JATUHNYA ORDE BARU
DAN
LAHIRNYA ORDE REFORMASI DI INDONESIA
OLEH : FAISAL EFENDI
FAKULTAS SASTRA
PENDAHULUAN
Perjalanan
sejarah Orde Baru yang panjang, Indonesia dapat melaksanakan pembangunan dan
mendapat kepercayaan dari dalam maupun luar negeri. Rakyat Indonesia yang
menderita sejak tahun 1960- an dapat meningkat kesejahteraannya. Akan tetapi
keberhasilan pembangunan pada waktu itu tidak merata karena terjadi kesenjangan
sosial ekonomi yang mencolok antara si kaya dan si miskin. Bahkan Orde Baru
ingin mempertahankan kekuasaannya terus menerus dengan berbagai cara. Hal ini
menimbulkan berbagai efek negatif. Berbagai bentuk penyelewengan terhadap
nilai- nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 itu disebabkan oleh adanya
tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sejak pertengahan tahun 1996
situasi politik di Indonesia memanas. Golongan Karya yang berkeinginan menjadi
mayoritas tunggal (Single Majority) mendapat tekanan dari
masyarakat. Masyarakat menuntut adanya perubahan di bidang politik, ekonomi,
demokratisasi dalam kehidupan sosial serta dihormatinya hak asasi manusia.
Hasil Pemilihan Umum 1997 yang dimenangkan Golkar dan menguasai DPR dan MPR
banyak mengandung unsur nepotisme. Terpilihnya Jenderal Purnawirawan Soeharto
sebagai Presiden RI banyak mendapat reaksi masyarakat. Sedangkan pembentukan
Kabinet Pembangunan VII dianggap berbau Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
Pada
saat memanasnya gelombang aksi politik tersebut Indonesia dilanda krisis
ekonomi sejak pertengahan tahun 1997 sebagai pengaruh krisis moneter yang
melanda wilayah Asia Tenggara. Harga-harga kebutuhan pokok dan bahan pangan
membumbung tinggi dan daya beli rakyat rendah. Para pekerja di perusahaan
banyak yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga semakin menambah
pengangguran. Hal ini diperparah lagi dengan tindakan para konglomerat yang
menyalahgunakan posisinya sebagai pelaku pembangunan ekonomi. Mereka menambah
hutang tanpa kontrol dari pemerintah dan masyarakat. Akibatnya perekonomian
mengalami krisis, nilai rupiah terhadap dollar merosot tajam hampir
Rp.15.000,00 per dollar AS. Perbankan kita menjadi bangkrut dan banyak yang
dilikuidasi. Pemerintah banyak mengeluarkan uang dana untuk Kredit Likuidasi
Bank Indonesia (KLBI) sehingga beban pemerintah sangat berat. Dengan demikian
kondisi ekonomi di Indonesia semakin parah. Melihat kondisi bangsa Indonesia
yang merosot di berbagai bidang tersebut maka para mahasiswa mempelopori
demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah Orde Baru dengan menentang berbagai
praktek korupsi, kolusi nepotisme (KKN). Kemarahan rakyat terhadap pemerintah
memuncak pada bulan Mei 1998 dengan menuntut diadakannya reformasi atau
perubahan di segala bidang baik bidang politik, ekonomi maupun hukum. Gerakan
reformasi ini merupakan gerakan untuk menumbangkan kekuasaan Orde Baru yang
telah mengendalikan pemerintahan selama 32 tahun. Pada awal Maret 1998 Kabinet
Pembangunan VIII dilantik, akan tetapi kabinet ini tidak membawa perubahan ke
arah kemajuan. Oleh karena itu rakyat menghendaki perubahan ke arah yang lebih
baik di berbagai bidang kehidupan baik bidang politik, ekonomi, hukum maupun
sosial budaya. Pada awal Mei 1998 mahasiswa mempelopori unjuk rasa menuntut
dihapuskannya KKN, penurunan harga-harga kebutuhan pokok, dan Soeharto turun
dari jabatan Presiden. Ketika para mahasiswa melakukan demonstrasi pada tanggal
12 Mei 1998 terjadilah bentrokan dengan aparat kemananan. Dalam peristiwa ini
beberapa mahasiswa Trisakti cidera dan bahkan tewas. Di antara mahasiswa
Trisakti yang tewas adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan Sie,
dan Hafidhin Royan.
