Tugas Kuliah Pengelolaan
Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran Sungai
Jenis dan
Klasifikasi Daerah Aliran Sungai (DAS)
Di Sumatera Utara
OLEH : FAISAL EFENDI
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun makalah yang ditulis berjudul“Jenis dan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di
Sumatera Utara” Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dosen Pembimbing mata kuliah Optimasi Pengelolaan Hasil Hutan yaitu IbuRahmawaty S,Hut., M. Si., Ph. D karena
telah membimbing kami dalam mata kuliah Pengelolaan Ekosistem
Hutan dan Daerah Aliran Sungai
Penulis juga menyadari
sangat banyak kekurangan-kekurangan di dalam penulisan laporan ini terlepas
bahwa sebagai manusia penulis juga bukanlah mahkluk Tuhan yang sempurna. Untuk
itu penulis juga menerima saran dan kritik yang membangun dalam penulisan
laporan selanjutnya.
Akhir kata penulis
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu.
Medan, Maret
2015
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
KATA
PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR
ISI..................................................................................................
ii
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang.....................................................................................
1
1.2
Tujuan................................................................................................... 2
II.
ISI
2.1 Defenisi Daerah Aliran Sungai............................................................. 3
2.1 Defenisi Daerah Aliran Sungai............................................................. 3
2.2
Macam Pembagian Daerah Aliran
Sungai............................................
4
2.3 Daerah
Aliran Sungai (DAS) Prioritas............................................... 7
2.4 Daerah Aliran Sungai (DAS) Di Sumatera Utara................................ 10
2.5 Pengelolaan Daerah Aliran sungai (DAS)............................................
12
2.6 Pelaksanaan Pengelolaan DAS.............................................................
17
III. PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................. 20
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................
21
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Sudah sejak lama, kondisi daerah aliran sungai (DAS)
di Indonesia teridentifikasi mengalami degradasi yang menyebabkan terjadinya
bahaya erosi, sedimentasi, banjir dan tanah longsor. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, pada tahun 1976, dimulai upaya penanggulangan bencana
tersebut secara intensif pada skala nasional melalui program Inpres/Instruksi
Presiden reboisasi dan penghijauan. Namun demikian permasalahan tersebut terus
benlanjut, malahan belakangan ini semakin luas sebarannya dan semakin sering
frekwensi terjadinya. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pengelolaan DAS belum
mampu mengatasi permasalahan dari dampak negatif pembangunan dalam suatu DAS.
Pengertian
DAS yang banyak dikenal pada bidang kehutanan, adalah wilayah/daerah yang
dibatasi oleh topografi alami yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga
semua air yang jatuh pada daerah tersebut akan keluar dari satu sungai utama. DAS mempunyai karakteristik yang spesifik
serta berkaitan erat dengan unsur utamanya seperti masyarakat yang berdomisili
disepanjang bantaran sungai. Karakteristik DAS tersebut dalam merespon
masyarakat di tempat tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap kepastian hukum
yang berlaku.Sedangkan pengelolaan DAS diartikan sebagai upaya
manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam
dengan manusia dan segala aktifitasnya sehingga terjadi keserasian ekosistem
serta dapat meningkatkan kemanfaatan bagi manusia..
Kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia dari tahun ke tahun
semakin memprihatinkan. Hal itu seiring dengan dengan bertambahnya luas
kerusakan hutan akibat degradasi lahan dan air di dalam DAS. Penetapan DAS
Prioritas di Indonesia oleh pemerintah menjadi suatu dasar dari pengelolaan DAS
tersebut. Upaya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) menempati posisi
strategi dalam pengelolaan sumber daya alam untuk mendukung pembangunan
nasional yang berkelanjutan.
Permasalahan dalam pengeloaan ekosistem DAS timbul
karena pemanfaatan sumberdaya dalam DAS melebihi kamampuan daya dukungnya. Hal
ini akibat dari pertambahan jumlah penduduk, perubahan taraf hidup
(kesejahteraan), tatanan sosial, politik, hukum, dll. Untuk itu Pengelolan
Daerah Aliran Sungai (DAS) harus didasarkan pada prinsip pengelolaan sumberdaya
alam yang lestari dalam suatu ekosistem DAS. Di sisi lain, Pengelolaan
ekosistem DAS merupakan bagian dari pembangunan wilayah (Departemen Kehutanan
2001). Pembangunan wilayah menuntut kerterpaduan hulu-hilir, subsistem dengan
sub sistem lainnya, sektor, stakeholders atau pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat
diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu
dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah
pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi
perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah
hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi
debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya.
Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan
terhadap keseluruhan DAS.
Aliran Sungai (DAS) di Indonesia ini
merupakan perwujudan dari amanah Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 2008
tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008 – 2009 dimana salah satu programnya
adalah Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan sasarannya adalah
mengurangi banjir, longsor, kekeringan dan pencemaran air. Walaupun penyusunan
Kerangka Kerja Pengelolaan DAS dalam Inpres tersebut penanggungjawabnya Menteri
Kehutanan RI, tetapi dalam penyusunannya Departemen Kehutanan melibatkan para
pemangku kepentingan Pengelolaan DAS, baik dari sektor pemerintahan maupun
pemangku kepentingan lainnya yang Saling berkaitan satu dengan yang
lainnya sesuaia dengan tujuannya.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui jenis-jenis dan
klasifikasi DAS di indonesia
khususnya di Provinsi Sumatera Utara
2.
