KEBAKARAN HUTAN
OLEH : FAISAL EFENDI
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Hutan
Rimbun
Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan pada dasarnya
merupakan penyalaan bahan-bahan bakar organik kering yang ada didalam hutan,
namun demikian tipe kebakaran yang terjadi sangat bervariasi. Jumlah, kondisi,
dan penyebaran bahan-bahan yang potensial dapat terbakar, kondisi cuaca,
kondisi topografi, sangat menentukan tipe kebakaran dan akibat keruskan yang
teradi didalam hutan.
Kebakaran
dalam hutan dapat terjadi bila sedikitnya tersedia tiga komponen yaitu bahan
bakar yang potensial, oksigen atau udara, dan penyalaan api. Seluruh komponen
penyusun hutan pada dasarnya dapat merupakan bahan bakar untuk kebakaran hutan.
Potensi komponen tersebut sebagai bahan bakar, baik sendiri atau secara
kumulatif, ditentukan oleh jumlah, kondisi terutama kadar airnya dan penyebaran
dalam hutan.
Hutanku...
Pohon-pohon
penyusun hutan, yang merupakan bagian terbesar dari komponen hutan yang dapat
berperan sebagai bahan bakar, mempunyai potensi dan kemudahan terbakar yang
sangat bervariasi. Perbedaan kemudahan terbakar tersebut dapat disebabkan oleh
perbedaan jenis atau komposisi jenis tanaman, jenis pohon berdaun lebar lebih
sulit terbakar dibanding pohon-pohon berdaun jarum yang lebih banyak mengandung
zat-zat seperti resin.
Kebakaran
hutan dan lahan memiliki dampak bersifat eksplosif yaitu akan memusnahkan hutan
dan lahan dalam waktu singkat dengan areal yang luas. Mengingat dampaknya yang
eksplosif tersebut, maka upaya perlindungan terhadap kawasan hutan dan tanah
sangatlah penting. Perlindungan tersebut berupa upaya pencegahan lebih diutamakan
dari pada upaya penanggulangan, dalam hal ini upaya pencegahan lebih
diuatamakan dari pada upaya penanggulangan, seperti pepatah mengatakan “sedia
payaung sebelum hujan”. Jadi janganlah baru sibuk setelah hutan dan lahan
hampir ludes terbakar habis.
§ Teori Dasar Kebakaran
Api merupakan faktor ekologi
potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya
terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem
ditentukan oleh frekuensi, intensitas dan tipe kebakaran yang terjadi serta
kondisi lingkungan. Api yang terjadi didalam hutan dapat menimbulkan kerusakan
yang besar. Tetapi dalam kondisi tertentu pembakaran hutan dapat memberikan
manfaat dalam pengelolaan hutan. Api diketahui sebagai salah satu faktor
lingkungan yang berperanan terhadap distribusi dan kelimpahan jenis tumbuhan,
dan secara luas api mempengaruhi watak system ekologis hutan dan vegetasi
penutup lainnya. Kebakaran, walaupun terjadi pada frekuensi yang jarang,
menimbulkan perubahan kondisi lingkungan yang radikal dalam waktu yang singkat
sehingga mampu mengubah komposisi vegetasi penyusun ekosistem hutan yang
tadinya teratur.
Tipe
Kebakaran Hutan
Kebakaran permukaan (surface fire )
Kebakaran
permukaan membakar bahan-bahan yang tersebar pada permukaan lantai hutan,
misalnya serasah, cabang, dan ranting yang mati yang gugur dan tumbuhan bawah.
Dengan keberadaan O2 sangat melimpah, terlebih dibantunya adanya angin,
kebakaran permukaan disertai nyala api cukup besar berbentuk agak
lonjong.kelembapan yang tinggi pada lapisan humus dibawah serasah kering
menyebabkan kebakaran permukaan tidak membakar lapisan humus tersebut, sehingga
organism renik yang dibawahnya tidak mati.
Kebakaran dalam tanah (ground fire)
Kebakaran
dalam tanah terjadi pada jenis tanah yang mempunyai lapisan bahan organik tebal
misalnya gambut. Bahan bakar berupa tumpukan bahan organik yang tebal ini pada musim kemarau dapat menurun kadar airnya
sehingga mudah terbakar bila ada api. Kebakaran tanah menyebabkan banyak hara
hilang, mematikan organism mikro dan hewan kecil yang hidup didalamnyaakar-akar
tanaman juga mati karena kenaikan suhu yang tinggi.
Kebakaran tajuk (crown fire)
Kebakaran
dapat terjadi pada lantai hutan dengan lapisan tumbuhan bawah yang tebal dan
kering, seringkali ditambah banyaknya sisa kayu penebangan atau bahan mati
lainnya. Pada jenis tanaman berdaun jarum, kebakaran tajuk snagat mudah terjadi
karena kandungan resin yang tinggi pada bagian-bagian pohon. Kebakaran tajuk
mematikan ppohon-pohon dan semak serta tumbuhan bawah termasuk lapisan bahan
organik.
§ Penyebab Kebakaran dan Dampaknya
Menurut terjadinya kebakaran hutan
itu bersumber dari api liar (tidak terkendali), karena faktor alamiah dan atau
buatan.
a. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan
kebakaran adalah karena adanya deposit tambang (misalnya: batu bara) dan
terjadinya gesekan dari bahan bakar kering, sehingga menyebabkan materi
tersebut menjadi panas dan akhirnya memunculkan api sebagai sumber kebakaran.
b. Faktor buatan manusia merupakan faktor
yang disengaja dalam rangka kegiatan tertentu misalnya: penyiapan ladang
berpindah, perkebunan, hutan tanaman industri, transmigrasi atau juga kegiatan
peternakan besar seperti ternak sapi yang selalu membutuhkan hijauan makanan
ternak dari rumput muda, dengan membakar alang-alang, maka segera akan
didapatkan rumput muda yang segar untuk pakan ternak sapi tersebut sehingga
akan mengakibatkan kebakaran hutan.
Faktor-faktor terjadinya suatu kebakaran
hutan dan lahan adalah karena adanya unsur panas, bahan bakar dan
udara/oksigen. Ketiga unsur ini dapat digambarkan dalam bentuk segitiga api.
Penyebaran api bergantung kepada bahan bakar dan cuaca. Bahan bakar berat
seperti log, tonggak dan cabang-cabang kayu dalam keadaan kering bisa terbakar,
meski lambat tetapi menghasilkan panas yang tinggi. Bahan bakar ringan seperti
rumput dan resam kering, daun-daun pinus dan serasah, mudah terbakar dan cepat
menyebar, yang selanjutnya dapat menyebabkan kebakaran hutan. Kadar
air/kelembaban bahan bakar juga penting untuk dipertimbangkan dalam
pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Pada keadaan normal, api menyala
perlahan pada malam hari karena kelembaban udara diserap oleh bahan bakar.
