DAMPAK SOSIAL POLITIK G30S PKI
OLEH
: FAISAL EFENDI
FAKULTAS
SASTRA
1945 PKI
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di
Indonesia telah memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik
masyarakat Indonesia yaitu,
1. Dampak
Politik
a. Presiden Soekarno
kehilangan kewibawaan di mata rakyat Indonesia.
b. Kondisi politik
Indonesia semakin tidak stabil sebab muncul pertentangan dalam lembaga
tinggi negara.
c. Sikap pemerintah yang
belum dapat mengambil keputusan untuk membubarkan PKI sehingga menimbulkan
kemarahan rakyat.
d. Munculnya aksi
demonstrasi secara besar-besaran yang dilakukan rakyat beserta mahasiswa yang
tergabung dalam KAMI, KAPPI, dan KAPI menuntut pembubaran terhadap PKI beserta
ormas-ormasnya. Tuntutan mereka dikenal dengan istilah tritura atau tiga
tuntutan rakyat, yaitu :
1) Pembubaran
PKI.
2)
Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur- unsur PKI.
3)
Penurunan harga-harga barang.
e. Pemerintah
mengadakan reshuffle (pembaharuan) terhadap Kabinet Dwikora menjadi Kabinet
Dwikora yang disempurnakan dengan ditujuknya kabinet yang anggotanya seratus
menteri sehingga dikenal dengan Kabinet Seratus Menteri. Akan tetapi,
pembentukan kabinet tersebut ditentang oleh KAMI dan rakyat banyak sebab dalam
kabinet tersebut masih diambil menteri-menteri yang pro-PKI atau mendukung PKI
sehingga mereka melakukan aksi ke jalan dengan mengempeskan ban-ban mobil para
calon menteri yang akan dilantik. Aksi tersebut menewaskan seorang mahasiswa
yang bernama Arif Rahman Hakim. Kematian Arif Rahman Hakim tersebut memengaruhi
munculnya aksi demonstrasi yang lebih besar yang dilakukan mahasiswa dari para
pemuda Indonesia di Jakarta maupun di daerah-daerah lainnya.
f. Pada tanggal 25
Februari 1966, Presiden Soekarno membubarkan KAMI sebab dianggap telah menjadi
pemicu munculnya aksi demonstrasi dan turun ke jalan yang dilakukan oleh para
pemuda.
g. Pada tanggal 11 Maret
1966, diselenggarakan sidang kabinet yang ingin membahas kemelut politik
nasional. Namun sidang itu tidak dapat diselesaikan dengan baik karena adanya
pasukan tak dikenal yang ada di luar gedung yang dianggap membahayakan
keselamatan Presiden Soekarno.
2. Dampak
ekonomi
Di bidang ekonomi, peristiwa G30S/PKI
telah menyebabkan akibat yang berupa inflasi yang tinggi yang diikuti oleh
kenaikan harga barang-barang, bahkan melebihi 600% setahun. Untuk mengatasi
masalah tersebut, pemerintah mengeluarkan dua kebijakan ekonomi.
a. Mengadakan
devaluasi rupiah lama menjadi rupiah baru yaitu dari Rp. 1000 menjadi Rp. 100.
b. Menaikkan
harga bahan bakar menjadi empat kali lipat tetapi kebijakan ini menyebabkan
kenaikan harga yang sulit untuk dikendalikan.
g. Dampak Sosial – Politik
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 / PKI terhadap
Masyarakat Indonesia
Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, kondisi politik Indonesia masih belum
stabil. Situasi Nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan.
Sementara itu, kondisi politik juga belum stabil karena sering terjadi konflik antar partai
politik. Demokrasi Terpimpin justru mengarah ke sistem pemerintahan diktator.
Kehidupan ekonomi lebih suram, sehingga kemelaratan dan kekurangan makanan
terjadi dimana – mana.
Presiden Soekarno menyalahkan orang – orang yang terlibat dalam
perbuatan keji yang berakhir dengan gugurnya Pahlawan Revolusi serta korban –
korban lainnya yang tidak berdosa.
Namun Presiden Soekarno menyatakan gerakan semacam G30S/PKI dapat
saja terajdi dalam suatu revolusi. Sikap Soekarno ini diartikan lain oleh masyarakat,
mereka menganggap Soekarno membela PKI. Akibatnya, popularitas dan kewibawaan
Presiden menurun di mata Rakyat Indonesia.
Demonstrasi besar – besaran terjadi pada tanggal 10 januari 1966. Para
demonstran ini mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan sebutan TRITURA ( Tri
Tuntutan Rakyat ), meliputi sebagai berikut :
1. Pembubaran PKI.
2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur – unsur OKI.