Untuk mengetahui fungsi serta
pengelolaan DAS di Sumatera Utara
BAB II
ISI
1. Definisi DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan
sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air). Berdasarkan pengertian dari definisi tersebut maka DAS
merupakan suatu wilayah daratan atau lahan yang mempunyai komponen topografi,
batuan, tanah, vegetasi, air, sungai, iklim, hewan, manusia dan aktivitasnya
yang berada pada, di bawah, dan di atas tanah
Gambar 1. DAS
Sub
DAS = suatu wilayah kesatuan ekosistem yang
terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui cabang aliran
sungai yang membentuk bagian wilayah DAS.(2)
Sub-sub
DAS = suatu wilayah kesatuan ekosistem yang
terbentuk secara alamiah, dimana air hujan meresap atau mengalir melalui
ranting aliran sungai yang membentuk bagian dari Sub DAS.
2. Macam Pembagian Daerah
Aliran Sungai
Aliran
sungai dimulai dari daerah yang lebih tinggi di kawasan pegunungan atau
perbukitan dan berakhir di kawasan pesisir atau tepi pantai. Daerah tempat
aliran sungai berawal disebut sebagai daerah hulu sungai, dan daerah tempat
aliran sungai berakhir disebut sebagai daerah hilir. Di antara kedua daerah
tersebut terdapat daerah pertengahan yang merupakan daerah transisi. Jadi,
dalam kondisi ideal, daerah aliran sungai dapat dibedakan menjadi kawasan hulu,
kawasan hilir dan daerah pertengahan..
Bagian hilir didasarkan
pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat
bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan
kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait
untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.
Sungai di Daerah Hulu
Daerah
hulu adalah daerah awal aliran sungai, dan berada di daerah pegunungan atau
perbukitan. bagian hulu didasarkan pada fungsi
konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak
terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan
vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah
hujan.
Sungai-sungai di daerah hulu dapat memiliki
ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
- Memiliki lembah sungai berbentuk
“V”.
- Debit airnya relatif kecil dan
sangat dipengaruhi oleh curah hujan.
- Kondisi dasar sungai
berbatu-batu.
- Erosi oleh aliran air sungai
terutama terjadi ke arah vertikal (aliran air sungai mengerosi dasar
sungai).
- Aliran sungai mengalir di atas batuan
induk (country rocks).
- Aliran sungai mengerosi batuan
induk.
- Aliran sungai cenderung relatif
lurus.
- Tidak pernah terjadi banjir
(air sungai yang meluap) karena air segera mengalir ke hilir.
Bagian Tengah
Bagian tengah didasarkan pada
fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi
kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari
kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air
tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai,
waduk, dan danau.
Sungai di Daerah Hilir
Daerah
hilir adalah daerah akhir aliran sungai, dan di dataran rendah tepi pantai.bagian
hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan
manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui
kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan,
dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah Sungai-sungai di daerah hilir dapat memiliki
ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
- Memiliki lembah sungai
berbentuk “U”.
- Aliran air permanen meskipun
debit aliran sungai dapat dipengaruhi oleh curah hujan (musim).
- Di dalam alur sungai cenderung
terjadi pengendapan, dan aliran air sungai mengalir di atas endapannya
sendiri.
- Mendapat air dari alur yang
berasal dari daerah hulu, dan kondisi debit dipengaruhi oleh kondisi
daerah hulu.
- Dapat terjadi banjir bila debit
air yang datang dari daerah hulu melebihi daya tampung saluran sungai yang
ada di daerah hilir.
- Daerah genangan air sungai
ketika banjir dikenal sebagai daerah dataran banjir, dan di dataran ini
muatan yang dibawa oleh air sungai ketika banjir sebagian diendapkan.
- Aliran sungai cenderung
berkelok-kelok membentuk pola aliran sungai yang dikenal sebagai meander.
- Sungai cenderung mengerosi ke
arah lateral (mengerosi tebing sungai).
Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang
mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu
konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang
terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi
yangdiperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Bentuk
DAS secara kuantitatif dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai nisbah
memanjang ('elongation ratio'/Re) dan kebulatan ('circularity ratio'/Rc).
Morfometri DAS
Morfometri
DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait dengan aspek
geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait denganproses pengatusan
(drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parametertersebut adalah luas
DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, polaaliran, dan gradien
kecuraman sungai.
Luas DAS
Luas
DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai. Luas
daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut padapeta
topografi
Tata Air DAS
Tata Air DAS adalah
hubungan, kesatuan individual unsur-unsur hidrologisyang meliputi hujan, aliran
permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliranair tanah dan evapotranspirasi
dan unsur lainnya yang mempengaruhineraca air suatu
3.