Udara yang lebih kering pada siang hari dapat menyebabkan kebakaran yang cepat.
Oleh sebab itu, secara teknis pada malam hari akan lebih mudah mengendalikan
kebakaran hutan/lahan daripada siang hari. Namun demikian tidak lantas berarti,
bahwa pengendalian kebakaran secara serius tidak dilakukan pada siang hari.
Kebakaran hutan merusak hampir
seluruh komponen penyusun hutan, sehingga tujuan pengelolaan dan fungsi hutan
tidak tercapai. Asap tebal yang terjadi akibat kebakaran hutan juga menimbulkan
gangguan terhadap kehidupan yang lebih luas. Luka-luka pada pohon memberikan
peluang lebih tinggi kepada penyebab kerusakan lain terutama hama dan penyakit.
Secara umum pembakaran hutan telah
lama dimanfaatkan oleh masyarakat terutama yang dilakukan pada masyarakat yang
melakukan pertanian berpindah. Dengan pembakaran hutan yang dilakukan banyak
berbagai bahan bakar yang terbakar yang dapat mempercepat kebakaran hutan.
Dalam dasa warsa terakhir ini pembakaran hutan mulai banyak dimasukkan sebagai
salah satu pilihan dalam tindakan silvikultur di beberapa negeri, walaupun
masih banyak dampak negatif akibat akibat pembakaran hutan yang belum dapat
teratasi terut KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN, TEORI DASAR, PENYEBAB DAN DAMPAKNYA”
Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan pada dasarnya
merupakan penyalaan bahan-bahan bakar organik kering yang ada didalam hutan,
namun demikian tipe kebakaran yang terjadi sangat bervariasi. Jumlah, kondisi,
dan penyebaran bahan-bahan yang potensial dapat terbakar, kondisi cuaca, kondisi
topografi, sangat menentukan tipe kebakaran dan akibat keruskan yang teradi
didalam hutan.
Kebakaran
dalam hutan dapat terjadi bila sedikitnya tersedia tiga komponen yaitu bahan
bakar yang potensial, oksigen atau udara, dan penyalaan api. Seluruh komponen
penyusun hutan pada dasarnya dapat merupakan bahan bakar untuk kebakaran hutan.
Potensi komponen tersebut sebagai bahan bakar, baik sendiri atau secara
kumulatif, ditentukan oleh jumlah, kondisi terutama kadar airnya dan penyebaran
dalam hutan.
Hutanku...
Pohon-pohon
penyusun hutan, yang merupakan bagian terbesar dari komponen hutan yang dapat
berperan sebagai bahan bakar, mempunyai potensi dan kemudahan terbakar yang
sangat bervariasi. Perbedaan kemudahan terbakar tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan
jenis atau komposisi jenis tanaman, jenis pohon berdaun lebar lebih sulit
terbakar dibanding pohon-pohon berdaun jarum yang lebih banyak mengandung
zat-zat seperti resin.
Kebakaran
hutan dan lahan memiliki dampak bersifat eksplosif yaitu akan memusnahkan hutan
dan lahan dalam waktu singkat dengan areal yang luas. Mengingat dampaknya yang
eksplosif tersebut, maka upaya perlindungan terhadap kawasan hutan dan tanah
sangatlah penting. Perlindungan tersebut berupa upaya pencegahan lebih
diutamakan dari pada upaya penanggulangan, dalam hal ini upaya pencegahan lebih
diuatamakan dari pada upaya penanggulangan, seperti pepatah mengatakan “sedia
payaung sebelum hujan”. Jadi janganlah baru sibuk setelah hutan dan lahan
hampir ludes terbakar habis.
§ Teori Dasar Kebakaran
Api merupakan faktor ekologi
potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya
terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem
ditentukan oleh frekuensi, intensitas dan tipe kebakaran yang terjadi serta
kondisi lingkungan. Api yang terjadi didalam hutan dapat menimbulkan kerusakan
yang besar. Tetapi dalam kondisi tertentu pembakaran hutan dapat memberikan
manfaat dalam pengelolaan hutan. Api diketahui sebagai salah satu faktor lingkungan
yang berperanan terhadap distribusi dan kelimpahan jenis tumbuhan, dan secara
luas api mempengaruhi watak system ekologis hutan dan vegetasi penutup lainnya.
Kebakaran, walaupun terjadi pada frekuensi yang jarang, menimbulkan perubahan
kondisi lingkungan yang radikal dalam waktu yang singkat sehingga mampu
mengubah komposisi vegetasi penyusun ekosistem hutan yang tadinya teratur.
Tipe
Kebakaran Hutan
Kebakaran permukaan (surface fire )
Kebakaran
permukaan membakar bahan-bahan yang tersebar pada permukaan lantai hutan,
misalnya serasah, cabang, dan ranting yang mati yang gugur dan tumbuhan bawah.
Dengan keberadaan O2 sangat melimpah, terlebih dibantunya adanya angin,
kebakaran permukaan disertai nyala api cukup besar berbentuk agak lonjong.kelembapan
yang tinggi pada lapisan humus dibawah serasah kering menyebabkan kebakaran
permukaan tidak membakar lapisan humus tersebut, sehingga organism renik yang
dibawahnya tidak mati.
Kebakaran dalam tanah (ground fire)
Kebakaran
dalam tanah terjadi pada jenis tanah yang mempunyai lapisan bahan organik tebal
misalnya gambut. Bahan bakar berupa tumpukan bahan organik yang tebal ini pada musim kemarau dapat menurun kadar airnya
sehingga mudah terbakar bila ada api. Kebakaran tanah menyebabkan banyak hara
hilang, mematikan organism mikro dan hewan kecil yang hidup didalamnyaakar-akar
tanaman juga mati karena kenaikan suhu yang tinggi.
Kebakaran tajuk (crown fire)
Kebakaran
dapat terjadi pada lantai hutan dengan lapisan tumbuhan bawah yang tebal dan
kering, seringkali ditambah banyaknya sisa kayu penebangan atau bahan mati
lainnya. Pada jenis tanaman berdaun jarum, kebakaran tajuk snagat mudah terjadi
karena kandungan resin yang tinggi pada bagian-bagian pohon. Kebakaran tajuk
mematikan ppohon-pohon dan semak serta tumbuhan bawah termasuk lapisan bahan
organik.
§ Penyebab Kebakaran dan Dampaknya
Menurut terjadinya kebakaran hutan
itu bersumber dari api liar (tidak terkendali), karena faktor alamiah dan atau
buatan.
a. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan
kebakaran adalah karena adanya deposit tambang (misalnya: batu bara) dan
terjadinya gesekan dari bahan bakar kering, sehingga menyebabkan materi
tersebut menjadi panas dan akhirnya memunculkan api sebagai sumber kebakaran.
b. Faktor buatan manusia merupakan faktor yang
disengaja dalam rangka kegiatan tertentu misalnya: penyiapan ladang berpindah,
perkebunan, hutan tanaman industri, transmigrasi atau juga kegiatan peternakan
besar seperti ternak sapi yang selalu membutuhkan hijauan makanan ternak dari
rumput muda, dengan membakar alang-alang, maka segera akan didapatkan rumput
muda yang segar untuk pakan ternak sapi tersebut sehingga akan mengakibatkan
kebakaran hutan.