3. Penurunan harga – harga ( Perbaikan Ekonomi ).
Tindakan Pemerintah lainnya adalah mengadakan reshuffle ( perombakan )
Kabinet Dwikora. Pembaharuan Kabinet Dwikora terjadi tanggal 21 Februari 1966 dan
kemudian disebut dengan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan.
Mengingat jumlah anggota mencapai hampir seratus orang, maka kabinet itu
sering disebut dengan Kabinet Seratus Menteri. Menjelang pelantikan Kabinet Seratus
Menteri pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI melakukan aksi serentak. Dalam
demonstrasi itu gugur seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Arief Rahman Hakim.
Peristiwa itu berpengaruh besar terhadap maraknya gelombang aksi demonstrasi.
Di Istana Bogor ketiga perwira tinggi itu mengadakan pembicaraan langsung
dengan Presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena dan Dr. Chaerul
Saleh. Sesuai dengan kesimpulan pembicaraan, maka ketuga perwira TNI – AD itu
bersama dengan Komandan Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur diperintahkan
membuat konsep surat perintah kepada Letjen Soeharto yang kemudian Surat Perintah
itu lebih dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 Maret ( Supersemar ). Isi pokoknya
adalah memerintahkan kepada Letjen Soeharto atas nama Presiden untuk mengambil
tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta
kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan
pribadi dan kewibawaan presiden.
Masyarakat Indonesia
Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, kondisi politik Indonesia masih belum
stabil. Situasi Nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan.
Sementara itu, kondisi politik juga belum stabil karena sering terjadi konflik antar partai
politik. Demokrasi Terpimpin justru mengarah ke sistem pemerintahan diktator.
Kehidupan ekonomi lebih suram, sehingga kemelaratan dan kekurangan makanan
terjadi dimana – mana.
Presiden Soekarno menyalahkan orang – orang yang terlibat dalam
perbuatan keji yang berakhir dengan gugurnya Pahlawan Revolusi serta korban –
korban lainnya yang tidak berdosa.
Namun Presiden Soekarno menyatakan gerakan semacam G30S/PKI dapat
saja terajdi dalam suatu revolusi. Sikap Soekarno ini diartikan lain oleh masyarakat,
mereka menganggap Soekarno membela PKI. Akibatnya, popularitas dan kewibawaan
Presiden menurun di mata Rakyat Indonesia.
Demonstrasi besar – besaran terjadi pada tanggal 10 januari 1966. Para
demonstran ini mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan sebutan TRITURA ( Tri
Tuntutan Rakyat ), meliputi sebagai berikut :
1. Pembubaran PKI.
2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur – unsur OKI.
3. Penurunan harga – harga ( Perbaikan Ekonomi ).
Tindakan Pemerintah lainnya adalah mengadakan reshuffle ( perombakan )
Kabinet Dwikora. Pembaharuan Kabinet Dwikora terjadi tanggal 21 Februari 1966 dan
kemudian disebut dengan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan.
Mengingat jumlah anggota mencapai hampir seratus orang, maka kabinet itu
sering disebut dengan Kabinet Seratus Menteri. Menjelang pelantikan Kabinet Seratus
Menteri pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI melakukan aksi serentak. Dalam
demonstrasi itu gugur seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Arief Rahman Hakim.
Peristiwa itu berpengaruh besar terhadap maraknya gelombang aksi demonstrasi.
Di Istana Bogor ketiga perwira tinggi itu mengadakan pembicaraan langsung
dengan Presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena dan Dr. Chaerul
Saleh. Sesuai dengan kesimpulan pembicaraan, maka ketuga perwira TNI – AD itu
bersama dengan Komandan Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur diperintahkan
membuat konsep surat perintah kepada Letjen Soeharto yang kemudian Surat Perintah
itu lebih dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 Maret ( Supersemar ). Isi pokoknya
adalah memerintahkan kepada Letjen Soeharto atas nama Presiden untuk mengambil
tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta
kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan
pribadi dan kewibawaan presiden.
Adapun
proses peralihan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru pasca G 30 S/PKI
adalah sebagai berikut :
ü Tanggal 10 Maret 1966, Ir. Soekarno mengadakan
pertemuan antara partai-partai politik yang membahas kondisi yang tidak
kondusif pasca G 30 S/PKI. Pertemuan tersebut juga dihadiri pejabat-pejabat tinggi
yakni:
1.
Dr. Subandrio selaku Wakil
Perdana Menteri I
2.
Dr. J. Leimegna selaku
Wakil Perdana Menteri II
3.
Chaerul Shaleh selaku Wakil
Perdana Menteri III
4.
Dr. Sumagno selaku Menteri
Dalam Negeri
5.
Mayjen Ahmadi selaku
Menteri Penerangan
6.