Daerah Aliran
Sungai (DAS) Prioritas
DAS prioritas mulai ditetapkan pertama kali
pada tahun 1984 berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum,
Menteri Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984
dan PU.124/KPTS/1984 Tahun 1984 tanggal 4 April 1984 tentang PENANGANAN
KONSERVASI TANAH DALAM RANGKA PENGAMANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PRIORITAS. Dasar
pertimbangan SKB tersebut adalah bahwa upaya penyelamatan hutan tanah dan
sumber-sumber air adalah tanggung jawab bersama baik masyarakat pada umumnyamaupun
instansi Pemerintah pada khususnya agar hutan, tanah dan sumber-sumber air
dapat diselamatkan secara terarah, terpadu, terorganisir dan saling
mendukung.Kegiatan konservasi tanah, baik yang berupa kegiatan pengendalian
erosi banjir, pengaturan pemanfaatan air, peningkatan daya guna, lahan produksi
dan pendapatan petani, peningkatan peran serta masyarakat harus terpadu dan
mendukung serta mengamankan pembangunan prasarana dan bangunan- bangunan
pengairan. Selanjutnya dalam Lampiran I SKB tersebut ditetapkan 22 DAS
Prioritas di Indonesia.
1. DAS Brantas
2. DAS Sampean
3. DAS Solo (Bengawan Solo)
4. DAS Jratunseluna (Jragung-Tuntang-Serang-Lusi-Juana)
5. DAS Serayu-Luk Ulo (Kedu Selatan-Serayu)
6. DAS Pemali
7. DAS Ci Manuk
8. DAS Ci Tarum
9. DAS Citanduy-Ci Sanggarung
10. DAS Comal
11. DAS Ci Liwung-Ci Sadane
12. DAS Ci Ujung-Teluk Lada
13. DAS Way Sekampung-Way Seputih-Way Rarem
14. Sei Ular
16. DAS Jeneberang
17. DAS Saddang
18. DAS Bila Wolanae (Danau Tempe)
19. DAS Riam Kanan
20. DAS Asahan Berumun
21. DAS Indragiri-Rokan (Batang Kuantan)
22. DAS Palu (Gumbosia)
3. DAS Solo (Bengawan Solo)
4. DAS Jratunseluna (Jragung-Tuntang-Serang-Lusi-Juana)
5. DAS Serayu-Luk Ulo (Kedu Selatan-Serayu)
6. DAS Pemali
7. DAS Ci Manuk
8. DAS Ci Tarum
9. DAS Citanduy-Ci Sanggarung
10. DAS Comal
11. DAS Ci Liwung-Ci Sadane
12. DAS Ci Ujung-Teluk Lada
13. DAS Way Sekampung-Way Seputih-Way Rarem
14. Sei Ular
16. DAS Jeneberang
17. DAS Saddang
18. DAS Bila Wolanae (Danau Tempe)
19. DAS Riam Kanan
20. DAS Asahan Berumun
21. DAS Indragiri-Rokan (Batang Kuantan)
22. DAS Palu (Gumbosia)
. DAS prioritas mulai diurutkan sebagai
arahan/acuan dalam upaya penetapan skala prioritas kegiatan Rehabilitasi Lahan
dan Konservasi Tanah, termasuk di dalamnya penyelenggaraan reboisasi dan
penghijauan terutama untuk Tahun Anggaran 1999/2000. Penetapan itu dilakukan
pada tahun 1999 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
Nomor 284/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 Tahun 1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang
PENETAPAN URUTAN PRIORITAS DAERAH ALIRAN SUNGAI. Dasar pertimbangannya adalah
selain upaya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) menempati posisi strategi
dalam pengelolaan sumber daya alam untuk mendukung pembangunan nasional yang
berkelanjutan, juga adanya keterbatasan sumber daya alam dan sumber dana
pembangunan serta keragaan derajat mendesaknya permasalahan dalam pengelolaan
DAS di Indonesia. Oleh karena itu urutan prioritas DAS disusun berdasarkan
sistem skoring seperti luasnya lahan kritis, tingginya erosi sedimentasi, tekanan
penduduk yang besar, pengamanan bendungan vital, daerah miskin dan desa
tertinggal (IDT), rawan banjir, daerah tangkapan air (DTA) bawah tanah,
pengamanan hutan lindung. Dalam Lampiran SK tersebut dirinci sebanyak 472 DAS
di Indonesia yang tergolong DAS prioritas dengan rincian 62
DAS Prioritas 1, 232 DAS Prioritas 2 dan 178 DAS Prioritas 3.