Faktor-faktor terjadinya suatu
kebakaran hutan dan lahan adalah karena adanya unsur panas, bahan bakar dan
udara/oksigen. Ketiga unsur ini dapat digambarkan dalam bentuk segitiga api.
Penyebaran api bergantung kepada bahan bakar dan cuaca. Bahan bakar berat
seperti log, tonggak dan cabang-cabang kayu dalam keadaan kering bisa terbakar,
meski lambat tetapi menghasilkan panas yang tinggi. Bahan bakar ringan seperti
rumput dan resam kering, daun-daun pinus dan serasah, mudah terbakar dan cepat
menyebar, yang selanjutnya dapat menyebabkan kebakaran hutan. Kadar
air/kelembaban bahan bakar juga penting untuk dipertimbangkan dalam
pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Pada keadaan normal, api menyala
perlahan pada malam hari karena kelembaban udara diserap oleh bahan bakar.
Udara yang lebih kering pada siang hari dapat menyebabkan kebakaran yang cepat.
Oleh sebab itu, secara teknis pada malam hari akan lebih mudah mengendalikan
kebakaran hutan/lahan daripada siang hari. Namun demikian tidak lantas berarti,
bahwa pengendalian kebakaran secara serius tidak dilakukan pada siang hari.
Kebakaran hutan merusak hampir
seluruh komponen penyusun hutan, sehingga tujuan pengelolaan dan fungsi hutan
tidak tercapai. Asap tebal yang terjadi akibat kebakaran hutan juga menimbulkan
gangguan terhadap kehidupan yang lebih luas. Luka-luka pada pohon memberikan
peluang lebih tinggi kepada penyebab kerusakan lain terutama hama dan penyakit.
Secara umum pembakaran hutan telah
lama dimanfaatkan oleh masyarakat terutama yang dilakukan pada masyarakat yang
melakukan pertanian berpindah. Dengan pembakaran hutan yang dilakukan banyak
berbagai bahan bakar yang terbakar yang dapat mempercepat kebakaran hutan.
Dalam dasa warsa terakhir ini pembakaran hutan mulai banyak dimasukkan sebagai
salah satu pilihan dalam tindakan silvikultur di beberapa negeri, walaupun
masih banyak dampak negatif akibat akibat pembakaran hutan yang belum dapat
teratasi terutama terhadap kualitas lingkungan hidup.ama terhadap kualitas
lingkungan hidup. Dalam menghadapi permasalahan mengenai kebakaran hutan di
indonesia, seharusnya pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk
menyelesaikan persoalan ini. Diperlukan komitmen tinggi disemua lini baik
tingkat pusat maupun tingkat teknis operasional untuk menyelesaikan ini. Di
tingkat pusat/daerah melalui penerbitan peraturan-peraturan yang menaungi
permasalahan tersebut serta itikad baik unutk melaksanakan peraturan tersebut.
Di tingkat operasional melalui pemenuhan perlengkapan penunjang dalam mencegah
serta mengatasi terjadinya kebakaran hutan.
Penyebab
terjadinya kebakaran hutan di indonesia pada dasarnya terjadi karena dua hal
yakni kurangnya pencegahan serta minimnya usaha pemadaman. Kurangnya pencegahan
terhadap terjadinya kebakaran hutan di indonesia di tenggarai dengan
kekurangsadaran masyarakat, baik personal maupun bisnis, terhadap fungsi-fungsi
hutan. Sedangkan minimnya usaha-usaha pemadaman kebakaran hutan lebih karena
disebabkan oleh kurangnya fasilitas pemadaman api dan kurangnya personil
petugas untuk mengatasi hal tersebut, serta luasnya areal hutan yang terbakar.
Hampir
dalam sepuluh tahun terakhir selalu terjadi kebakaran hutan di indonesia, tiap
tahun menjelang musim kemarau hampir dapat dipastikan akan selalu terjadi
kebakaran dihutan-hutan indonesia. Belum adanya upaya sistematis untuk
menyelesaikan permasalahan ini adalah faktor utama yang menyebabkan terjadinya
rutinitas kebakaran hutan di indonesia. Seharusnya pemerintah pusat selaku
pengayom serta penentu kebijakan secara nasional memikirkan hal ini.
Syaratnya
muatan politik dalam menyelesaikan permasalahan kebakaran hutan, seperti turut
andilnya pihak-pihak tertentu yang berhubungan dengan kekuasaan dengan pemilik
HPH menyebabkan penertiban terhadap pemilik-pemilik HPH yang nakal sulit untuk
diwujudkan. Terlepas dari muatan politik seharusnya pemerintah melakukan
upaya-upaya untuk menagani kebakaran hutan. Apalagi upaya-upaya yang dilakukan
saat ini terkesan upaya ala kadarnya.
Upaya-upaya
sistematis dapat di mulai dari melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap
kebakaran hutan melalui peningkatan kesadaran masyarakat mengenai fungsi-fungsi
serta manfaat hutan bagi kehidupan, menerbitkan peraturan-peraturan yang
menangani permasalahan seputar hutan, menertibkan pengusaha-pengusaha pemegang
HPH yang nakal, meningkatkan jumlah personel pengawas (polisi) hutan.
Upaya-upaya pengendalian terhadap kebakaran yang telah terjadi juga dapat
dilakukan dengan membentuk unit-unit pengendali kebakaran pada wilayah-wilayah
yang potensial menimbulkan kebakaran, pemenuhan kelengkapan pemadam kebakaran
serta peningkatan jumlah personil, penggunaan teknologi yang canggih dalam
mengendalikan kebakaran hutan pun dapat dijadikan sebagai alternatif untuk
menyelesaikan permasalahan ini
Kebakaran
hutan dapat menurunkan sumbangan sektor hutan terhadap pembangunan
Sektor
kehutanan turut memberikan sumbangsihnya dalam pembangunan, sumbangan berupa
hasil hutan, pertanian, kayu dan lain-lain berupa persentase pendapatan.
Disamping nilai riil yang disumbangkan oleh kehutanan, masih bnayak
sumbangan-sumbangan lain yang telah dihasilkan oleh sektor kehutanan. Sebagai
sumberdaya hayati hutan telah melindungi beraneka ragam flora dan fauna yang
hidup didalamnya. Hutan menjaga persediaan air dan oksigen bagi kehidupan.
Hutan berperan sebagai pengendali banjir bagi daerah-daerah yagn berdekatan
dengannya.