Pada tanggal 13-14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massa dengan membakar pusat-pusat pertokoan dan melakukan penjarahan. Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR. Mereka menuntut Soeharto turun dari jabatan presiden akan tetapi Presiden Soeharto hanya hanya mereshufle kabinet. Hal ini tidak menyurutkan tuntutan dari masyarakat. Pada tanggal 20 Mei 1998 Soeharto memanggil tokoh-tokoh masyarakat untuk memperbaiki keadaan dengan membentuk Kabinet Reformasi yang akan dipimpin oleh Soeharto sendiri. Tokoh-tokoh masyarakat tidak menanggapi usul Soeharto tersebut. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada wakilnya, B.J. Habibie. Selanjutnya B.J. Habibie dilantik sebagai Presiden RI menggantikan Soeharto. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie kehidupan politik mengalami perubahan, kebebasan berserikat telah dibuka terbukti banyak berdiri partai politik. Pada bulan November 1998 dilaksanakan Sidang Istimewa MPR yang menghasilkan beberapa keputusan di antaranya adalah tentang pelilihan umum secepatnya. Selanjutnya Pemilihan Umum setelah berakhirnya Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1998 yang diikuti oleh 48 partai politik. Pada Pemilu kali ini suara terbanyak diraih oleh Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP). Dalam Sidang Umum MPR yang dilaksanakan pada bulan Oktober 1999 terpilihlah K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI dan Megawati Sukarno Putri sebagai Wakil Presiden.
Pada tanggal 13-14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massa dengan membakar pusat-pusat pertokoan dan melakukan penjarahan. Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR. Mereka menuntut Soeharto turun dari jabatan presiden akan tetapi Presiden Soeharto hanya hanya mereshufle kabinet. Hal ini tidak menyurutkan tuntutan dari masyarakat. Pada tanggal 20 Mei 1998 Soeharto memanggil tokoh-tokoh masyarakat untuk memperbaiki keadaan dengan membentuk Kabinet Reformasi yang akan dipimpin oleh Soeharto sendiri. Tokoh-tokoh masyarakat tidak menanggapi usul Soeharto tersebut. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada wakilnya, B.J. Habibie. Selanjutnya B.J. Habibie dilantik sebagai Presiden RI menggantikan Soeharto. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie kehidupan politik mengalami perubahan, kebebasan berserikat telah dibuka terbukti banyak berdiri partai politik. Pada bulan November 1998 dilaksanakan Sidang Istimewa MPR yang menghasilkan beberapa keputusan di antaranya adalah tentang pelilihan umum secepatnya. Selanjutnya Pemilihan Umum setelah berakhirnya Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1998 yang diikuti oleh 48 partai politik. Pada Pemilu kali ini suara terbanyak diraih oleh Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP). Dalam Sidang Umum MPR yang dilaksanakan pada bulan Oktober 1999 terpilihlah K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI dan Megawati Sukarno Putri sebagai Wakil Presiden.
FAKTOR REFORMASI
Runtuhnya
Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
1. Runtuhnya
Orde Baru
Penyebab
utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997.
Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis
keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela,
sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang
sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu
meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat
keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian
diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi
reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet
Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk
Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU
Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam
perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak
untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
SETELAH 21 MEI 1998
2. Kondisi
Politik pada Masa Pemerintahan Habibie
Ketika
Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu
terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
a) masa
depan Reformasi;
b) masa
depan ABRI;
c) masa
depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d) masa
depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e) masa
depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Berikut ini beberapa kebijakan
yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan
reformasi dari masyarakat.
A. Kebijakan
dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
2) UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
2) UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
B. Kebijakan
dalam bidang ekonomi
Untuk
memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
C. Kebebasan
menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan
menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan
ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah.
Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada
pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan
Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
D. Pelaksanaan
Pemilu
Pada
masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang
damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian
masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia
mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak
pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30
Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut
menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat
itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur
mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan
presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
Sumber Pustaka : tando-javaccino.blogspot.com
Salin ulang : komunitassain.blogspot.com untuk pendidikan Indonesia
Salin ulang : komunitassain.blogspot.com untuk pendidikan Indonesia
Judul Buku :
Reformasi & Jatuhnya Soeharto
Pengarang :
Basuki Agus Suparno
Penerbit :
Kompas
Tahun Terbit : 2012
seperti yang kita tahu, bahwa reformasi itu bagian dari
sejarah dari perjalanan panjang bangsa Indonesia. Sejumlah peristiwa
seperti pendudukan gedung DPR/MPR,
insiden Trisakti, dan Semanggi, pengunduran presiden Soeharto,pernyataan 14
menteri yang tidak bersedia lagi duduk dalam Kabinet Reformasi dan sebagainya, itu adalah realitas
sejarah yang mewarnai adanya reformasi.
Sejak awal gerakan reformasi telah dimaknai berbeda-beda
yang seperti mencakup desain Negara ideal, slogan klise ataupun sebatas
ekspresi pikiran seseorang. Ada yang mengatakan bahwa reformasi tidak identik
dengan pergantian individu melainkan berkaitan dengan system dan struktur. Jadi
maksudnya, masing-masing memberi tekanan pada aspek-aspek tertentu, sebagian
sama, dan sebagian yang lain bertolak belakang meskipun objek sosialnya itu
sama yaitu reformasi, yang tetapi bahwa kenyataannya terdapat perbedaan
pemikiran yang kontradiktif.
