Thursday, March 5, 2015

DAMPAK G 30 S PKI OLEH FAISAL EFENDI

DAMPAK SOSIAL POLITIK G30S PKI
OLEH : FAISAL EFENDI
FAKULTAS SASTRA
1945 PKI
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia yaitu,
1.      Dampak Politik

a.   Presiden Soekarno kehilangan kewibawaan di mata rakyat Indonesia.
b.   Kondisi politik Indonesia semakin tidak stabil sebab muncul pertentangan dalam  lembaga tinggi negara.
c.   Sikap pemerintah yang belum dapat mengambil keputusan untuk membubarkan PKI sehingga menimbulkan kemarahan rakyat.
d.   Munculnya aksi demonstrasi secara besar-besaran yang dilakukan rakyat beserta mahasiswa yang tergabung dalam KAMI, KAPPI, dan KAPI menuntut pembubaran terhadap PKI beserta ormas-ormasnya. Tuntutan mereka dikenal dengan istilah tritura atau tiga tuntutan rakyat, yaitu :

1)      Pembubaran PKI.
2)      Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur- unsur PKI.
3)      Penurunan harga-harga barang.

e.   Pemerintah mengadakan reshuffle (pembaharuan) terhadap Kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora yang disempurnakan dengan ditujuknya kabinet yang anggotanya seratus menteri sehingga dikenal dengan Kabinet Seratus Menteri. Akan tetapi, pembentukan kabinet tersebut ditentang oleh KAMI dan rakyat banyak sebab dalam kabinet tersebut masih diambil menteri-menteri yang pro-PKI atau mendukung PKI sehingga mereka melakukan aksi ke jalan dengan mengempeskan ban-ban mobil para calon menteri yang akan dilantik. Aksi tersebut menewaskan seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Kematian Arif Rahman Hakim tersebut memengaruhi munculnya aksi demonstrasi yang lebih besar yang dilakukan mahasiswa dari para pemuda Indonesia di Jakarta maupun di daerah-daerah lainnya.

f.    Pada tanggal 25 Februari 1966, Presiden Soekarno membubarkan KAMI sebab dianggap telah menjadi pemicu munculnya aksi demonstrasi dan turun ke jalan yang dilakukan oleh para pemuda.

g.   Pada tanggal 11 Maret 1966, diselenggarakan sidang kabinet yang ingin membahas kemelut politik nasional. Namun sidang itu tidak dapat diselesaikan dengan baik karena adanya pasukan tak dikenal yang ada di luar gedung yang dianggap membahayakan keselamatan Presiden Soekarno.

2.      Dampak ekonomi

Di bidang ekonomi, peristiwa G30S/PKI telah menyebabkan akibat yang berupa inflasi yang tinggi yang diikuti oleh kenaikan harga barang-barang, bahkan melebihi 600% setahun. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah mengeluarkan dua kebijakan ekonomi.

a.     Mengadakan devaluasi rupiah lama menjadi rupiah baru yaitu dari Rp. 1000 menjadi Rp. 100.
b.     Menaikkan harga bahan bakar menjadi empat kali lipat tetapi kebijakan ini menyebabkan kenaikan harga yang sulit untuk dikendalikan.

g. Dampak Sosial – Politik Peristiwa Gerakan 30 September 1965 / PKI terhadap
Masyarakat Indonesia

Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, kondisi politik Indonesia masih belum
stabil. Situasi Nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan.
Sementara itu, kondisi politik juga belum stabil karena sering terjadi konflik antar partai
politik. Demokrasi Terpimpin justru mengarah ke sistem pemerintahan diktator.
Kehidupan ekonomi lebih suram, sehingga kemelaratan dan kekurangan makanan
terjadi dimana – mana.
Presiden Soekarno menyalahkan orang – orang yang terlibat dalam
perbuatan keji yang berakhir dengan gugurnya Pahlawan Revolusi serta korban –
korban lainnya yang tidak berdosa.
Namun Presiden Soekarno menyatakan gerakan semacam G30S/PKI dapat
saja terajdi dalam suatu revolusi. Sikap Soekarno ini diartikan lain oleh masyarakat,
mereka menganggap Soekarno membela PKI. Akibatnya, popularitas dan kewibawaan
Presiden menurun di mata Rakyat Indonesia.
Demonstrasi besar – besaran terjadi pada tanggal 10 januari 1966. Para
demonstran ini mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan sebutan TRITURA ( Tri
Tuntutan Rakyat ), meliputi sebagai berikut :
1. Pembubaran PKI.
2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur – unsur OKI.
3. Penurunan harga – harga ( Perbaikan Ekonomi ).
Tindakan Pemerintah lainnya adalah mengadakan reshuffle ( perombakan )
Kabinet Dwikora. Pembaharuan Kabinet Dwikora terjadi tanggal 21 Februari 1966 dan
kemudian disebut dengan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan.
Mengingat jumlah anggota mencapai hampir seratus orang, maka kabinet itu
sering disebut dengan Kabinet Seratus Menteri. Menjelang pelantikan Kabinet Seratus
Menteri pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI melakukan aksi serentak. Dalam
demonstrasi itu gugur seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Arief Rahman Hakim.
Peristiwa itu berpengaruh besar terhadap maraknya gelombang aksi demonstrasi.
Di Istana Bogor ketiga perwira tinggi itu mengadakan pembicaraan langsung
dengan Presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena dan Dr. Chaerul
Saleh. Sesuai dengan kesimpulan pembicaraan, maka ketuga perwira TNI – AD itu
bersama dengan Komandan Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur diperintahkan
membuat konsep surat perintah kepada Letjen Soeharto yang kemudian Surat Perintah
itu lebih dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 Maret ( Supersemar ). Isi pokoknya
adalah memerintahkan kepada Letjen Soeharto atas nama Presiden untuk mengambil
tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta
kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan
pribadi dan kewibawaan presiden.