Berikut ini beberapa DAS yang ditetapkan sebagai prioritas tahun 1984 yang tergolong DAS Prioritas 1 adalah DAS Krueng Aceh DAS Asahan di Sumatera Utara; DAS Indragiri, DAS Rokan dan DAS (Batang) Kuantan di Riau dan Sumatera Barat; DAS Way Sekampung dan DAS Way Seputih di Lampung; DAS Ci Manuk, DAS Ci Tarum, DAS Citanduy, DAS Ci Liwung, DAS Ci Ujung di Jawa Barat; DAS Serayu di Jawa Tengah; DAS Brantas dan DAS Sampean di Jawa Timur; DAS Jeneberang (Klara),DAS Saddang, DAS Bila, DAS Wolanae di Sulawesi Selatan; DAS Palu di Sulawesi Tengah. DAS Prioritas 2 antara lain DAS Krueng Passe di Aceh; DAS Berumun dan DAS Wampu di Sumatera Utara; DAS Ci Sadane dan Ci Sanggarung di Jawa Barat; DAS, Bengawan Solo, DAS Pemali, DAS Comal, DAS Jragung, DAS Tuntang, DAS Serang-Lusi, DAS Juana, DAS Luk Ulo di Jawa Tengah;
Berikut ini beberapa DAS yang ditetapkan sebagai prioritas tahun 1984 yang tergolong DAS Prioritas 1 adalah DAS Krueng Aceh DAS Asahan di Sumatera Utara; DAS Indragiri, DAS Rokan dan DAS (Batang) Kuantan di Riau dan Sumatera Barat; DAS Way Sekampung dan DAS Way Seputih di Lampung; DAS Ci Manuk, DAS Ci Tarum, DAS Citanduy, DAS Ci Liwung, DAS Ci Ujung di Jawa Barat; DAS Serayu di Jawa Tengah; DAS Brantas dan DAS Sampean di Jawa Timur; DAS Jeneberang (Klara),DAS Saddang, DAS Bila, DAS Wolanae di Sulawesi Selatan; DAS Palu di Sulawesi Tengah. DAS Prioritas 2 antara lain DAS Krueng Passe di Aceh; DAS Berumun dan DAS Wampu di Sumatera Utara; DAS Ci Sadane dan Ci Sanggarung di Jawa Barat; DAS, Bengawan Solo, DAS Pemali, DAS Comal, DAS Jragung, DAS Tuntang, DAS Serang-Lusi, DAS Juana, DAS Luk Ulo di Jawa Tengah;
Jumlah DAS prioritas berubah pada periode berikutnya berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 328/Menhut-II/2009 Tahun
2009 tanggal 12 Juni 2000 tentang PENETAPAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
PRIORITAS DALAM RANGKA RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) TAHUN
2010-2014. Dasar pertimbangan SK tersebut adalah bahwa Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan dan adanya aset
yang perlu diselamatkan serta keragaan derajat mendesaknya permasalahan dalam pengelolaan DAS dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2010 – 2014 sebagai arahan/acuan bagi instansi/ dinas terkait dalam upaya penetapan skala prioritas kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, termasuk di dalamnya penyelenggaraan reboisasi, penghijauan, dan konservasi tanah dan air, baik vegetatif, agronomis, struktural, maupun manajemen. Selanjutnya dalam Lampiran SK tersebut ditetapkan 108 DAS Prioritas di Indonesia
yang perlu diselamatkan serta keragaan derajat mendesaknya permasalahan dalam pengelolaan DAS dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2010 – 2014 sebagai arahan/acuan bagi instansi/ dinas terkait dalam upaya penetapan skala prioritas kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, termasuk di dalamnya penyelenggaraan reboisasi, penghijauan, dan konservasi tanah dan air, baik vegetatif, agronomis, struktural, maupun manajemen. Selanjutnya dalam Lampiran SK tersebut ditetapkan 108 DAS Prioritas di Indonesia
Definisi
Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas
BerdasarkanKERANGKA KERJA
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DI INDONESIA AMANAH INSTRUKSI
PRESIDEN NO. 5 TAHUN 2008 TENTANG FOKUS PROGRAM EKONOMI TAHUN 2008-2009.
Indikator kuncidan indikator lainnya (lahan, sosek dan kelembagaan) yang
sudahditetapkanmaka diketahui tingkatkerusakan DAS yang kemudian perlu
ditetapkan prioritas penanganannya.DAS Prioritas Iadalah DAS-DAS yang prioritas
pengelolaannya paling tinggi karena menunjukkan kondisi dan permasalahan
biofisik dan sosek DAS paling “kritis” atau “tidak sehat”. Prioritas II adalah
DAS-DAS yang prioritas pengelolaannya sedang, sedangkan DAS prioritas III dianggap
kurang prioritas untuk ditangani karena kondisi biofisik dan soseknya masih relatif
baik (tidak kritis) atau DAS tersebut dianggap masih “sehat
Dan berdasarkan INSTRUKSI
PRESIDEN NO. 5 tersebut dapat diketahui
bahwa Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnyapenutupan
vegetasipermanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS
dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnyafrekuensibanjir, erosi
danpenyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Sampai
dengan tahun 2007 penutupan hutan di Indonesia sekitar 50%luas daratan dan
ada kecenderungan luasan areal tutupan hutan terus menurun dengan
rata-rata laju deforestasi tahun 2000-2005 sekitar 1,089 juta haper
tahun.Sedangkan lahan kritis dan sangat kritis masih tetap luas yaitu sekitar30.2
juta ha(terdiri dari23,3 juta ha sangat kritis dan 6,9 juta
ha kritis), erosi dari daerah pertanian lahan kering yang padat
penduduk tetap tinggi melebihi yang dapat ditoleransi (15ton/ha/th)
sehingga fungsi DAS dalam mengatur siklus hidrologi menjadi menurun.
Tingkat kekritisan DAS sangat
berkaitan dengan tingkat sosial ekonomimasyarakat petani di daerah tengah
hingga hulu DAS terutama jika kawasan hutan dalam DAS tidak luas
seperti DAS-DAS di pulau Jawa dan Bali Tingkat kesadaran dan Kemampuan ekonomi
masyarakat petani yang rendah akan mendahulukan kebutuhan primer dan
sekunder (sandang, pangan, dan papan) bukan kepedulian terhadap lingkungan sehingga
sering terjadi perambahan hutan di daerah hulu DAS,penebangan liardan
praktik-praktik pertanian lahan kering di perbukitan.