Reformasi adalah gerakan politik yang membuat Soeharto
mundur dan sukses menemptkan Soeharto sebagai a device that unifies all those who share the same enemy. Yang pada
sisi lain, mereka dihadapkan bagaimana gerakan ini dapat disterilkan dari
aktor-aktor oportunis yang semata-mata hanya menginginkan posisi sebagai akibat
perubahan konfigurasi teruktur sosial. Setelah berlangsung selama 10 tahun,
reformasi masih menyisakan masalah-masalah krusial dan tidak pembawa perubahan
apapun. Alasannya melakukan reformasi karena mereka menempatkan korupsi,
kolusi, nepotismu, dan kroni sebagai kesalahan dalam orde baru. Reformasi
memicu terjadinya kontestasi kepentingan yang luas, situasi itu menunjukkan
upaya berbagai pihak untuk meyakinkan gagasan reformasi perlu dilakukan, yang
tidak lain, menuntut pergantian kekuasaan itu sendiri. Reformasi sendiri telah
memunculkan perdebatan dan argumen yang membuat itu menjadi kontroversi dalam
sejarah kekuasaan di Indonesia.Kontestasi itu akan memperlihatkan bagaimana
isu, menjadi forum yang memperlihatkan perspektif beda saling bersaing.
Pertama, setiap aktor menggunakan kata untuk pengertian yang sama dan apa saja
yang ada dalam mereka tentang kontroversi. Kedua, mencakup pro dan kontra yang
memberikan opini. Ketiga, melakukan identifikasi penyabab kontroversi itu
sendiri. Keempat, mencermati karakteristik dan sejarah keyakinan dan kebijakan
yang ada sekaligus mempertimbangkan nilai dan kebijakan seperti apa yang
ditawarkan di dalam kontestasi tersebut.
Aspek bahasa di dalam reformasi itu sesuatu yang penting
karena merupakan the art of delivery sehingga tampak siapa-siapa yang berbicara
manis kemudia pahit, demikian sebaliknya. Itu mengungkapkan bagaimana cara yang
berbeda dalam menunjukkan otif-motif yang berbeda pula.
Masalah yang dibahas di buku ini mencakup, bagaimana
kontestasi makna formasi dalam dramatisme di Indonesia pada periode 1997 sampai
tahun 1998 dan bagaimana peran actor-aktor politik dalam tindakan komunikasi
politik mereka dalam gerakan reformasi tersebut.Dalam pidato bung Karno sendiri
pada tangaal 17 Agustus 1964 pernah menyebutkan bahwa siapa yang anti NASAKOM
berarti dia telah memincangkan dan mencampakkan revolusi, dan tidak penuh
revolusioner, bahkan historis kontrarevolusioner.
Sejarah Perubahan di Indonesia
Bisa di bilang Indonesia pada saat itu masih dalam masa
transisi dan masih dalam tahap pencarian bentuk. Karena Indonesia dalam menyatakan
kemerdekaannya yang dalam kemerdekaan itu masih memerlukan kebutuhan-kebutuhan
dalam pemerintahan. Dalam situasi itu, kerapkali muncul perbedaan dalam
idealisme. Banyak kejadian-kejadian yang memerlukan tindakan tranformatif
sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Belum lagi gerakan-gerakan
revolusioner yang gagal seperti peristiwa gestapu dan sebagainya. Dan banyak
penyimpangan terhadap pelaksanaan pembangunan yang eksploitatif dan monopoli.
Transisi dari orde lama ke orde baru ditandai semakin
memudarnya pemerintahan yang bertumpu pada kharisma presiden Soekarno pada masa
Demokrasi terpimpin. Pada masa demokrasi terpimpin, Soekarno mengembangkan
konsep dan ajaran seperti USDEK- U dan NASAKOM sebagai bagian esensial dari
kebijakan kegiatan komunikasi politik dan propangandanya. Dalam pidato bung
Karno sendiri pada tangaal 17 Agustus 1964 pernah menyebutkan bahwa siapa yang
anti NASAKOM berarti dia telah memincangkan dan mencampakkan revolusi, dan
tidak penuh revolusioner, bahkan historis kontrarevolusioner
Banyak terdapat kesimpangsiuran informasi dari berbagai
situasi yang sebenarnya mencerminkan pertarungan komunikasi. Seperti,
kesimpangsiuran ketidakberadaan Soekarno pascaperistiwa gestapu. Isu tentang
dewan jendral dan kudeta yang dilakukan
oleh AngkatanDarat. Isu tentang Dewan Revolusi Indonesia. di dalam isu pokok tersebut
terdapat isu-isu lain yang membingkai seperti isu AURI dalam berbegai kejadian,
kontroversi pandangan presiden Soekarno bahwa kejadian tersebut sebagai hal
yang biasa dalam sebuah revolusi. Sampai sekarang peristiwa ini bahkan masih
tidak diketahui dengan jelas siapa dalangnya. Peristiwa 30 September 1965
adalah peristiwa yang dramatis yang memicu terjadinya perubahan enentang
Soekarno. Pada peristiwa ini masa-masa kejayaan Soekarno mulai menghilang. Dan
pasca peristiwa ini pemerintahan Soekarno digantikan oleh Soeharno karena
supersemar yang awalnya hanya merupakan surat perintah penggantian kekuasaan
sementara itu bisa menggantikan kedudukan Soekarno seterusnya.