A.M. Hanafi selaku Duta
besar untuk Kuba
Namun pada saat itu, Soeharto tidak
sempat hadir karena sedang sakit. Dalam pertemuan tersebut presiden Soekarno
mengutuk Tritura dan meminta partai-partai politik untuk melakukan tindakan
terhadap aksi tritura yang berisi:
1. Turunkan harga barang
2. Bubarkan PKI
3. Bersihkan cabinet dwikora
Pendapat presiden tidak didukung oleh
partai politik yang hadir pada saat itu, sehingga pertemuan tersebut tidak
menghasilkan keputusan.
ü Tanggal
11 maret 1966, Presiden Soekarno melakukan sidang cabinet dwikora yang membahas
kemelut politik saat itu. Sementara sidang berlangsung, pasukan
Cakrabirawa(Pasukan Pengawal Presiden ) menginformasikan bahwa di luar istana
terdapat pasukan liar. Oleh karena itu presiden sukarno bersama dengan Dr. Subandrio dan Chaerul
Shaleh segera bergegas meninggalkan sidang menuju istana bogor
menggunakan helikopter. Sidangpun ditutup oleh Dr. J. Leimegna.
Setelah presiden sukarno meninggalkan sidang, ke 3 perwira TNI AD
yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigadir Jendral Muhammad Yusuf, Brigadir Jendral
Amir Mahmud menyusul presiden ke istana bogor karena merasa bertanggung jawab
atas keselamatan presiden. Sebelum berangkat mereka terlebih dahulu meminta
izin kepada mayor jendral Soeharto. kemudian mayjen Suharto menyampaikan dua
hal kepada tiga perwira TNI AD ini untuk disampaikan kepada presiden sukarno,
bahwa :
1.
TNI
tetap berada di belakang presiden
2. Apabila
diberi kepercayaan mayjen Suharto siap untuk memulihkan keamanan yang tidak
kondusif saat ini
Setelah ke-3 TNI AD tiba di istana bogor,
mereka kemudian menyampaikan 2 hal pesan mayjen Suharto ke presiden Soekarno,
sehingga presiden kemudian memerintahkan ke-3 jendral dan komandan resimen
cakrabirawa Brigjen Sabur untuk membuat konsep surat perintah kepada mayjen
Suharto yang dikenal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR) yang
intinya berisi : Memerintahkan kepada letnan jendral Suharto atas nama presiden
untuk mengambil tindakan yang di anggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan
ketertiban serta stabiitas jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta
menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.
ü Tanggal
12 maret 1966, Mayjen Suharto selaku pengemban SUPERSEMAR melakukan 2 tindakan,
yaitu:
1.
Menyatakan
PKI sebagai organisasi terlarang
2.
Melakukan
penagkapan terhadap tokoh-tokoh PKI
ü Tanggal 18 Maret 1966,
Mayjen Suharto melakukan penangkapan terhadap 15 menteri cabinet Dwikora yang terlibat
dalam peristiwa di tahun 1965. Setelah munculnya Supersemar, di Indonesia
terjadi dualisme kepemimpinan yang berari ada dua pemimpin dalam satu Negara.
ü Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah
dilantik menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya
menjadi Letnan Jenderal. Pada awalnya untuk menghormati presiden, AD tetap
mendukungnya. Namun setelah presiden mengutuk G 30 S, AD mulai mengurangi
dukungannya dan lebih mulai tertarik bekerja sama dengan KAMI dan KAPPI.
ü Pada tanggal 7
februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden
melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat
penugasaan mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang
Supersemar.
ü Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto
konsep tersebut dibicarakan bersama empat panglima angkatan bersenjata.
ü Disaat belum tercapainya
kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap Nawaksara dan semakin
bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari 1967
DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang Istimewa
dilaksanakan.
ü Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap
kepad presiden Soekarno untuk membicarakan masalah negara.
ü Pada tanggal 11 Februari
1967
Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan untuk mempermudah
penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan presiden berhalangan
atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pemegang Supersemar
sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian meminta waktu
untuk mempelajarinya.
ü Pada tanggal 12 Februari
1967,
Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan presiden, presiden tidak
dapat menerima konsep tersebut karena tidak menyetujui pernyataan
yang isinya berhalangan.
ü Pada tanggal 13 Februari
1967, para
panglima berkummpul kembali untuk membicarakan konsep yang telah telah disusun
sebelum diajukan kepada presiden
ü Pada tanggal 20 Februari
1967
ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah diadakan sedikit perubahan
yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga dan menegakkan revolusi.
ü Pada tanggal 23 Februari
1967,
pukul 19.30 bertempat di Istana Negara, presiden /Mendataris MPRS/ Panglima
tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengemban
Supersemar yaitu Jend.Soeharto.
ü Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang
istimewa dalam rangka mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus
mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden RI.
No comments:
Post a Comment