Jika
diperhatikan, sumbangan-sumbangan hutan terhadap pembangunan, baik yang riil
dalam nominal pendapatan ataupun perannya sebagai sumber daya hayati, tentunya kebakaran
hutan akan sangat menurunkan peran tersebut. Merupakan suatu kerugian jika
kebakaran hutan terus berlanjut, dan dapat menjelma jadi suatu malapetaka jika
tidak ditangani dengan seksama.
Hubungan
ekonomi – politik dengan negara tetangga dalam kerjasama pembangunan
Pembahasan
politik ekonomi termasuk dalam salah satu bahan kajian dalam ekonomi
pembangunan. Pembangunan tidak hanya dapat dilakukan oleh suatu negara sendiri,
bagaimanapun perlu bantuan serta peran serta pihak (negara) lain dalam menjalankan
pembangunan. Kabut asap tebal yang yang dihasilkan oleh terbakarnya hutan-hutan
di indonesia berpotensi dan terbukti telah menjadi penyebab polusi udara pada
wilayah-wilayah negara tetangga. Singapura, Thailand, Brunei Darussalam dan
Malaysia merupakan negara langganan atas “ekspor” asap kita tiap tahunnya.
Hampir ditiap awal musim kemarau pemerintah negara-negara tersebut bereaksi
atas terjadinya kebakaran hutan di indonesia. Selain menurunkan kualitas udara,
asap tebal yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan menyebabkan berkurangnya jarak
pandang, sehingga menghambat aktivitas-aktivitas ekonomi pada negara-negara
tersebut. Jauh disamping efek fisik asap tersebut, hubungan negara-negara
tersebut pun bisa jadi terancam, terutama dalam kegiatan ekonomi. Apalagi jika
pemerintah indonesia tidak serius dalam menangani permasalahan ini, serta
memberikan kesan negatif pada pemerintahan negara-negara tersebut. Bisa jadi
negara-negara tersebut menghentikan hubungan perdaganganyya dengan negara kita,
bisa jadi mereka mencari negara lain untuk dijadikan partner dalam berbisnis
dan sebagainya dan sebagainya.
Tiga
masalah diatas kiranya dapat mewakili dampak yang terjadi akibat kebakaran
hutan di indonesia dengan perekonomian. Secara umum aktivitas perekonomian riil
akan terhambat akibat asap dari kebakaran tersebut. Pantauan media pada
beberapa wilayah yang terkena kebakaran hutan menyebutkan bahwa tahun 1997-98
terlihat dampak dari kebakaran hutan dan lahan sangat dirasakan terutama oleh
masyarakat yang menggantungkan hidupnya kepada hutan, satwa liar (seperti
gajah, harimau dan orang utan) yang kehilangan habitatnya, sektor transportasi
karena terganggunya jadwal penerbangan dan juga masyarakat secara keseluruhan
yang terganggu kesehatannya karena terpapar polusi asap dari kebakaran.
Tercatat sekitar 70 juta orang di enam Negara di lingkup ASEAN terganggu
kesehatannya karena menghirup asap yang diekspor dari kebakaran di Indonesia.
Sedangkan kerugian yang kasat mata dari kebakaran hutan adalah berkurangnya
sumber daya hayati bangsa ini akibat terbakarnya sumber-sumber keanekaragaman
hayati.
Tidak
jauh berbeda dengan kondisi saat ini, contoh kasus yang terjadi beberapa waktu
lalu di Riau hingga sebagian besar wilayah Sungai Musi, asap akibat kebakaran
lahan gambut menyebabkan tertundanya pelayaran selama beberapa waktu. Mereka
khawatir jarak pandang yang pendek menyebabkan terjadinya tabrakan antar kapal
yang pada akhirnya menyebabkan kerugian yang lebih besar lagi. Beberapa waktu
lalu akibat kebakaran hutan yang terjadi pada hutan-hutan hujan tropis di
Kalimantan menyebabkan berku Penyebab Dan Dampak Kebakaran Hutan Di Indonesia
Kategori
: Lingkungan
Indonesia
merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas kedua di
dunia. Keberadaan hutan ini tentunya merupakan berkah tersebdiri. Hutan
merupakan ekosistem alamiah yang keanekaragaman hayatinya sangat tinggi.
Keberadaan hutan di Indonesia sangat penting tak hanya untuk bangsa Indonesia
tetapi juga bagi semua makhluk hidup di bumi. Hutan di Indonesia sering
dijuluki sebagai paru-paru dunia. Hal ini wajar mengingat jumlah pepohonan yang
ada di dalam kawasan hutan ini bisa mendaur ulang udara dan menghasilkan
lingkungan yang lebih sehat bagi manusia. Sayangnya, akhir-akhir ini kebakaran
hutan di Indonesia semakin sering terjadi. Penyebabnya bisa beragam yang dibagi
ke dalam dua kelompok utama, alam dan campur tangan manusia. Menurut data
statistik, kebakaran hutan di Indonesia sebanyak 90 % disebabkan oleh manusian
dan selebihnya adalah kehendak alam.
Kebakaran
hutan di Indonesia adalah peristiwa dimana hutan yang digologkan sebagai
ekologi alamiah mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh aktfitas
pembakaran secara besar-besaran. Pada dasarnya, peristiwa ini memberi dampak
negatif maupun positif. Namun, jika dicermati, dampak negatif kebakaran hutan
jauh lebih mendominasi ketimbang dampak positifnya. Oleh sebab itu hal ini
penting untuk dicegah agar dampak negatifnya tidak merugikan manusia terlalu
banyak. Salah satu upaya pencegahan yang paling mendasar adalah dengan memahami
penyebab terjadinya kebakaran hutan di Indonesia. Di dalam Kamus Kehutanan yang
diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan RI, disebutkan bahwa kebakaran hutan
disebabkan oleh alam dan manusia. Konteks alam mencakup musim kemarau yang
berkepanjanganjuga sambaran petir. Sementara faktor manusia antara lain
kelalaian membuang punting rokok, membakar hutan dalam rangka pembukaan lahan,
api unggun yang lupa dimatikan dan masih banyak lagi lainnya.
Kebakaran
hutan di Indonesia perlu ditanggulangi secara tepat sebab peristiwa ini
memiliki dampak buruk bagi kehidupan manusia. Apa saja? Berikut uraiannya:
Kebakaran hutan akan menyebarkan sejumlah
emisi gas karbon ke wilayah atmosfer dan berperan dalam fenomena penipisan
lapisan ozon.
Dengan terbakarnya hutan, satwa liar akan
kehilangan rumah tempat mereka hidup dan mencari makan. Hilangnya satwa dalam
jumlah yang besar tentu akan berakibat pada ketidakseimbangan ekosistem.
Hutan identik dengan pohon. Dan pepohonan
identik sebagai pendaur ulang udara serta akarnya berperan dalam mengunci tanah
serta menyerap air hujan. Jika pepohonan berkurang, dipastikan beberapa bencana
akan datang seperti bajir atau longsor.