Pemerintah Orde Baru yang panjang
tidak dapat dipisahkan dari karakter sumber legimitasinya. Atas dasar apa
pemimpin politik itu memerintah dan atas dasar apa orang-orang yang bukan
memimpin menerima justifikasi-justifikasi tersebut? Untuk kepentingan kelanjutan
paparan, penting melihat karakter sumber-sumber legitimasi tersebut. Kebijakan
paling penting dalam pemerintahan Orde Baru adalah mengubah orientasi politik
sebagai panglima kepada orientasi ekonomi pembangunan. Konsep pembangunan
mempunyai dimensi yang berbeda-beda yang menunjukkan praktik-praktik yang
berbeda pula.Seperti misalnya Presiden Soeharto melibatkan ahli-ahli ekonomi
guna member pemikiran dan tindakan terbaiknya bagi mewujudkan program
pembangunan yang ingin dilaksanakan. Pembangunan itu juga menerlibatkan
Nitisastro dalam kebijakan pembangunan pada 25 tahun pertama yang dikenal
sebagai Pembangunan Jangka Panjang Tahun I (PJPT I). dalam pandangannya untuk
menjamin keberhasilan pembangunan ekonomi, masalah pemerataan pendapatan dan
peningkatan pendapatan rata-rata tidak dapat dipisahkan (harus
bersama-sama).
Formasi pengakuan dan penolakan terhadap Soeharto, bila
hanya berumpu pada periode dalam gerakan reformasi,a akan mengabaikan adanya
dinamika tarik ulur yang terjadi. Hal ini akan mengaburkan esensi terhadap
cerita panjang perjuangan politik yang ada. Sebab, ada kalanya seseorang diberi
pada waktu dulu member pujian dan kekaguman, pada kejadian yang lain justru
mencerca dan mengkritiknya. Perubahan-perubahan semacam itu sngat mungkin terjadi
karena berbagai faktor apalagi berkaitan dengan kekuasaan.
Presiden Soeharto dilahirkan di Desa Kemusu, Godean,
Yogyakarta, pada tanggal 8 Juni 1921. Ayahnya bernama Kertosudiro dan ibunya
bernama Sukirah.pendidikan militernya dapat dikatakan cukup panjang. Munculnya
kepemimpinan Soeharto pasca Peristiwa Gestapu bisa dikatakan sebagai pahlawan.
Sejarah kekuasaan Orde Baru yang panjang penempatkan Presiden Soeharto sebagai
tokoh yang di puja. Namun demikian setelah Soeharto memperoleh pengakuan dan penghargaan
muncul tokoh-tokh yang menentangnya seperti Ariel Heryanto, Aief Budiman,
Sujatmiko, George Junus A., A. M. Fatwa, Hariman Siregar, Sri Bintang
Pamungkas, Amin Rais, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dll. Ada juga
kabar bahwa selama dalam masa pemerintahannya, Soharto telah membantai 2-5 juta
orang komunis.
Retorika dan Reformasi
Gerakan mahasiswa dari tahun 1966 sampa 1998, hanya dua
gerakan yang dinilai berhasil menumbangkan rezim pemerintahan, yakni pada tahun
1966 dan 1998 dengan sejumlah perbedaan. Gerakan mahasiswa tahun 1998, tidak
didasari pandangan ideologis sehingga tidak terjadi polarisasi ekstrem seperti
tahun 1996.
Orde Baru akhirnya jatuh ketika Soeharto tidak mampu
mengendalikan fluktuasi rupiah terhadap dollar, membengkaknya utang swasta
terhadap pihak asing, meningkatnya pengangguran, perbankan yang tidak sehat,
inflasi yang tinggi, menipisnya cadangan devisa, jatuh tempo pengembalian utang
yang dilakukan pihak swasta dan pemerintah. Faktor ini bersimultan dengan
kerusuhan seiring tuntutan mahasiswa dan masyarakat yang pada gilirannya
meruntuhkan sendi ekonomi yang paling dasar.
Sebelumnya prestsi pembangunan ini telah susah payah
dilakukan. Pada tahun 1984, Orba berhasil meraih surplus produksi beras
swasembada pangan dan mengantarkan Indonesia dari FAO sebagai badan dunia PBB
untuk urusan pangan dan pertanian. Namun, ketika kesadaran politik telah
merata, ketimpangan ekonomi dapat memicu dan ketidakpuasan.
