalam Sifat-sifat Allah
Tauhid Sifat-sifat Allah artinya adalah mengakui bahwa Zat
dan Sifat-sifat Allah identik, dan bahwa berbagai Sifat-Nya tidak terpisah satu
sama lain. Tauhid Zat artinya adalah menafikan adanya apa pun yang seperti
Allah, dan Tauhid Sifat-sifat-Nya artinya adalah menafikan adanya pluralitas di
dalam Zat-Nya. Allah memiliki segala sifat yang menunjukkan kesempurnaan,
keperkasaan dan ke-indahan, namun dalam Sifat-sifat-Nya tak ada segi yang
benar-benar terpisah dari-Nya. Keterpisahan zat dari sifat-sifat dan
keterpisahan sifat-sifat dari satu sama lain merupakan ciri khas keterbatasan
eksistensi, dan tak mungkin terjadi pada eksistensi yang tak terbatas.
Pluralitas, perpaduan dan keterpisahan zat dan sifat-sifat tak mungkin terjadi
pada Wujud Mutlak.
3. Tauhid dalam Perbuatan Allah
Arti Tauhid dalam perbuatan-Nya adalah mengakui bahwa alam
semesta dengan segenap sistemnya, jalannya, sebab dan akibatnya, merupakan perbuatan
Allah saja, dan terwujud karena kehendak-Nya. Di alam semesta ini tak satu pun
yang ada sendiri. Segala sesuatu bergantung pada-Nya. Dalam bahasa Al-Qur'an,
Dia adalah pemelihara alam semesta. Dalam hal sebab-akibat, segala yang ada di
alam semesta ini bergantung. Maka dari itu, Allah tidak memiliki sekutu dalam
Zat-Nya, Dia juga tak memiliki sekutu dalam perbuatan-Nya. Setiap perantara dan
sebab ada dan bekerja berkat Allah dan bergantung pada-Nya. Milik-Nya sajalah
segala kekuatan maupun kemampuan untuk berbuat.
Manusia merupakan satu di antara makhluk yang ada, dan karena
itu merupakan ciptaan Allah. Seperti makhluk lainnya, manusia dapat melakukan
pekerjaannya sendiri, dan tidak seperti makhluk lainnya, manusia adalah penentu
nasibnya sendiri. Namun Allah sama sekali tidak mendelegasikan Kuasa-kuasa-Nya
kepada manusia. Karena itu manusia tidak dapat bertindak dan berpikir semaunya
sendiri, "Dengan kuasa Allah aku berdiri dan duduk. "
4. Tauhid dalam Ibadah
Tauhid dalam ibadah merupakan masalah praktis, merupakan
bentuk "menjadi". Tingkatan-tingkatan tauhid di atas melibatkan
pemikiran yang benar. Tingkat keempat ini merupakan tahap menjadi benar. Tahap
teoretis tauhid, artinya adalah memiliki pandangan yang sempurna. Tahap praktisnya
artinya adalah berupaya mencapai kesempurnaan. Tauhid teoretis artinya adalah
memahami keesaan Allah, sedangkan tauhid praktis artinya adalah menjadi satu.
Tauhid teoretis adalah tahap melihat, sedangkan tauhid praktis adalah tahap
berbuat. Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang tauhid praktis, perlu
disebutkan satu masalah lagi mengenai tauhid teoretis. Masalahnya adalah apakah
mungkin mengetahui Allah sekaligus dengan keesaan Zat-Nya, keesaan
Sifat-sifat-Nya dan keesaan perbuatan-Nya, dan jika mungkin, apakah pengetahuan
seperti itu membantu manusia untuk hidup sejahtera dan bahagia; atau dan
berbagai tingkat dan tahap tauhid, hanya tauhid praktis saja yang bermanfaat.
C. Ilmu Kalam
Pembicaraan ilmu kalam pada awalnya hanyalah mengenai
perdebatan dan diskusi sederhana untuk mempertajam pemahaman sebuah
permasalahan ditinjau dari sudut pandang agama Islam. Namun dalam
perkembangannya, perdebatan dan diskusi tersebut membentuk berbagai kelompok
yang mendukung dan menolak sehingga menimbulkan polemik yang berkepanjangan dan
muncul berbagai paham atau aliran dalam Islam. Lalu, apakah pengertian ilmu
kalam? Secara harfiah, kata ‘kalam’ berarti pembicaraan. Namun secara istilah,
kalam tidak sama artinya dengan pembicaraan dalam pengertian sehari-hari, melainkan
pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Hal ini menjadi ciri utama
ilmu kalam, yaitu rasionalitas atau logika.