Kebakaran hutan di Indonesia akan membuat
bangsa kita kehilangan bahan baku industri yang akan berpengaruh pada
perekonomian.
Jumlah hutan yang terus berkurang akan
membuat cuaca cenderung panas.
Asap dari hutan akan membuat masyarakat
terganggu dan terserang penyakit yang berhubungan dengan pernapasan.
Kebakaran hutan bisa berdampak pada
menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke sebuah Negara. rangya populasi
Orang UtaDi awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di provinsi Riau,
Sumatera, Indonesia, melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak
krisis kabut asap Asia Tenggara pada Juni 2013. Hampir 50.000 orang mengalami
masalah pernapasan akibat kabut asap tersebut, menurut Badan Penanggulangan
Bencana Indonesia. Citra-citra satelit dengan cukup dramatis menggambarkan
banyaknya asap polutan yang dilepaskan ke atmosfer, yang juga berkontribusi
kepada perubahan iklim.
Minggu
lalu Global Forest Watch, sebuah sistem online baru yang mencatat perubahan
tutupan hutan serta kebakaran hutan secara nyaris seketika, melaporkan dalam
serangkaian tulisan bahwa pembukaan lahan untuk tujuan agrikultur menjadi
pendorong utama dari terjadinya kebakaran ini. Seperti yang terjadi sebelumnya,
sekitar setengah dari kebakaran tersebut berlangsung di lahan yang dikelola
oleh perusahaan tanaman industri, kelapa sawit, serta kayu. Global Forest Watch
menunjukkan bahwa sebagian dari kebakaran yang paling besar berada pada lahan
yang telah sebenuhnya ditanami, terlepas dari fakta bahwa banyak dari
perusahaan ini yang berkomitmen untuk menghentikan penggunaan api dalam praktik
pengelolaan mereka.
Berulang
kembalinya peristiwa kebakaran ini—serta intensitasnya—memunculkan beberapa
pertanyaan penting. Di bawah ini, kami mengSejak 20 Februari hingga 11 Maret,
Global Forest Watch mendeteksi 3.101 peringatan titik api dengan tingkat
keyakinan tinggi di Pulau Sumatera dengan menggunakan Data Titik Api Aktif
NASA. Angka tersebut melebihi 2.643 total jumlah peringatan titik api yang
terdeteksi pada 13-30 Juni 2013, yaitu puncak krisis kebakaran dan kabut asap
sebelumnya. Grafik berikut menunjukan distribusi titik api di kawasan (Gambar
1) serta pola dari peringatan titik api sejak Januari 2013 untuk seluruh Pulgunakan
data Global ForFakta bahwa jumlah kebakaran kini terjadi lebih sering
dibandingkan dengan Juni 2013 sangatlah mengkhawatirkan, terutama melihat
usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia serta negara lainnya
untuk mengatasi masalah kebakaran sejak saat itu. Krisis terakhir ini jelas
berhubungan dengan kekeringan ekstrim yang sekarang melanda kawasan, yang juga
membuat pembakaran semakin mudah serta meningkatkan kemungkinan api menyebar
dengan tidak terkendali.
Menariknya,
liputan media terhadap kebakaran yang baru terjadi tidak sebesar Juni 2013
karena fakta bahwa pola angin telah meniup asap dan kabut menjauh dari
kota-kota besar seperti Singapura, menuju wilayah pedesaan di Sumatra.est Watch
untuk lebih jauh menelusSelama bulan Juni 2013, mayoritas kebakaran yang
terjadi terpusat di Provinsi Riau, Pulau Sumatera, Indonesia. Angka yang cukup mengejutkan,
yaitu sebanyak 87 persen dari peringatan titik api di sepanjang Sumatera pada
4-11 Maret berada di Provinsi Riau. Lihat animasi di bawah yang menunjukkan
wilayah dimana kerapatan titik api paling banyak terjadi di Riau selama 12 hari
terakhir, serta gambar dimana api terjadi pada area konsesi (Gambar 3, 4, dan
5).uri n. Krisis minggu ini menjadi yang terakhir dari daftar panjang mengenai
episode kebakaran yang mempengaruhi Indonesia dan negara-negara tetangga.
Meskipun kita sudah dapat menentukan ukuran kebakaran dan dimana lokasinya,
masih banyak hal yang belum kita ketahui. Salah satunya, mengapa pemerintah
Indonesia gagal untuk menerbitkan informasi dimana perusahaan sawit, kertas,
dan kayu beroperasi. Meskipun Global Forest Watch memasukkan data konsesi
terakhir yang tersedia, masih banyak kesenjangan informasi serta masalah
seputar akurasi terkait peta ini.
Tersedianya
peta batas konsesi serta kepemilikan lahan terbaru dapat memperbaiki koordinasi
di antara institusi pemerintah yang berusaha menghentikan api, peningkatan
penegakkan hukum di sekitar kawasan, serta tentu saja, akuntabilitas yang lebih
baik untuk perusahaan maupun institutsi pemerintah terkait.
Kedua,
investigasi lebih lanjut di lapangan menjadi prioritas yang mendesak, termasuk
penelitian dan survei mendalam untuk dapat mengerti proporsi pembakaran yang
dilakukan oleh perusahaan besar dibandingkan dengan operasi ukuran menengah
maupun kecil. Tentu saja, petani miskin tidak memiliki alternatif selain
menggunakan api ketika melakukan pembersihan lahan. Mereka juga dapat
menggunakan api untuk merusak ataupun melakukan klaim atas lahan yang berada di
bawah manajemen perusahaan besar. Konflik lahan seperti ini sangat umum di
seluruh Indonesia. Pemerintah maupun organisasi peneliti independen, perlu
secara cepat melakukan investasi lebih untuk mengerti akar masalah dari
kebakaran ini serta menyusun program yang lebih baik untuk mencegah kebakaran.
Terkait
dengan hal ini, beberapa progres telah dibuat. Pemerintah Indonesia dan Singapura,
serta kelompok ASEAN yang lebih besar, sedang melakukan usaha-usaha untuk
menurunkan risiko kebakaran. Deteksi api dan usaha pemadaman telah
ditingkatkan, serta penegakkan hukum Indonesia telah melakukan beberapa
penangkapan yang signifikan. Singapura bahkan mengajukan undang-undang
mendobrak baru yang memungkinkan pemerintah untuk menjatuhkan sanksi kepada
perusahaan—domestik maupun asing—yang menyebabkan kabut asap lintas-negara yang
merugikan pemerintah negara tersebut. Pada Bulan Oktober, pemerintah
negara-negara ASEAN telah sepakat untuk bekerja sama dan membagi data mengenai
titik api dan penggunaan lahan, meskipun data ini tidak tersedia untuk publik.