Sejarah tidak dapat dihidupkan kembali, teapi spekulasi
terhadap jejak-jejak tersebut dapat didasarkan pada pola-pola yang dideteksi
melalui jejak-jejak komunikasi. Kita
dapat belajar sejarah melalui apa yang pernah diucapkan pada masa lalu.
Secara umum naratif komunikasi dikenal sebagai cara menyusun
dan menyajikan pandangan terhadap realitas dunia melalui deskripsi sebuah
situasi tertentu yang mencakup karakter, tindakan, dan konteks. Melalui cara
ini, oarang-orang bisa mencerminkan secara logis dan menjelaskan apa yang
terjadi, mengapa terjadi, siapa yang membuat, dan kapan terjadi serta bagaimana
seharusnya merespons kejadian tersebut. Dengan demikian, tema komunikasi sebuah
kelompok dapat menjadi pernyataan balik terhadap tema komunikasi kelompok yang
lain bahkan dapat merukapan koreksi terhadap tema komunikasi yang lain.
Reformasi:
Pertarungan Bahasa Politik
Reformasi memunculkan perdebatan yang melibatkan berbagai
aktor politik yang sangat luas. Kontroversi reformasi terjadi karena tidak ada
satupun yang terlibat., mampu membebaskan diri sepenuhnya dari masalah apa yang
benar dan apa yang salah dalam suatu lingkup sosial yang luas, di mana
kenyataan itu tampak sebagai hal yang tidak pernah lengkap dan benar-benar
pasti.
Tahun 1997-1998 merupakan fase genting bagi Orde Baru
terkait munculnya tuntutan perubahan. Meskipun keberhasilan gerakan itu masih
disangsikan. Tahun 1997 seperti yang dikatakan Presiden Soeharto merupakan
tahun politik. Ini ditandai dengan penyelenggaraan pemilihan umum yang panas,
transisi penuh intrik, integrasi masyarakat global, krisis moneter, demonstrasi
mahasiswa dan kerusuhan.
Pada pemilihan umum bulan Mei 1997, Golkar memenangkan
pemilihan dengan mengantongi 74,51 persen suara yang dinyatakan sebagai
kemenangan mayoritas. Meskipun di bilang sukses, tapi pemilu ini di warnai dengan kerusuhan yang terjadi
di Solo dan Pekalongan. Pemilu bago Orba merupakan kerja perbuatan nasional dan
konstitusional yang merupakan alat politik untuk memantapkan mekanisme
kepemimpinan nasional.
Dalam perkembangannya Golkar, ABRI, dan birokrasi secara
terbuka membicarakan kepemimpinan nasional ini. Syarwan Hamid memastikan bahwa
ABRI sepakat dengan rakyat untuk mencalonkan Soeharto kembali untuk periode
1998-2003. Dan Dewan Pimpinan Majelis Dakwah Indonesia menyatakan bahwa
hendaknya kepemimpinan nasional Soeharto berlanjut. Disitu mulai ada pandangan
kritis yang menjadikan perdebatan tetntang suksesi semakin berkembang.setika
Soeharto menyatakan untuk mempertimbangkan pencalonan dirinya.
Perlu diketahui bahwa pilar
kekuasaan Orde Baru ditopang prestasi ekonomi. Kerja keras Orde Baru terletak
pada usaha menyelaraskan antara stabilitas ekonomidan stabilitas politik dan
keamanan. Orba dalam periode 1997-1998 selain menghadapi suksesi kepemimpinan,
dihadapkan juga dengan krisis ekonomi. Di awal 1997 diketahui bahwa sistem
moneter pemerintah tengah mengalami defisit transaksi berjalan. Sejauh itu,
krisis moneter memang belum terjadi. Sementara posisi Indonesia di mata Bank
Dunia masih di nilai sebagai pengutang terbaik dan menggunakan dana bantuan.
Namun akhrinya fluktuasi yang
mengarah vovalitas nilai rupiah terhadap dollar AS akhirnya terjaga juga. Apa
yang terjadi pada rupiah di bulan April, Mei, dan Juni 1997 yang melemah
terhadap dollar masih membuat para ekonom, politisi, dan pemerintah meyakini
fundamental yang dibangun masih kuat. Keadaan krisis yang dihadapi dalam
kenyataaannya, upaya untuk mempertahankan kurs pada suatu tingkat tertentu oleh
otoritas moneter tidak efektif.
Banyak tekanan-tekanan yang terjadi
pada saat iutu, bukan hanya dari ekonomi, tapi juga dari sosial, dan politik yang tampak dalam bahasa politik
yang mereka nyatakan.