4.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Di Sumatera Utara
Bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas I yang wilayah
administrasinya melintasi Provinsi Sumatera Utara sebanyak 15 (limabelas) DAS
yaitu DAS Deli, Wampu, Padang, Batang Serangan, Ular, Besitang, Belawan,
Singkil, Percut, Asahan Toba, Susua, Batang Gadis, Muzoi, dan Oyo perlu
dilakukan pengelolaan secara terpadu dan terkoordinasi; ;
Posisi kawasan hutan dalam DAS
Daerah Aliran Sungai adalah suatu daratan yang merupakan suatu kesatuan
ekosistem dengan sungai dan anak sungai yang melalui daerah tersebut yang
fungsinya untuk menampung air yang berasal dari hujan dan sumber-sumber air lainnya,
penyimpanan serta pengalirannya bermuara ke laut secara alamiah untuk
kelestarian daerah tersebut. Luas dan penyebaran daerah aliran sungai (DAS) di
Provinsi Sumatera Utara . Berdasarkan data (Dishut,2006) yang ada tersebut diketahui bahwa luas total
daerah aliran sungai (DAS) pada wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah
7.526.998,47 hektar yang terdiri dari DAS di dalam kawasan hutan seluas
3.854.888,39 hektar dan DAS di luar kawasan hutan (APL) seluas 3.672.110,08
hektar
Salah Satu kasus rusaknya Daerah
aliran Sungai (DAS) prioritas 1 di
Provinsi Sumatera Utara Adalah Sungai Deli. Sungai
Deli merupakan sungai yang memiliki panjang 71,91 Kilometer dengan luas 48,162
hektar dan lebar 5,58 yang melintasi tiga kabupat/Kota yang ada di daerah
Sumatera Utara yakni Berhulu dari Kabupaten Tanah Karo, Kabupaten Deli Serdang,
dan berakhir dimuara Belawan Kota Medan.5 Kondisi bantaran Sungai Deli pada
saat sekarang ini sangat memperhatinkan, hal ini dapat dilihat dari beberapa
permasalahan yang dihadapi oleh Sungai Deli tersebut. Bantaran Sungai Deli
mengalami problem sosial akibat masyarakat yang menempati bantaran sungai. dan
terjadi Erosi akibat Krisis Penghijauan Daerah Aliran Sungai ( DAS ).6 Selain
berdampak terhadap lingkungan, akibat yang ditimbulkan oleh masyarakat di
bantaran Sungai Deli tersebut akan mengakibatkan rusaknya kualitas fungsi pada
sungai Deli itu sendiri. Dalam hal ini jalur hijau Sungai Deli dari 3 (tiga)
Kabupaten dan Kota yang dilewatinya. Pada Kabupaten Tanah Karo dan Deli Serdang
masyarakt bantaran Sungai Deli pada Tingkat hampir tidak ada, sedangkan pada
pada Kota Medan berada pada pelanggaran serta mengakibatkan pada tingkat
pencemaran berat. 7 Dan beberapa permasalahan lain yang tampak dan dapat
merusak Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Deli seperti Pembangunan
bangunan-bangunan.
Gambar 2. Daerah
Aliran Sungai (DAS) Prioritas 1 Prov. Sumatera Utara
5. Pengelolaan Daerah Aliran sungai (DAS)
Konsep
pengelolaan DAS di Indonesia sebenarnya telah dikenalkan sejak jaman Belanda, khususnya
dalam praktek pengelolaan hutan, dimana pembagian-pembagian daerah hutan diatur
berdasarkan satuan DAS. Pada tahun 1961 diadakan gerakan penghijauan secara
massal dalam bentuk Pekan Penghijauan I di Gunung Mas, Puncak. Bogor
Pengertian pengelolaan DAS yaitu merupakan suatu kegiatan
menggunakan semua sumber daya alam/biofisik yang ada, sosial-ekonomi secara
rasional untuk menghasilkan produksi yang optimum dalam waktu yang tidak
terbatas (sustainable), menekan bahaya kerusakan seminimal mungkin dengan hasil
akhir kuantitas dan kualitas air yang memenuhi persyaratan (N. 2000).
Tujuan
pengelolaan DAS adalah Sustainable Watershed Development dengan memanfaatkan
sumber daya alam didalam DAS secara berkelanjutan dan tidak membahayakan
lingkungan di sekitarnya. Praktek pengelolaan DAS adalah suatu kegiatan
perubahan / upaya pengelolaan dalam penggunaan lahan, seperti : penutup tanaman
dan kegiatan nonstruktur lainnya serta kegiatan struktur yang dilakukan di
dalam DAS untuk mencapai suatu tujuan. Konsep dasar pengelolaan DAS adalah
bahwa keberhasilan pengelolaan akan terwujud bila seluruh pengambil kebijakan
seperti : pemerintah, badan pemerintahan negara dan internasional, lembaga
keuangan dan masyarakat sendiri ikut berperanan secara aktip mengelola DAS
untuk memperbaiki kesejahteraan dan sosial ekonomi negara dan manusia. Setiap
kegiatan pengelolaan dilakukan berdasarkan pendekatan secara komprehensif oleh
semua pihak terkait dengan menggali semua kemampuan potensialnya seperti :
pendistribusian makanan yang merata, luas lahan, produksi kayu dan bahan bakar,
sistem hidrologi, penyediaan air irigasi, mengurangi kemungkinan banjir,
kekeringan dan bahaya alam lainnya seperti erosi, penggaraman dan penggurunan.