Lebih lanjut, banyak perusahaan yang telah, sejak saat itu, mengumumkan secara
public kebijakan tidak menggunakan pembakaran, serta melakukan investasi
terhadap system pengawasan dan pengendalian api mereka.
Akan
tetapi, seperti yang ditunjukkan oleh angka yang belum pernah terjadi
sebelumnya ini, usaha-usaha tersebut belum menjawab pertanyaan apa yang
diperlukan untuk menghentikan krisis ini. Nasib hutan, kualitas air, serta
kesehatan masyarakat Indonesia—serta orang-orang dan hewan liar yang hidup dari
pada hutan ini—bergantung pada penegakkan hukum, informasi yang transparan,
koordinasi yang lebih baik antara institusi pemerintah, serta tanggungKami
menggunakan Data Titik Api Aktif NASA untuk menentukan kemungkinan lokasi
kebakaran di lapangan. Sistem ini menggunakan satelit MODIS NASA yang mensurvey
bumi setiap 1-2 hari. Sensor-sensor yang ada pada satelit ini dapat mendeteksi
heat signature dari api menggunakan pita spektrum inframerah. Ketika citra
satelit tersebut diproses, sebuah algoritma mencari tanda-tanda potensi
keberadaan titik api. Ketika titik api tersebut terdeteksi, sistem kemudian
mengindikasikan area sebesar 1 kilometer persegi dimana titik api tersebut
berada dan memunculkannya sebagai “peringatan titik api”. Sistem ini hampir
selalu mendeteksi titip api sebesar 1.000 meter persegi, tapi dalam
kondisiideal, sistem ini bahkan dapat mendeteksi kobaran api sekecil 50 meter
persegi. Karena setiap satelit melewati garis khatulistiwa dua kali sehari,
sistem peringatan titik api ini dapat menyediakan data yang nyaris seketika.
Peringatan titik api ini lalu ditampilkan di laman FIRMS NASA dalam jangka
waktu 3 jam setelah deteksi berlangsung oleh satelit tersebut.
Tingkat
akurasi deteksi titik api juga sudah meningkat cukup jauh sejak sistem deteksi
api pertama kali dikembangkan untuk satelit MODIS. Saat ini, tingkat deteksi
‘positif palsu’ (false positive) hanya 1/10 hingga 1/1000 dari tingkat pada
saat sistem ini pertama kali dikembangkan di awal tahun 2000an. Algoritma yang
digunakan untuk mendeteksi titik api saat ini juga telah memiliki langkah untuk
mengeliminasi sumber deteksi positif palsu yang dapat berasal dari kilau
matahari, kilau permukaan air, lingkungan gurun yang panas dan sumber deteksi
positif palsulainnya. Ketika sistem tidak memiliki cukup informasi untuk
mendeteksi titik api secara meyakinkan, peringatan atas potensi titik api
tersebut akan diabaikan. Secara umum, observasi pada malam hari memiliki
akurasi yang lebih tinggi dibandingkan observasi pada siang hari; dan ekosistem
gurun memilikitingkat deteksi positif palsu yang lebih tinggi.
Banyak
penelitian yang telah dipublikasikan untuk memvalidasi data peringatan titik api
MODIS milik NASA untuk dapat digunakan dalam berbagai skenario aplikasi. WRI
telah mengajukan sebuah rekomendasi untuk menggunakan sistem ini dalam
mendeteksi api yang digunakan untuk pembukaan lahan (dideskripsikan dalam
tulisan Morton dan Defries di tahun 2008), mengidentifikasi titik api dengan
nilai kecerahan (brightness value) diatas 330 Kelvin dan tingkat keyakinan
deteksi (confidence value) diatas 30% yang dapat mengindikasikan api dengan
tingkat deteksi keyakinan tinggi (high confidence) untuk pembukaan lahan. Titik
api dengan tingkat keyakinan deteksi rendah (low confidence) adalah api dengan
intensitas rendah yang dapat berasal dari aktivitas pembersihan lahan non-hutan
(dapat berupa pembersihan ladang atau pembakaran rumput). Penggunaan klasifikasi
ini telah memunculkan standar yang lebih tinggi dalam mendeteksi keberadaan
titik api daripada sekedar menggunakan peringatan titik api secara umum. jawab
perusahaan yang lHome » Contoh Artikel Lingkungan » 5 Penyebab Kebakaran Hutan
& Penanganannya
Categorized
| Contoh Artikel Lingkungan, Kesehatan Lingkungan, Lingkungan Hidup, Pencemaran
Lingkungan
5
Penyebab Kebakaran Hutan & Penanganannya
Posted
on .
Kebakaran
hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang paling besar dan
bersifat dan bersifat sangat merugikan. Perbaikan kerusakan hutan akibat
kebakaran memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi untuk mengembalikannya
menjadi hutan kembali. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa hal
yang dapat menyebabkan kebakaran huta seperti berikut ini.
Memperhatikan wilayah hutan dengan titik
api (hot spot) cukup tinggi terutama lahan gambut di musim panas dan kemarau
yang berkepanjangan.
Dilarang membuka ladang atau lahan
pertanian dengan cara membakar hutan.
Dilarang meninggalkan bekas api unggun yang
membara di hutan.
Tidak membuat arang di hutan.
Tidak membuang puntung rokok sembarangan di
dalam hutan.
Berikut
ini beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi kemungkinan atau
terjadinya kebakaran hutan.
Membuat menara pengamat yang tinggi berikut
alat telekomunikasi.
Melakukan patroli keliling hutan secara
rutin untuk mengatasi kemungkinan kebakaran.
Menyediakan sistem transportasi mobil
pemadam kebakaran yang siap digunakan.
Melakukan pemotretan citra secara berkala,
terutama di musim kemarau untuk memantau wilayah hutan dnegan titik api cukup
tinggi yang merupakan rawan kebakaran.
Apabila
terjadi kebakaran hutan maka cara yang dapat dilakukan untuk melakukan
pemadaman kebakaran hutan adalah sebagai berikut.
Melakukan penyemprotan air secara langsung
apabila kebakaran hutan bersekala kecil.
Jika api dari kebakaran bersekala luas dan
besar, kita dapat melokalisasi api dengan membakar daerah sekitar kebakaran dan
mengarahkan api ke pusat pembakaran, yaitu umumnya dimulai dari daerah yang
menghambat jalannya api seperti sungai, danau, jalan, dan puncak bukit.
Melakukan penyemprotan air secara merata
dari udara dengna menggunakan helikopter atau pesawat udara.
Membuang hujan buatan.ebih baik lagi.
x P�
�3l ) ` 0 ajak perseroan yang belum dibayarkan pada waktu neraca disusun.Kewajiban Yang
Masih Harus Dipenuhi (Accrual Payables) Kewajiban yang timbul karena
jasa-jasa yang diberikan kepada perusahaan selama jangka waktu tertentu, tetapi
pembayarannya belum dilakukan.Misalnya: upah, bunga, sewa, pensiun dan
lain-lain.E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Modal Kerja
Untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu perusahaan bukanlah merupakan hal yang mudah, karena modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung atau dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Munawir (2004:117) menyatakan bahwa besarnya modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1) Sifat atau tipe dari perusahaan
2) Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan
dijual serta harga per satuan dari barang tersebut.