Banyak pesan tuntutan yang mewarnai
demonstrasi mahasiswa tidak dapat dilepaskan dari bentukkomunikasi yang
dinyatakan oleh sejumlah kalangan. Kemudian muncul penilaian bahwa kampus yang
secara tradisi memiliki otonomi, namun karena di bawah sistem kebijakan orba
tradisi otonom menjadi alat untuk mentransfer ilmu pengetahuan yangmenghasilkan
tenaga-tenaga profesional yang tidak peduli dengan persoalan-persoalan
politik.Kesadaran bahwa kekuatan mahasiswa sangat besar dan dapat menjatuhkan
ataupun membawa kekuasaan itu hancur.
Pada bulan April 1997, jauh sebelum
maraknya aksi unjuk rasa dilakukan seperti empat bulan pertama di tahun 1998,
sebanyak 24 mahasiswa yang berdemonstrasi di lingkungan kampus UGM ditangkap.
Bukan hanya disitu saja, ketegangan antara aparat dengan mahasiswa mulai muncul
di berbagai daerah. Kerusuhan pun terjadi, bermula dari titik temu antara
aparat keamanan dengan mahasiswa yang menginginkan long march ke alun-alun
keraton menemui Sri Sultan Hamengkubuwono X. kejadian tersebut akhirnya mulai
muncul di berbagai daerah.
Drama Jatuhnya Soeharto
Mekansme pencalonan kepemimpinan tidak mampu menghasilkan
pemimpin nasional selain Soeharto. Disadari atau tidak, siapapun yang akan
menjabat sebagai presiden untu k masa bakti 1998-2003 sebenarnya telah
terbentuk bayang-bayang, beban dan tanggung jawab yang akan di pikul sangat
berat. Penyebabnya adalah praktik-praktik monopoli, proteksionisme, kolusi, dan
nepotisme.
Banyak tuntutan-tuntutan yang membuat kebijakan yang telah
ditempuh berakar satu persatu telah dicabut. Kerusuhan dan amuk masa sebagai
akibat implementasi kebijakan yang disyaratkan itu, yang meminta lebih jauh,
yakni reformasi politik termasuk meminta Soeharto turun dari jabatannya.
Mahasiswa dalam aksi demonstrasi sebagai respon terhadap situasi sosial,
politik, dan budaya yang meraka hadapi, menyuarakan hak sama.
Tanggal 11 Maret 1998, Soeharto di ambil sumpahnya untuk
kembali menjabat untuk masa bakti 1998-2003. Di dalam kesempatan itu, Presiden
Soeharto sempat mengatakan bahwa lima tahun nanti, ia akan sampaikan
pertanggung jawabannya. Sebuah perkiraan, janji atau kepercayaan diri, yang
kemudian tidak terpenuhi, karena ia harus menyatakan berhenti kurang dari 80
hari sajadari masa jabatan yang seharusnya diselesaikannya.
Penutup
Simpulan dari buku ini adalah yang
pertama, reformasi memiliki makna yang mencakup tema yang luas, menampilkan
pernytaan beragam seperti argumen, antitesis, perbandingan, metafora,hingga ke
dalam pertentangan dan kontroversi. Kedua, sebagai tuntutan, keberhasilan
reformasi lebih dikarenakan telah menempatkan Presiden Soeharto sebagai a device that unifies all those who share
the same anemy a device that unifies all those who share the same enemy.
Ketiga, terdapat paradoks-aradoks yang tidak dapat dihindarkan yang muncul dari
soal penilaian subjektif personal, dalam kaitannya dengan fakta serta
kebijakan-kebijakan yang telah ditempuhnya. Keempat, sebagai implikasi adanya
berbagai paradoks itu sendiri, yang mencerminkan adanya perbedaan penilaian
subyektif personal, dalam kaitannya dengan fakta dan kebijakan yang terjadi,
aktor-aktor politik yang memperjuangkan perubahan, mengalami fragmentasi
orientasi kepentingan dan kekuasaanya. Kelima, secara umum, pertarungan
terhadap makna reformasi dalam dramatisme politik menunjukkan bahwa komunikasi
adalah sebuah kekuatan penentu yang menentukan pencitraan terhadap
praktik-praktik pemerintahan Orde Baru, sekaligus menfasilitasi entuk-bentuk koreksi,
evaluasi, kritik, dan pendistorsian terhadap sumber-sumber legitimasi
pemerintah Orde Baru seperti prestasi ekonomi, Dwifungsi ABRI, dan paradigma
pembangunan. Dan yang terakhir, secara esensial , tuntutan reformasi tidak
menghapuskan sifat dasar kekuasaan yang di nilai tidak ideal, melainkan hanya
menggeser ke sisi lain dari persoalan kekuasaan misalnya kekuasaan yang
sentralisti, menjadi ada pembagian ke dalam partai-partai politik, KKN di
seputar Presiden Soeharto bergeser pada KKN di sejumlah lembaga negara dan
pemerintah bahkan lebih luas dan terbuka.