Juga kebutuhan akan infrastruktur (sarana dan prasarana), pemasaran dan proses
perbaikan kondisi masyarakat dan lingkungan sosial-ekonomi seperti : fasilitas
kridit, koperasi, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau.
Konsep
strategi pengelolaan DAS sudah dikenal dibanyak negara maju dan negara
berkembang (Philipina, Cina. Jepang dll). Pengelolaan DAS seperti di Indonesia,
negara-negara di Afrika dan Amerika Latin dan dinegara Asia lainnya, belum
dapat diharapkan hasilnya karena belum adanya kerangka kerja pengelolaan DAS
nasional yang benar, sehingga disana-sini timbul masalah kerusakan DAS. Akibat
pengelolaan sumber DAS yang buruk dimasa lalu dan sekarang ternyata telah
mengurangi secara berarti kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan disuatu
negara/daerah.
Pengelolaan DAS diatur dalam
beberapa peraturan antara lain:
1. Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor : P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Pengelolaan DAS Terpadu
2. Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK. 328/Menhut II/ 2009 tentang Penetapan
Daerah Aliran Sungai ( DAS ) Prioritas dalam rangka Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Tahun 2010-2014
3. Peraturan
Direktur Jenderal RLPS Nomor : P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan
Evaluasi DAS
4. Lampiran
Peraturan Direktur Jenderal RLPS Nomor: P.04/V-SET/ 2009 tentang Pedoman
Monitoring dan Evaluasi DAS.
5. Kerangka
Kerja Pengelolaan DAS di Indonesia sebagai amanah Inpres Nomor: 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi
Tahun 2008- 2009
Upaya
pengelolaan DAS terpadu pertama kali dilaksanakan di DAS Citanduy (1981) dengan
kegiatan yang bersifat lintas sektoral dan lintas disiplin. Kemudian
dikembangkan di DAS Brantas, Jratun Seluna. Proyek-proyek pengelolaan DAS pada
saat itu lebih menekankan pada pembangunan infrastruktur fisik kegiatan
konservasi lahan untuk mencegah banjir dan erosi yang hampir seluruhnya
dibiayai oleh pemerintah dan bantuan asing. Namun walau upaya pengelolaan DAS
yang sudah cukup lama dilakukan, ternyata karena kompleksitas masalah, hasilnya
belum memadai, terutama yang berkaitan dengan pembangunan SDM dan kelembagaan
masyarakat. Selama ini terdapat beberapa kesalahan pembenaran (myth)
pengelolaan yang menyebabkan perbaikan kerusakan DAS seringkali tidak
memberikan hasil yang optimum dan malah memperparah keadaan.
Gambar
3. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang rusak akibat penambangan
Sebab-sebab
kerusakan DAS antara lain timbul akibat :
a. Perencanaan
penggunaan lahan dan praktek pengelolaan yang tidak sesuai,
b. Pertambahan jumlah
penduduk baik secara alami maupun buatan,
c. Kemiskinan dan
kemerosotan ekonomi akibat keterbatasan sumber daya
manusia, sumber alam dan mata pencaharian,
d. Kelembagaan yang
ada kurang mendukung pelayanan kepada para petani di
hulu / hutan,
e. Kebijakan
perlindungan dan peraturan legislatip, tidak membatasi kepemilikan /
penggunaan lahan,
f. Ketidakpastian
penggunaan hak atas tanah secara de-fakto pada lahan hutan.
Kerusakan DAS terjadi
dibanyak tempat dengan kuantitas yang berbeda sehingga menimbulkan :
a. Penurunan
kapasitas produksi sumber lahan akibat erosi tanah dan timbulnya perubahan
kondisi hidrologi, biologi, kimia dan sifat fisik tanh,
b. Pengurangan
kualitas dan atau kuantitas air permukaan dan air tanah sehingga menambah
resiko kerusakan akibat banjir di hilir,
c. Pengurangan
kualitas dan atau kuantitas sumber biomassa alam dan
mengurangi perlindungan terhadap penutup permukaan
lahan oleh tanaman,
d. Penurunan genetik,
jenis dan keragaman ekosistim didalam dan diluar DAS,
e. Kerusakan
ekosistim terumbu karang di sekitar pesisir pantai.
Ciri-ciri
pengelolaan yang baik yaitu menghasilkan produktifitas yang tinggi dengan
meningkatnya : pendapatan; jumlah dan distribusi kualitas dan kuantitas yang
baik; mempunyai sifat lentur dan azaz pemerataan.
Indikator
pengelolaan DAS yang baik adalah produksi yang berkelanjutan; kerusakan lahan
dan air minimum; distribusi hasil air yang berkualitas dan berkuantitas baik;
teknologi yang dipakai dapat diterima; dan mensejahterakan seluruh masyarakat
yang terkait. Untuk menghasilkan tujuan tsb diperlukan teknologi pengelolaan
DAS untuk mengurangi bahaya banjir dan erosi dimusin hujan dan menaikan debit
air sungai pada waktu musim kering. Model-model simulasi hidrologi digunakan
untuk mendapatkan perubahan tsb berdasarkan teknologi konservasi tanah berupa :
cara agronomi; vegetatip; mekanis; dan manajemen. Keberhasilan pengelolaan DAS
bukan hanya semata dari tujuan, namun yang penting adalah bagaimana cara
mencapai tujuan tsb. Untuk itu diperlukan suatu “usaha/strategi pengelolaan DAS
secara berkelanjutan”.