3) Syarat pembelian bahan atau barang dagangan
4) Syarat penjualan
5) Tingkat perputaran persediaan.
F. Pentingnya Modal Kerja Yang Cukup
Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup agar memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan. Misalnya dapat menutup kerugian dan mengatasi keadaan krisis atau darurat tanpa membahayakan keuangan perusahaan.
Menurut Munawir (2004:116) manfaat lain dari tersedianya modal kerja yang cukup adalah sebagai berikut :
1. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar, seperti adanya kerugian karena debitur tidak membayar, turunnya nilai persediaan karena harganya merosot.
2. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.
3. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan tunai sehingga dapat mendapatkan keuntungan berupa potongan harga.
4. Menjamin perusahaan memiliki kredit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga seperti kebakaran, pencurian dan sebagainya.
5. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya.
6. Memungkinkan perusahaan dapat memberikan syarat kredit yang menguntungkan kepada pelanggan.
7. Memungkinkan perusahaan dapat beroperasi denan lebih efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku biasa dan supply yang dibutuhkan.
8. Memungkinkan perusahaan mampu bertahan dalam posisi resesi atau depresi.
Di luar kondisi diatas, yakni adanya modal kerja yang berlebihan dan terjadinya kekurangan modal kerja, keduanya merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi perusahaan. Modal kerja yang berlebihan menunjukkan pengelolaan dana yang tidak efektif disamping akan menimbulkan keburukan- keburukan seperti, dapat menimbulkan pemborosan-pemborosan, investasi- investasi pada cabang yang tidak diinginkan dan kerugian bunga karena saldo bank yamg tidak digunak
G. Sumber Modal Kerja
Modal kerja yang permanen seharusnya atau sebaiknya dibiayai oleh perusahaan atau para pemegang saham. Semakin besar jumlah modal kerja yang dibiayai atau berasal dari investasi pemilik perusahaan akan semakin baik bagi perusahaan tersebut karena akan semakin besar jaminan bagi kreditur jangka pendek.
Munawir (2004:120) menyatakan bahwa pada umumnya modal kerja suatu perusahaan dapat berasal dari:
1. Hasil Operasi Perusahaan Adalah jumlah net income yang tampak dalam laporan perhitungan rugi laba ditambah dengan depresiasi dan amortisasi. Jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal dari operasi perusahaan.
2. Keuntungan Dari Penjualan Surat-Surat Berharga (Investasi Jangka Pendek). Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek adalah salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Dengan adanya penjualan surat-surat berharga ini mengakibatkan perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga menjadi uang kas.
3. Penjualan Aktiva Tidak Lancer.Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil dari penjualan aktiva tetap. Investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan dari aktiva ini menjadi kas atau piutang menyebabkan bertambahnya modal kerja sebesar jumlah penjualan tersebut.
4. Penjualan Saham Atau Obligasi. Untuk menambah dana atau modal kerja yang diperlukan, perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahan untuk menambah modalnya, disamping itu perusahaan juga dapat mengeluarkan obligasi atau bentuk utang jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Penjualan obligasi ini mempunyai konsekuensi bahwa perusahaan harus membayar bunga tetap, oleh karena itu dalam mengeluarkan utang dalam bentuk obligasi harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
H. Penentuan Besarnya Kebutuhan Modal Kerja
Besar Kecilnya Modal Kerja tergantung dari dua faktor :
1. Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja
merupakan keseluruhan atau jumlah dari periode yang meliputi jangka waktu pemberian kredit beli, lama penyimpanan bahan mentah di gudang, lamamya proses produksi, lamanya barang di simpan digudang, jangka waktu penerimaan piutang.
2. Pengeluaran kas rata-rata setiap hari
Merupakan jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap hari utk keperluan bahan mentah, bahan pembantu, pembayaran upah buruh, dan lain-lain.
I. Manfaat Manajemen Modal Kerja
a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar.
b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya.
c. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi.
d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani konsumen.
e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para langganannya.
f. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan.
g. Laporan modal kerja akan sangat berguna bagi management untuk mengadakan pengawasan terhadap modal kerja.
J. Laporan Modal Kerja
Laporan perubahan modal kerja merupakan ringkasan tentang hasil-hasil aktivitas keuangan suatu perusahaan dalam satu periode tertentu dan menyajikan sebab-sebab perubahan-peubahan posisi keuangan perusahaan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah modal kerja adalah sebagai berikut.
1. Sifat umum atau tipe perusahaan (Modal kerja yang dibutuhkan perusahaan jasa (public utility) relatif rendah karena investasi dalam persediaan dan piutang pencairannya menjadikan relatif cepat)
2. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau mendapatkan barang dan ongkos produksi per unit atau harga beli per unit barang. Jumlah modal kerja bukan langsung dengan waktu yang dibutuhkan mulai dari bahan baku atau barang jadi dibeli sampai barang-barang dijual kepada langganan. Makin panjang waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang atau untuk memperoleh barang makin besar kebutuhan akan modal kerja.
3. Syarat pembelian dan penjualan (Syarat kredit pembelian barang dagangan atau bahan baku akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja. Syarat kredit pembelian yang menguntungkan akan memperkecil
kebutuhan uang kas yang harus ditanamkan dalam persediaan, sebaliknya bila pembayaran harus dilakukan segera setelah barang diterima maka kebutuhan uang kas untuk membelanjai volume perdagangan menjadi lebih besar).
4. Tingkat perputaran persediaan (Semakin sering persediaan diganti (dibeli dan dijual kembali) maka kebutuhan modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan (barang) akan semakin rendah.)
5. Tingkat perputaran piutang ( Kebutuhan modal kerja juga tergantung pada periode waktu yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi uang kas.)
K. Pengelolaan Modal Kerja
Pengelolaan modal kerja dipengaruhi oleh elemen-elemen dalam modal kerja diantaranya yaitu:
a) Kas Merupakan bentuk aktiva yang paling likuid yang bisa digunakan segera untuk memenuhi kewajiban finansial perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan dapat memenuhi kewajiban finansialnya, tapi apabila kas yang besar tidak di imbangi dengan kenaikan penjualan maka tingkat perputaran akan menjadi rendah sehingga penggunaan kas menjadi tidak efektif.
b) Piutang Merupakan penjualan secara kredit yang bertujuan untuk meningkatkan atau untuk mencegah penurunan penjualan. Piutang yang terlalu besar mengakibatkan perusahaan akan menanggung beban modal yang besar.
c) Persediaan Dalam hal ini, maka perusahaan akan menanggung biaya penyimpanan, biaya asuransi dan biaya lain-lain yang semua itu akan memperkecil tingkat keuntungan.
d) Hutang Lancar Merupakan cash outflows yang terdiri dari hutang-hutang jangka pendek seperti hutang wesel, hutang perniagaan dan hutang-hutang pada bank lainnya yang berusia kurang dari 1 tahun.