Saran dari pembahasan tersebut yakni
keberhasilan babakan sejarah perubahan tidak terhenti pada periode tahun 1997
sampai 1998, melainkan proses konsilidasi demokrasi terus berjalan. Pasca tahun
1998 masih terdapat banyak momentum-momentum penting mengenai bagaimana gagasan
dan bagaimana menjalankan pemerintahan dengan baik. Oleh karena itu, saran yang
dapat diberikan adanyaperlunya pengembangan penelitian yang melihat waktu-waktu
krusial yang menentukan misalnya proses konsilidasi dan perbedaan terhadap
kekuasaan pada periode tahun 1999-2004.
By. Aldila P.M.
By. Aldila P.M.
Sabtu, 17 November 2012
REFORMASI INDONESIA
A.Pengaruh
Perang Dingin Terhadap Indonesia
Setelah Perang Dunia II berakhir ternyata muncul dua negara super power di dunia yang saling berebut pengaruh di berbagai kawasan dunia. Dua kekuatan itu adalah yaitu Amerika Serikat yang berhaluan demokrasi-kapitalis dan Uni Soviet yang berhaluan sosialis-komunis.
Perang dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu, sehingga dunia seolah terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: negara-negara Blok Barat yang menganut paham demokrasi, negara-negara Blok Timur yang menganut paham komunis dan negara-negara Non Blok yang tidak memihak Blok Barat dan tidak memihak Blok Timur.
1.Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Perang Dingin
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada negara-negara Blok Barat dalam rangka mendapatkan pinjaman dana dari negera-negara tersebut untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang hampir mengalami kebangkrutan. Dengan adanya pinjaman ini secara tidak langsung Indonesia mulai dipengaruhi oleh Blok Barat yang tercermin dari kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Barat, walaupun tetap berusaha untuk netral dengan tidak memihak salah satu blok yang ada.
2.Peran Lembaga Keuangan Internasional Terhadap Pemerintah Orde Baru
Pada masa Orde Baru setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan ekonomi melalui bantuan dari negara-negara Barat. Perbaikan ekonomi dilakukan dalam bentuk pembangunan yang disebut dengan rencana pembangunan lima tahun. Adapun negara-negara Barat yang membantu Indonesia tersebut dalam bentuk konsorsium yang dinamakan IGGI (Inter-Gouvernmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Belanda, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman Barat, Belgia, Italia, dan Swiss. Negara-negara maju tersebut pada tanggal 23-24 Pebruari 1967 diadakan pertemuan di Amsterdam (Belanda) menyepakati membentuk badan IGGI untuk memberi kredit kepada Indonesia dengan bantuan pinjaman syarat-syarat ringan.
B.Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalawai perjalannya pada dasawarsa 60-an rakyat sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan. Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi "Bapak Pembangunan ".
Temyata keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata, maka kemajuan Indonesia temyata hanya semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan kritik masyarakat seringkali dilontarkan namun pemerintah Orba seolah-olah tidak melihat, dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan sebagainya.
Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan "PHK" karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi mencapai puncaknya pada bulan Mei 1998, dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.
2.Krisis Ekonomi
Diawali krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia, bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global tersebut. Krisis ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus 1997. Tercatat di bulan Desmeber 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai R. 5.000,00 perdolar, bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00 perdolar pada sekitar Maret 1997.
Nilai tukar rupiah semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan Maret 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), temyata tidak membawa hasil sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup besar. Akibatnya kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem fundamental perekonomian Indonesia.
a.Utang Negara Republik Indonesia.
Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan Pebruari 1998 pemerintah melaporkan tentang utang luar negeri tercatat :
utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS, jadi utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998.
Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi.
b. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.
Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang kurang memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan masih rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya yang terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi atas, para orang kaya yang kemudian menjadi konglomerat. Meskipun gross national product (GNP) pada masa Orba pernah mencapai diatas US$ 1.000,00 tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan pendapatan rakyat sebenamya, karena uang yang beredar sebagian besar dipegang oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih miskin dan kesenjangan sosial ekonomi semakin besar.
Pengaturan perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan kolusi.
c. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa terhadap kerabat dan kawan menjadi pemicu lahimya reformasi di Indonesia.
Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk negara tapi tidak dapat dihentikan karena dibelakangnya ada suatu kekuatan yang tidak tersentuh hukum.
d. Politik Sentralisasi
Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya peranan pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah daerah tidak 'punya peran yang signifikan. Dalam bidang ekonomi sebagian besar kekayaan dari daerah diangkut ke pusat pembagian yang tidak adil inilah menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya mereka menuntut berpisah dari pemerintah pusat terutama terjadi di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua).
Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta sentries. Terjadinya banjir informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang cenderung bias Jakarta, terutama di halaman pertama pers. Kecenderuangan ini sangat mewamai pola pemberitaan di halaman pertama pers di daerah.