Dari penjelasan di atas, kita dapatkan definisi ilmu kalam
yaitu ilmu yang membicarakan tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib ada
pada-Nya, sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, dan sifat-sifat yang mungkin ada
pada-Nya. Ilmu ini juga membicarakan tentang rasul-rasul Allah dan cara
menetapkan kerasulannya, serta mengetahui sifat-sifat yang wajib ada pada
mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada mereka.
Arti Ilmu Kalam
Menurut Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu yang memuat
beberapa alasan untuk mempertahankan keimanan agama Islam dengan menggunakan
dalil-dalil aqli (pikiran), serta memuat pula bantahan terhadap orang yang
mengingkarinya dan berbeda pandangan dengan pemahaman salaf dan ahli sunah.
Ilmu kalam disebut juga ilmu tauhid karena pokok
pembahasannya dititikberatkan kepada keesaan Allah, baik Zat-Nya maupun
perbuatan-Nya. Selain itu, ilmu kalam disebut juga ilmu ushuluddin karena pokok
bahasannya meliputi persoalan-persoalan mendasar di dalam agama. Ada juga yang
menyebut ilmu kalam sebagai ilmu aqidah karena banyak membicarakan
persoalan-persoalan kepercayaan (aqidah) dan dasar-dasar ajaran agama.
Ahli ilmu kalam disebut mutakallimin. Golongan ini dianggap
sebagai kelompok tersendiri yang menggunakan akal pikiran dalam memahami
nash-nash agama untuk mempertahankan keyakinannya. Mereka berbeda dengan
golongan Hambali (dalam pengajaran fiqih) yang berpegangan teguh pada keyakinan
orang salaf. Mutakallimin juga berbeda dengan kelompok tasawuf yang mendasarkan
pengetahuannya kepada pengalaman batin dan renungan (kasyf).
D. Dalil
Al-Qur'an Dan Kisah Tentang Tauhid
1. Dalil Tauhid
Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS
An-Nahl: 36)
"Padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari
apa yang mereka persekutukan" (QS
At-Taubah: 31)
"Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya
kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az-Zumar:
2-3)
"Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS
Al-Bayinah: 5)
2. Kisah Tauhid
Alkisah di negeri Mesir, Fir’aun terakhir yang
terkenal dengan keganasannya bertahta.
Setelah kematian sang isteri, Fir’aun kejam itu
hidup sendiri tanpa pendamping. Sampai cerita tentang seorang gadis jelita dari
keturunan keluarga Imran bernama Siti Asiah sampai ke telinganya.
Fir’aun lalu mengutus seorang Menteri bernama Haman
untuk meminang Siti Asiah. Orangtua Asiah bertanya kepada Siti Asiah : “Sudikah anakda menikahi Fir’aun ?”
“Bagaimana saya sudi menikahi Fir’aun. Sedangkan dia terkenal
sebagai raja yang ingkar kepada Allah?”
Haman kembali pada Fir’aun. Alangkah marahnya
Fir’aun mendengar kabar penolakan Siti Asiah.
“Haman, berani betul Imran menolak permintaan
raja. Seret mereka kemari. Biar aku sendiri yang menghukumnya!” Fir’aun mengutus tentaranya untuk menangkap orangtua Siti
Asiah.
Setelah disiksa begitu keji, keduanya lantas
dijebloskan ke dalam penjara. Menyusul kemudian, Siti Asiah digiring ke Istana.
Fir’aun kemudian membawa Siti Asiah ke penjara tempat kedua orangtuanya
dikurung. Kemudian, dihadapan orangtuanya yang nyaris tak berdaya, Fir’aun
berkata:
“Hei, Asiah. Jika engkau seorang anak yang baik, tentulah
engkau sayang terhadap kedua orangtuamu. Oleh karena itu, engkau boleh memilih
satu diantara dua pilihan yang kuajukan. Kalau kau menerima lamaranku, berarti
engkau akan hidup senang, dan pasti kubebaskan kedua orangtuamu dari penjara
laknat ini. Sebaliknya, jika engkau menolak lamaranku, maka aku akan
memerintahkan para algojo agar membakar hidup-hidup kedua orangtuamu itu, tepat
dihadapanmu.”
Karena ancaman itu, Siti Asiah terpaksa menerima pinangan
Fir’aun. Dengan mengajukan beberapa syarat :
* Fir’aun harus membebaskan orangtuanya.
* Fir’aun harus membuatkan rumah untuk ayah dan ibunya, yang
indah lagi lengkap perabotannya.
* Fir’aun harus menjamin kesehatan, makan, minum
kedua orangtuanya.
* Siti Aisyah bersedia menjadi isteri Fir’aun. Hadir dalam
acara-acara tertentu, tapi tak bersedia tidur bersama Fir’aun.
Sekiranya permintaan-permintaan tersebut tidak
disetujui, Siti Asiah rela mati dibunuh bersama ibu dan bapaknya.