in Ilmu Pengetahuan Sosial - on Friday, May 16, 2014 - No comments
Adapun proses peralihan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru pasca G 30 S/PKI adalah sebagai berikut :
ü Tanggal 10 Maret 1966, Ir. Soekarno mengadakan pertemuan antara partai-partai politik yang membahas kondisi yang tidak kondusif pasca G 30 S/PKI. Pertemuan tersebut juga dihadiri pejabat-pejabat tinggi yakni:
1.       Dr. Subandrio selaku Wakil Perdana Menteri I
2.       Dr. J. Leimegna selaku Wakil Perdana Menteri II
3.       Chaerul Shaleh selaku Wakil Perdana Menteri III
4.       Dr. Sumagno selaku Menteri Dalam Negeri
5.       Mayjen Ahmadi selaku Menteri Penerangan
6.       A.M. Hanafi selaku Duta besar untuk Kuba
Namun pada saat itu, Soeharto tidak sempat hadir karena sedang sakit. Dalam pertemuan tersebut presiden Soekarno mengutuk Tritura dan meminta partai-partai politik untuk melakukan tindakan terhadap aksi tritura yang berisi:
1. Turunkan harga barang
2. Bubarkan PKI
3. Bersihkan cabinet dwikora
Pendapat presiden tidak didukung oleh partai politik yang hadir pada saat itu, sehingga pertemuan tersebut tidak menghasilkan keputusan.
ü Tanggal 11 maret 1966, Presiden Soekarno melakukan sidang cabinet dwikora yang membahas kemelut politik saat itu. Sementara sidang berlangsung, pasukan Cakrabirawa(Pasukan Pengawal Presiden ) menginformasikan bahwa di luar istana terdapat pasukan liar. Oleh karena itu  presiden sukarno bersama dengan Dr. Subandrio dan Chaerul Shaleh segera bergegas meninggalkan sidang menuju istana bogor menggunakan helikopter. Sidangpun ditutup oleh Dr. J. Leimegna.  Setelah presiden sukarno meninggalkan sidang, ke  3 perwira TNI AD yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigadir Jendral Muhammad Yusuf, Brigadir Jendral Amir Mahmud menyusul presiden ke istana bogor karena merasa bertanggung jawab atas keselamatan presiden. Sebelum berangkat mereka terlebih dahulu meminta izin kepada mayor jendral Soeharto. kemudian mayjen Suharto menyampaikan dua hal kepada tiga perwira TNI AD ini untuk disampaikan kepada presiden sukarno, bahwa :
           1.       TNI tetap berada di belakang presiden
         2.      Apabila diberi kepercayaan mayjen Suharto siap untuk memulihkan keamanan yang tidak     kondusif  saat ini
Setelah ke-3 TNI AD tiba di istana bogor, mereka kemudian menyampaikan 2 hal pesan mayjen Suharto ke presiden Soekarno, sehingga presiden kemudian memerintahkan ke-3 jendral dan komandan resimen cakrabirawa Brigjen Sabur untuk membuat konsep surat perintah kepada mayjen Suharto yang dikenal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR) yang intinya berisi : Memerintahkan kepada letnan jendral Suharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang di anggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta stabiitas jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.
ü Tanggal 12 maret 1966, Mayjen Suharto selaku pengemban SUPERSEMAR melakukan 2 tindakan, yaitu:
          1.       Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang
          2.       Melakukan penagkapan terhadap tokoh-tokoh PKI
ü Tanggal 18 Maret 1966, Mayjen Suharto melakukan penangkapan terhadap 15 menteri cabinet Dwikora yang terlibat dalam peristiwa di tahun 1965. Setelah munculnya Supersemar, di Indonesia terjadi dualisme kepemimpinan yang berari ada dua pemimpin dalam satu Negara.
ü Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Pada awalnya untuk menghormati presiden, AD tetap mendukungnya. Namun setelah presiden mengutuk G 30 S, AD mulai mengurangi dukungannya dan lebih mulai tertarik bekerja sama dengan KAMI dan KAPPI.
ü  Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat penugasaan mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang Supersemar.
ü Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama empat panglima angkatan bersenjata.
ü Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap Nawaksara dan semakin  bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari 1967  DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang Istimewa dilaksanakan.
ü Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden Soekarno untuk membicarakan masalah negara.
ü Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan presiden berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pemegang Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian meminta waktu untuk mempelajarinya.
ü Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan presiden, presiden tidak dapat  menerima  konsep tersebut karena tidak menyetujui pernyataan yang isinya berhalangan.
ü Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk membicarakan konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada presiden
ü Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah diadakan sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga dan menegakkan revolusi.
ü Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara, presiden /Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu Jend.Soeharto.

ü Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden RI.



No comments:

Post a Comment