Prinsip pengelolaan
DAS diidentifikasikan oleh Black (1970), yaitu :
1. Ekologi alami DAS merupakan suatu sistim dan
keseimbangan yang dinamis,
2. Mempunyai faktor-faktor yang mempengaruhi run-off,
3. Distribusi air tidak merata dalam siklus hidrologi,
sehubungan dengan praktek pengelolaan DAS.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring
adalah suatu kegiatan penilaian yang dilakukan secara terus-menerus pada suatu
kegiatan proyek pengelolaan DAS dalam hubungannya dengan rencana kerja
pelaksanaan dan penggunaan masukan proyek berdasarkan target jumlah sehubungan
dengan harapan perencanaan, jadi merupakan kegiatan proyek secara internal dan
merupakan bagian penting dari praktek pengelolaan yang baik, karena itu
merupakan bagian terintergrasi dari pengelolaan DAS sehari-hari
(W.B/IFAD/FAO-1987). Monitoring juga merupakan suatu kegiatan pengawasan yang
dilakukan terus menerus atau secara periodik dari suatu pelaksanaan kegiatan
pengelolaan dalam menjamin masukan yang diberikan, rencana kerja, keluaran yang
ditargetkan dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan lainnya, jadi monitoring merupakan
cara kerja yang sesuai dengan perencanaan (UN, 1984). Maksud dari monitoring
adalah untuk mencapai kinerja proyek pengelolaan DAS yang efektif berdasarkan
ketentuan peninjauan kembali kegiatan pengelolaan proyek pada semua tingkat
agar memungkinkan pengelola memperbaiki perencanaan operasionalnya menggunakan
kegiatan perbaikan secara cepat pada waktunya. Hal ini merupakan bagian dari
sistim informasi managemen yang terintegrasi.
Evaluasi
adalah suatu kegiatan penilaian secara periodik terhadap relevansi, kinerja,
efisiensi dan pengaruhnya terhadap proyek sehubungan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Kegiatan ini umumnya meliputi perbandingan antara informasi yang
dibutuhkan dari luar proyek pada suatu waktu, daerah dan populasi (WB/IFAD/FAO,
1987), atau evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan secara sistimatis dan
obyektif tentang : relevansi, efisiensi, efektifitas dan pengaruh kegiatan
sehubungan dengan tujuan yang ingin dicapai, jadi merupakan proses yang
berhubungan dengan pengorganisasian untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang
masih dalam proses serta untuk tujuan perencanaan pengelolaan yang akan datang,
penyusunan acara dan dalam membuat suatu keputusan.
6.
Pelaksanaan
Pengelolaan DAS
Banyak
kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan menata kembali kerusakan lahan
yang terjadi dan dilain pihak perlu melakukan pencegahan kerusakan dimasa
mendatang. Semua tujuan ini untuk membuat penggunaan lahan menjadi lebih baik
akibat keterbatasan lahan dan sumber air yang ada. Ada sejumlah pelaksanaan
pengelolaan DAS dapat digunakan dan dapat dikombinasikan satu dengan yang
lainnya. Ada tiga sasaran umum kegiatan pengelolaan DAS yaitu:
1. REHABILITASI
Memperbaiki
lahan pertanian/kehutanan akibat erosi dan sedimen yang berlebihan dan
bahan-bahan yang mudah larut yang tidak diperlukan akibat run-off dll. Metoda
rehabilitasi yang digunakan adalah metoda: tanah hutan, rangeland, tanah
pertanian dan saluran aliran. Rehabilitasi sering dibatasi untuk DAS kecil;
pengertian rehabilitasi sering digunakan untuk membatasi fungsi DAS yang
memerlukan penataan kembali.
2. PROTEKSI.
Perlindungan
tanah pertanian/kehutanan akibat pengaruh yang membahayakan produksi dan
kelestarian menggunakan metoda: tanah hutan, rangeland, pencegahan kebakaran,
pencegahan terhadap gangguan serangga/hama serta penyakit.
3. PENINGKATAN.
Peningkatan
sifat sumber air dilakukan dengan manipulasi ciri-ciri suatu DAS akibat
pengaruh hidrologi atau fungsi kualitas air. Tujuan penungkatan pengelolaan DAS
didasarkan pada pengakuan bahwa sistem tanah-tanaman yang alami tidak
memerlukan produksi air yang optimum. Ketergantungan pada tujuan pengelolaan
tanah tertentu, neraca air, cara hidup atau kualitas air dapat dirubah. Semua
praktek dan program peningkatan yang sekarang dilakukan (kuantitas air dan cara
hidup) dan program perlindungan serta perbaikan, bertujuan untuk mengontrol
atau menata kualitas air. Pelaksanaannya antara lain adalah:
·
Penebangan dan Perubahan Tanaman Umumnya
tanaman perlu ditebang agar: mempertahankan pertemuan permukaan pada tahun
pertama; menghindari gangguan pada proses hidrologi alami pada bidang pertemuan
tanah dan air.
·
DAS Perkotaan Untuk
menjaga sumber utama air di perkotaan, diperlukan pengelolaan pengaruh run-off
dari DAS sekitar hutan. Pengawasan rutin perlu untuk menjamin jalannya
peraturan bahwa air yang mengalir di saluran/sungai tidak digunakan untuk
rekreasi, penggunaan secara perseorangan, tempat pembuangan air kotor dan
limbah industri.