Akhirnya Fir’aun menyetujui syarat-syarat yang
diajukan Siti Asiah. Fir’aun lalu memerintahkan agar rantai belenggu yang ada
di kaki dan tangan orangtua Siti Asiah dibuka. Singkat cerita, Siti Asiah
tinggal dalam kemewahan Istana bersama-sama Fir’aun. Namun ia tetap tak mau berbuat
ingkar terhadap perintah agama, dengan tetap melaksanakan ibadah kepada Allah
SWT.
Pada malam hari Siti Asiah selalu mengerjakan
shalat dan memohon pertolongan Allah SWT. Ia senantiasa berdoa agar
kehormatannya tidak disentuh oleh orang kafir, meskipun suaminya sendiri,
Fir’aun. Untuk menjaga kehormatan Siti Asiah, Allah SWT telah menciptakan iblis
yang menyaru sebagai Siti Asiah. Dialah iblis yang setiap malam tidur dan
bergaul dengan Fir’aun.
Fir’aun mempunyai seorang pegawai yang amat
dipercaya bernama Hazaqil. Hazaqil amat taat dan beriman kepada Allah SWT.
Beliau adalah suami Siti Masyitoh, yang bekerja sebagai juru hias istana, yang
juga amat taat dan beriman kepada Allah SWT. Namun demikian, dengan suatu upaya
yang hati-hati, mereka berhasil merahasiakan ketaatan mereka terhadap Allah.
Dari pengamatan Fir’aun yang kafir.
Suatu kali, terjadi perdebatan hebat antara Fir’aun
dengan Hazaqil, disaat Fir’aun menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang ahli
sihir, yang menyatakan keimanannya atas ajaran Nabi Musa a.s. Hazaqil menentang
keras hukuman tersebut.
Mendengar penentangan Hazaqil, Fir’aun menjadi
marah. Fir’aun jadi bisa mengetahui siapa sebenarnya Hazaqil. Fir’aun lalu
menjatuhkan hukuman mati kepada Hazaqil. Hazaqil menerimanya dengan tabah,
tanpa merasa gentar sebab yakin dirinya benar.
Hazaqil menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan
tangan terikat pada pohon kurma, dengan tubuh penuh ditembusi anak panah. Sang
istri, Masyitoh, teramat sedih atas kematian suami yang amat disayanginya itu.
Ia senantiasa dirundung kesedihan setelah itu, dan tiada lagi tempat mengadu
kecuali kepada anak-anaknya yang masih kecil.
Suatu hari, Masyitoh mengadukan nasibnya kepada
Siti Asiah. Diakhir pembicaraan mereka, Siti Asiah menceritakan keadaan dirinya
yang sebenarnya, bahwa iapun menyembunyikan ketaatannya dari Fir’aun. Barulah
keduanya menyadari, bahwa mereka sama-sama beriman kepada Allah SWT dan Nabi
Musa a.s.
Pada suatu hari, ketika Masyitoh sedang menyisir
rambut puteri Fir’aun, tanpa sengaja sisirnya terjatuh ke lantai. Tak sengaja
pula, saat memungutnya Masyitoh berkata :
“Dengan nama Allah binasalah Fir’aun.”
Mendengarkan ucapan Masyitoh, Puteri Fir’aun merasa
tersinggung lalu mengancam akan melaporkan kepada ayahandanya. Tak sedikitpun
Masyitoh merasa gentar mendengar hardikan puteri. Sehingga akhirnya, ia
dipanggil juga oleh Fir’aun.
Saat Masyitoh menghadap Fir’aun, pertanyaan pertama
yang diajukan kepadanya adalah : “Apa
betul kau telah mengucapkan kata-kata penghinaan terhadapku, sebagaimana
penuturan anakku. Dan siapakah Tuhan yang engkau sembah selama ini ?”
“Betul, Baginda
Raja yang lalim. Dan Tiada Tuhan selain Allah yang sesungguhnya menguasai
segala alam dan isinya.”jawab Masyitoh dengan berani.
Mendengar jawaban Masyitoh, Fir’aun menjadi teramat
marah, sehingga memerintahkan pengawalnya untuk memanaskan minyak sekuali
besar. Dan saat minyak itu mendidih, pengawal kerajaan memanggil orang ramai
untuk menyaksikan hukuman yang telah dijatuhkan pada Masyitah. Sekali lagi
Masyitoh dipanggil dan dipersilahkan untuk memilih : “jika ingin selamat bersama kedua anaknya, Masyitoh harus mengingkari
Allah. Masyitoh harus mengaku bahwa Fir’aun adalah Tuhan yang patut disembah.
Jika Masyitoh tetap tak mau mengakui Fir’aun sebagai Tuhannya, Masyitoh akan
dimasukkan ke dalam kuali, lengkap bersama kedua anak-anaknya.”
