Sejarah Turunnya al-Qur’an
oleh : Faisal Efendi
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami turunkan al-Quran dan sesunggunya kami senantiasa menjaganya”. Dalam firman ini Allah menggunakan kata “inna (kami)” bukan “ana (saya)”. Dalam redaksi yang semacam ini, dengan menggunakan “inna” biasanya dimaksudkan bahwa pekerjaan yang ada dilakukan oleh Allah dengan melibatkan pihak lain. Dalam konteks ini, pada saat menurunkan al-Quran Allah melibatkan Jibril. Kemudian dalam hal “menjaga al-Quran” tentu saja melibatkan kita semua, kaum muslimin.
Ada yang bertanya, bagaimana mungkin al-Quran itu adalah
benar-benar firman Allah, bahkan teks-nya benar-benar berasal dari Allah?
Bukankah Allah tidak sama dengan makhluk? Bukankah berarti firman yang asli tak
ada suara, tak ada huruf? Bagaimana Jibril menangkap semuanya? Apakah Jibril
yang membahasakan al-Quran?
Pertanyaan ini sekali lagi juga terasa dangkal. Betapa
sekarang kecanggihan teknologi seharusnya memudahkan kita untuk mempercayai
hal-hal yang ghaib, bukannya malah menyangsikannya. Ambil contoh mesin fax.
Kalau kita mengirim fax, apakah kertas dan tulisan yang kita masukkan ke mesin
fax yang kita punya kemudian melayang ke sana? Tidak kan? Lantas apa yang
menuju ke sana sehingga di mesin fax yang berada di tempat yang jauh itu
tiba-tiba keluar tulisan yang sama, persis dengan tulisan yang kita kirim?
Di sini ada teori energi dan materi. Energi adalah materi
yang mengembang, materi adalah energy yang memadat. Tulisan yang kita kirim
berubah menjadi energi, entah macam apa wujudnya ini, kan? Sangat abstrak dan
hanya bisa dijelaskan dengan teori, bahkan tentu saja tidak semua orang paham.
Kemudian ia memadat dan diterima kembali sebagai tulisan sebagaimana aslinya.
Nah, al-Quran kurang lebih demikian. Semua itu asli dari Allah. Dalam bentuk
energi, abstrak, tidak berhuruf, tidak bersuara, bahkan tidak semua orang juga
mengerti, kecuali mereka yang memahami teori kemahakuasaan Allah. Kemudian
ditransfer kepada Jibril, dan selanjutkan diteruskan kepada Nabi Muhammad SAW.
Al-Quran, Bebas dari Kritik Filologi
Untuk menguji kevalidan sebuah kitab suci, ada tiga pertanyaan kunci yang dilontarkan oleh para ahli filologi: (1) Siapa penerima pertama kitab suci itu? (2) Kapan kitab suci itu diturunkan? (3) Kapan kitab itu dituliskan? Ketiga pertanyaan ini adalah parameter ilmiah yang menjadi ukuran apakah sebuah kitab suci dapat dibenarkan atau tidak. Mari kita uji satu persatu kitab suci yang ada dengan ketiga pertanyaan ini.
Untuk menguji kevalidan sebuah kitab suci, ada tiga pertanyaan kunci yang dilontarkan oleh para ahli filologi: (1) Siapa penerima pertama kitab suci itu? (2) Kapan kitab suci itu diturunkan? (3) Kapan kitab itu dituliskan? Ketiga pertanyaan ini adalah parameter ilmiah yang menjadi ukuran apakah sebuah kitab suci dapat dibenarkan atau tidak. Mari kita uji satu persatu kitab suci yang ada dengan ketiga pertanyaan ini.
Pertama, Veda,
kitab suci umat Hindu. Para tokoh Budha tidak bisa menjelaskan siapa penerima
pertama kitab suci ini. Dalam konsep Hindu, wahyu Tuhan turun pada alam. Jadi
semesta ala mini penerima wahyu. Selanjutnya Veda ditemukan pertama kali 5000
SM. Jadi ketiga pertanyaan ini tidak mempu terjawab untuk kitab Veda. Jarak
antara Veda dengan masa ditemukannya juga sangat jauh yang tentu saja akan
semakin sulit, kalau malah tidak tak mungkin, untuk mengungkap data-data yang
berkaitan dengan Veda.
Kedua,
Tripitaka, kitab suci umat Budha. Penerima pertama kitab Tripitaka ini konon
adalah Sidharta Gautama. Disebutkan bahwa dia adalah putra seorang raja yang
kemudian menjauhkan diri dari kemewahan dunia dan hidup dalam naungan
spiritual. Namun demikian, jejak Sidharta hari ini sudah tak ada lagi.
Kuburannya tak ditemukan secara pasti. Sidharta menjadi semacam dongen legenda.
Kemudian Tripitaka pertama kali ditemukan 400 SM.
Ketiga, Bible,
kitab suci umat Kristen. Berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya. Dalam konsep
Kristen, wahyu Tuhan bukan kitab suci, tapi justru Yesus itu sendiri. Dengan
demikian, penerima wahyunya berarti ibunda Yesus, Maria. Karena itulah Maria
menjadi unsur penting dalam doktrin trinitas Kristen. Namun sekali lagi hari
ini jejak Yesus juga tak jelas rimbanya. Kuburan Yesus tak pernah ditemukan.
Lantas kapan Bible pertama kali ditulis? Bible ditulis pertama kalinya 300
tahun setelah penyaliban Yesus. Betapa jauhnya jarak ini. Apakah jarak yang
sangat jauh ini masih bisa menjamin keorisinalan Bible? Tentu sangat mustahil!
Bible ini adalah reportase tentang sejarah Yesus. Jadi kalau dalam Islam ini
seperti “Sunah/Hadits”. Itupun sunah yang dha’if (disangsikan).
Keempat,
al-Quran, kitab suci umat Islam. Penerima pertama al-Quran sangat jelas, yaitu
Nabi Muhammad SAW. Semua hal yang berkenaan dengan Muhammad sangat jelas.
Sejarahnya begitu berlimpah. Orangtuanya, saudara-saudaranya, dan semua jejak
yang berkenaan dengan Muhammad sangat jelas dan dapat dibuktikan hingga hari
ini. Bahkan tempat menerima wahyu pertama juga masih utuh sampai sekarang.
Makam Muhammad dan berbagai jejak sejarahnya masih ada hingga sekarang.
Kapan al-Quran mulai ditulis? Al-Quran ditulis sejak
diturunkan. Seketika setelah Muhammad menerima wahyu langsung memanggil para
skretaris beliau, salah satunya adalah Zaid bin Tsabit. Al-Quran masih
terpelihara hingga sekarang dengan bahasa asli pada saat diturunkan, dan bahasa
itu masih hidup digunakan masyarakat hingga hari ini. Bukan hanya ditulis,
al-Quran juga dihafal oleh ratusan, bahkan ribuan orang sejak diturunkan hingga
hari ini. Sekali lagi hingga hari ini. Jadi hanya al-Quran-lah
satu-satunya kitab suci yang dapat dibuktikan secara ilmiah yang berarti juga
paling otoritatif untuk dipercaya oleh umat manusia.
No comments:
Post a Comment