·
Memperbaiki Aliran Pembuatan
saluran, pemberantasan phreatophyte, kontrol erosi pada tepi sungai, program
jalan masuk aliran, drainase, perlindungan dan penataan kembali terhadap
perikanan, serta program pengalihan air perlu dilakukan. Banyak pekerjaan
saluran berjangka pendek memberikan keuntungan ekonomi kepada organisasi penyalur
tenaga kerja untuk menyalurkan pekerja dalam memelihara saluran yang
diperbaiki.
·
Modifikasi DAS Modifikasi
DAS dapat dilakukan dengan batasan adanya perubahan pada: besarnya kemiringan
tanah, gradient aliran, ukuran dan harus selalu memperhatikan perubahan pada
penutup tanaman yang juga dapat berpengaruh pada perubahan albedo .
Bentuk pengelolaan Daerah aliran Sungai DAS Prov.
Sumatera Utara
Salah
satu pengelolaan Daerah aliran sungai yang di lakukan Prov. Sumatera Utara
adalah dengan mengeluarkan PERDA TINGKAT 1 SUMUT
Nomor 4 tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat 1
Sumut. Bab VI Pasal 20, yaitu : a. Kawasan sempadan sungai meliputi kawasan
selebar 100 meter dikiri kanan sungai besar dan 50 m dianak sungai yang berada
diluar pemukiman b. Garis sempadan sungai dikawasan pemukiman harus cukup untuk
membangun jalan inspeksi yaitu antara 10-15 meter. Secara substansi banyak hal
yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Garis Sempadan
Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, (1) Penetapan garis
sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan 1. Sungai besar yaitu
sungai yang punya daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau
lebih. 2. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
seluas kurang dan 500 (lima ratus) Km2. (2) Penetapan garis sempadan sungai
tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar dilakukan ruas
peruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang
bersangkutan. (3) Garis Sempadan sungai yang tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan pada sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) m,
sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) m dihitung dari
tepi sungai pada waktu ditetapkan.
Kemudian dengan keluarkannya: KEPUTUSAN
GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 614/468 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ASAHAN – TOBA GUBERNUR SUMATERA UTARA : Bahwa
DAS Asahan – Toba sebagaimana tersebut pada huruf a dengan wilayah cakupan
meliputi lintas kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Karo, Dairi, Samosir, Humbang
Hasundutan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Asahan, Simalungun dan Kota Tanjung
Balai, merupakan DAS Prioritas I (Pertama) sehingga perlu pengelolaan secara
terpadu dan terkoordinasi; c. bahwa untuk mencapai maksud tersebut di atas,
maka perlu dibentuk Forum Pengelolaan Daerah Akan Sungai Asahan – Toba yang
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Sumatera Utara. 1. Undang-undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Merupakan sebagai suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami.
2. Bentuk
ekosistem DAS secara garis besar dibagi menjadi daerah hulu, daerah
tengah dan daerah hilir.
3. DAS
Prioritas 1 adalah DAS-DAS yang prioritas pengelolaannya paling tinggi karena
menunjukkan kondisi dan permasalahan biofisik dan sosek DAS paling
“kritis” atau “tidak sehat”. Prioritas II adalah DAS-DAS yang
prioritas pengelolaannya sedang, sedangkan DAS prioritas III dianggap
kurang prioritas untuk ditangani karena kondisi biofisik dan soseknya
masih relatif baik
4. Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas I yang
wilayah administrasinya melintasi Provinsi Sumatera Utara sebanyak 15
(limabelas) DAS yaitu DAS Deli, Wampu, Padang, Batang Serangan, Ular, Besitang,
Belawan, Singkil, Percut, Asahan Toba, Susua, Batang Gadis, Muzoi, dan Oyo
5. Pengelolaan DAS
yaitu merupakan suatu kegiatan menggunakan semua sumber daya alam/biofisik yang
ada, sosial-ekonomi secara rasional untuk menghasilkan produksi yang optimum
dalam waktu yang tidak terbatas (sustainable), menekan bahaya kerusakan
seminimal mungkin dengan hasil akhir kuantitas dan kualitas air yang memenuhi
persyaratan
DAFTAR PUSTAKA
Asdak C. 1995.
Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Effendi E. 2008.
Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. Jakarta: Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya
Air, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional.
Kartodihardjo, H,
Murtilaksono, M dan Sudadi, U, 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Konsep dan Pengantar
Analisis Kebijakan. Fakultas Kehutanan
Institur Pertanian Bogor.
Kartodihardjo, H,
2009. Startegi Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.
Makalah pada Pertemuan Forum DAS dan Pakar Tingkat Nasional “Strategi Nasional Pengelolaan DAS Terpadu”. Jakarta
10-11 Desember2009.
Pemerintah Republik
Indonesia. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Jakarta.
Sugiharto, 2006.
“Pembangunan dan Pengembangan Wilayah”, Cet. Ke-1. USU Press, Medan. hlm.34.
Sunarti. 2008.
Pengelolaan DAS berbasis Bioregion (Suatu Alternatif Menuju Pengelolaan Berkelanjutan). Jakarta:
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan
dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.
Undang-Undang RI. No.
41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Undang-Undang RI. No.
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional.
izin nimba ilmu plus copast nggeh...
ReplyDelete