Masyitoh tetap pada pendiriannya untuk beriman
kepada Allah SWT. Masyitoh kemudian membawa kedua anaknya menuju ke atas kuali
tersebut. Ia sempat ragu ketika memandang anaknya yang berada dalam pelukan,
tengah asyik menyusu. Karena takdir Tuhan, anak yang masih kecil itu dapat
berkata, “Jangan takut dan sangsi, wahai
Ibuku. Karena kematian kita akan mendapat ganjaran dari Allah SWT. Dan pintu
surga akan terbuka menanti kedatangan kita.”
Masyitoh dan anak-anaknyapun terjun ke dalam kuali
berisikan minyak mendidih itu. Tanpa tangis, tanpa takut dan tak keluar jeritan
dari mulutnya. Saat itupun terjadi keanehan. Tiba-tiba, tercium wangi semerbak
harum dari kuali berisi minyak mendidih itu.
Siti Asiah yang menyaksikan kejadian itu, melaknat
Fir’aun dengan kata-kata yang pedas. Ia pun menyatakan tak sudi lagi
diperisteri oleh Fir’aun, dan lebih memilih keadaan mati seperti Masyitoh.
Mendengar ucapan Isterinya, Fir’aun menjadi marah
dan menganggap bahwa Siti Asiah telah gila. Fir’aun kemudian telah menyiksa
Siti Asiah, tak memberikan makan dan minum, sehingga Siti Asiah meninggal
dunia.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Siti Asiah
sempat berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya :
“Dan Allah
membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia
berkata : Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan
selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum
yang zalim.(Q.S. At-Tahrim [66] : 11)
E. Masalah
Tauhid
Tauhid mempunyai beberapa pembahasan diantaranya ada 6
yakni:
1. Iman kepada Allah, tauhid kepada-Nya, dan ikhlash
beribadah hanya untuk-Nya tanpa sekutu apapun bentuknya.
2. Iman kepada rasul-rasul Allah para pembawa petunjuk
ilahi, mengetahui sifat-sifat yang wajib dan pasti ada pada mereka seperti
jujur dan amanah, mengetahui sifat-sifat yang mustahil ada pada mereka seperti
dusta dan khianat, mengetahui mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan mereka, khususnya
mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan Nabi Muhammad saw.
3. Iman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah
kepada para nabi dan rasul sebagai petunjuk bagi hamba-hamba-Nya sepanjang
sejarah manusia yang panjang.
4. Iman kepada malaikat, tugas-tugas yang mereka
laksanakan, dan hubungan mereka dengan manusia di dunia dan akhirat.
5. Iman kepada hari akhir, apa saja yang dipersiapkan
Allah sebagai balasan bagi orang-orang mukmin (surga) maupun orang-orang kafir
(neraka).
6. Iman kepada takdir Allah yang Maha Bijaksana yang
mengatur dengan takdir-Nya semua yang ada di alam semesta ini.
Allah swt berfirman:
“آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ
وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
Artinya: “Rasul telah
beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.” (QS: Al-Baqarah: 285)
Rasulullah saw. ditanya tentang iman, lalu beliau pun menjawab;
أنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
Artinya: “Iman adalah engkau membenarkan dan meyakini Allah, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan taqdir baik maupun buruk.”
(HR. Muslim).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita
simpulkan bahwa tauhid merupakan inti pokok agama islam sebagai pengakuan umat
islam terhadap pencipta yang mutlak dan tidak ada yang dituju selainya.Untuk
itu dalam firman Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW dikatakan :
“orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman(syirik),
mereka itulah oarng yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS.
Al-An-nam:82)
Rosullullah bersabda,
“Allah
ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku dengan
membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak
menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh
jagad itu pula,”
(HR.Tirmidzi 3540)
B. SARAN
Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan
ini kita dapat mengambil hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat
islam dan merupakan faktor terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada
umat ini.. Untuk itu, kita sebagai generasi penerus
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka Al
Husna Baru Jakarta, 2003)
Rozak,
Abdul dan Rosihon Anwar. 2000. Ilmu Kalam.
Bandung: Pustaka Setia.
Ahmad,
Muhammad. 1998.Tauhid
Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Departemen
Agama Republik Indonesia, Op. Cit., h.
Abdul Latief, M. Alu, DR. Abdul Aziz. 1998 Pelajaran Tauhid
Untuk Tingkat Lanjutan, Jakarta: Darul Haq.
Syalabi, Ahmad. 1995.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 2,
Cet-3 : PT. Al-Husna
Zikra. Jakarta
Zahra Imam Muhammad Abu. Aliran Politik dan Akidah .1996.
Logos. Jakarta
Selatan.
No comments:
Post a Comment