L. Penentuan Besarnya Kebutuhan Modal Kerja
Besar Kecilnya Modal Kerja tergantung dr 2 faktor :
a) Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja
Merupakan keseluruhan atau jumlah dari periode yang meliputi jangka waktu pemberian kredit beli, lama penyimpanan bahan mentah di gudang, lamamya proses produksi, lamanya barang di simpan digudang, jika waktu penerimaan piutang
b) Pengeluaran kas rata-rata setiap hari
Merupakan jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap hari untuk keperluan bahan mentah, bahan pembantu, pembayaran upah buruh, dan lain-lain.
Modal Kerja makin besar, jika :
ü Jumlah pengeluaran kas setiap tetap, periode perputaran lama
ü Periode perputaran tetap, jumlah pengeluaran kas besar
Contoh:
PT “ABC” memproduksi produk Z, setiap harinya sebanyak 100 unit. Dalam satu bulan perusahaan bekerja selama 25 hari. Unsur biaya yang dibebankan untuk setiap unit produk adalah sbb:
a. Bahan Mentah A seharga Rp 500
b. Bahan Mentah B seharga Rp 200
c. Tenaga Kerja Langsung Rp 400
Biaya administrasi setiap bulan Rp 1.250.000. Gaji pimpinan perusahaan setiap bulan Rp 2.000.000. Uutuk membeli bahan mentah A perusahaan harus memberikan uang muka kepada supplier bahan mentah tsb rata-rata 5 hr sebelum bahan mentah diterima. Waktu yang diperlukan untuk membuat barang tersebut 5 hari, dan selanjutnya atas pertimbangan kualitas barang masih harus tersimpan digudang 2 hari. Penjualan dilakukan dengan kredit dengan syarat pembayaran 10 hari sesudah barang diambil. Pimpinan menetapkan persediaan besi Rp 2.000.000. Berapa besarnya kebutuhan Modal Kerja yang diperlukan perusahaan tersebut untuk membiayai membiayai operasi perusahaan secara Kontinyu?
Jawab:
Periode perputaran
• Bahan mentah A
a. Dana yang terikat dalam persekot bahan 5 hari
b. Proses produksi 5 hari
c. Barang jadi 2 hari
d. Piutang dagang 10 hari
• Bahan mentah B, tenaga kerja langsung, biaya administrasi, gaji pimpinan
a. Proses produksi 5 hari
b. Barang jadi 2 hari
c. Piutang dagang 10 hari
Kebutuhan dana yang akan ditanamkan dalam unsur modal kerja tersebut adalah:
a. Bahan mentah A = 100 unit x Rp.500 x 22 hari = Rp. 1.100.000
b. Bahan mentah B = 100 unit x Rp. 200 x 17 hari = Rp. 340.000
c. T kerja langsung = 100 unit x Rp. 400 x 17 hari = Rp. 680.000
---------- +
JUMLAH Rp. 2.120.000
Biaya administrasi dan gaji pimpinan :
a. Jumlah biaya selama 1 bulan Rp. 3.250.000
b. Jumlah biaya produksi selama 1 bulan (25 hari ) = 25 x 100 unit = 2500 unit
c. Biaya per unit = Rp. Rp. 3.250.000 / 2500 unit = Rp. 1300
d. Biaya per hari 100 unit x Rp. 1300 = Rp. 1.300.000
Dana yang diperlukan untuk biaya selama periode perputaran
= Rp. 1.300.000 x 17 hari = Rp. 22.100.000
Persediaan kas minimal = Rp. 2.000.000
------------ +
Jumlah modal kerja yang dibutuhkan = Rp. 26.220.000
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modal kerja merupakan aspek penting dalam manajemen pembelanjaan perusahaan. Apabila perusahaaan tidak dapat mempertahankan tingkat modal kerja yang memuaskan, maka kemungkinan perusahaan berada dalam keadaan ”insolvent” (tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo) dan bahkan mungkin terpaksa harus dilikuidasi atau bangkrut. Dalam perusahaan atau badan usaha salah satu peranan modal kerja adalah menjamin kontinuitas perusahaan yang menyangkut penggunaan modal, sehingga dapat menentukan modal kerja yang cukup. Perusahaan dihadapkan pada masalah seberapa besar tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan modal kerja yang harus dikelola perusahaan.
Dalam analisis penggunaan dana tidak terlepas dari laporan keuangan, karena neraca terdiri dari aktiva dan passiva yang mencerminkan hasil keputusan pendanaan. Sedangkan perhitungan laba rugi dapat dilihat dari seberapa efektifnya penggunaan aktiva yang mendukung penjualan dan seberapa efisien laba yang diperoleh dapat digunakan untuk memberikan imbalan kepada para pemilik dana dan sebagai sumber dana untuk investasi. Sehingga dengan menganalisis efisiensi dan efektivitas penggunaan dana akan diketahui bagaimana kebijaksanaan yang ditempuh oleh pimpinan perusahaan dalam mengoperasikan dana yang ada dan dapat diketahui efisiensi dari dana yang dioperasikan.
Modal kerja merupakan aspek penting dalam manajemen pembelanjaan perusahaan. Apabila perusahaaan tidak dapat mempertahankan tingkat modal kerja yang memuaskan, maka kemungkinan perusahaan berada dalam keadaan ”insolvent” (tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo) dan bahkan mungkin terpaksa harus dilikuidasi atau bangkrut. Dalam perusahaan atau badan usaha salah satu peranan modal kerja adalah menjamin kontinuitas perusahaan yang menyangkut penggunaan modal, sehingga dapat menentukan modal kerja yang cukup. Perusahaan dihadapkan pada masalah seberapa besar tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan modal kerja yang harus dikelola perusahaan.
Dalam analisis penggunaan dana tidak terlepas dari laporan keuangan, karena neraca terdiri dari aktiva dan passiva yang mencerminkan hasil keputusan pendanaan. Sedangkan perhitungan laba rugi dapat dilihat dari seberapa efektifnya penggunaan aktiva yang mendukung penjualan dan seberapa efisien laba yang diperoleh dapat digunakan untuk memberikan imbalan kepada para pemilik dana dan sebagai sumber dana untuk investasi. Sehingga dengan menganalisis efisiensi dan efektivitas penggunaan dana akan diketahui bagaimana kebijaksanaan yang ditempuh oleh pimpinan perusahaan dalam mengoperasikan dana yang ada dan dapat diketahui efisiensi dari dana yang dioperasikan.
No comments:
Post a Comment