3.Krisis Politik
Krisis politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan Umum 1997 yang dinilai penuh kecurangan, Golkar satu-satunya kontestan pemilu yang didukung fmansial maupun secara politik oleh pemerintah memenangkan pemilu dengan meraih suara mayoritas. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun sebelum peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Dan memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan dijabarkan sampai kedaerah-daerah. Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam Golongan Karya. Golkar ini kemudian dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama 32 tahun, karena tidak ada satupun kritik dari infra struktur politik ini yang berani mencundangi dirinya.
K-emenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing dalam pemilu yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi presiden untuk periode 1998-2003.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa pemerintahan Orde Barn, kedaulatan rakyat ada ditangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang pihak penguasa. Kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya MPR dilaksanakan de jure secara de facto anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggotanya diangkat dengan sistem keluarga (nepotisme).
Rasa ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya menuntut pergantian presiden, reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR, dan pemilu secepatnya. Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang dianggap penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi sumber ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU No. 1 Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, Tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya; (4) UUNo. 1 Tahun 1985 tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi masa.
4. Krisis Hukum.
Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar Pasal 24 UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan eksekutif, tapi Kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Dengan demikian pengadilan sulit terwujud bagi rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa. Sehingga sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan.
Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi, ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
5.Krisis Kepercayaan
Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan pada bidang parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah berlangsung lama sehingga disana-sini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya system politik, hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia
C.Gerakan Reformasi Indonesia
Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional dalam bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya. Dengan semangat reformasi, rakyat menghendaki pergantian pemimpin bangsa dan negara sebagai langkah awal, yang menjadi pemimpin hendaknya berkemampuan, bertanggungjawab, dan peduli terhadap nasib bangsa dan negara.
Reformasi adalah pembaharuan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau agama (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan demikian reformasi merupakan penggantian susunan tatanan perikehidupan lama menjadi tatanan perikehidupan baru secara hukum menuju perbaikan.
Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru, maka diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan penetapan skala prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan kontrol agar tepat tujuan dan sasaran.
1. Tujuan Reformasi
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan suatu gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2. Dasar Filosofi Reformasi
Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut: (1)adili Soeharto dan kroni-kroninya; (2) amandemen Undang-Undang dasar 1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi daerah yang seluas-luasnya; (5) Supermasi hukum; (6) pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Kronologi Reformasi
Kabinet Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam kondisi bangsa dan negara krisis, yang mengundang keprihatinan rakyat. Memasuki bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi keprihatinan yang menuntut: (1) turunkan harga sembilan bahan pokok (sembako); (2) hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme; (3) turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Secara kronologi terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan sebagai berikut: (1) pada tanggal 10 Mei 1998 perasaan tidak puas terhadap hasil pemilu dan pembentukan Kabinet Pembangunan VII mewarnai kondisi politik Indonesia. Kemarahan rakyat bertambah setelah pemerintah secara sepihat menaikkan harga BBM. Namun keadaan ini tidak menghentikan Presiden Soeharto untuk mengunjungi Mesir karena menganggap keadaan dalam negeri pasti dapat diatasi; (2) pada 12 Mei 1998 semakin banyak mahasiswa yang berunjuk rasa membuat aparat keamanan kewalahan, sehingga mereka harus ditindak lebih keras, akibatnya bentrokan tidak dapat dihindari. Bentrokan aparat keamanan dengan mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta yang berunjuk rasa tanggal 12 Mei 1998 mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery Hartanto, Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta puluhan mahasiswa dan masyarakat mengalami luka-luka.Peristiwa ini menimbulkan masyarakat berduka dan marah sehingga memicu kerusuhan masa pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitamya. Penjarahan terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko dan fasilitas lainnya; (3) pada 13 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan ikut berduka cita ats terjadinya peristiwa Semanggi. Melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan presiden menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin memenuhi tuntutan para reformis di Indonesia; (4) pada 15 Mei 1998 Presiden Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh karena itu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan peralatannya di segala penjuru kota Jakarta; (5) Presiden Soeharto menerima ketatangan Harmoko selaku Ketua DPR/MPR RI yang menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta mundur dari jabatan Presiden RI; (6) pada 17 Mei 1998 terjadi demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI untuk meminta Soeharto turun dari jabatan presiden Republik Indonesia; (7) pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di hadapan para wartawan mengatakan meminta sekali lagi kepada Soeharto untuk mundur dari jabatan presiden RI; (8) pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar, budayawan, dan toko cendiriawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara membahas reformasi dan kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto, mereka ini adalah : Prof. Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah), KH. Abdurrahman Wahid (PB NU), Emha Ainun Nadjib (Budayawan), Nurcholis Madjid (Direktur Universitas Paramadina Jakarta), Ali Yafie (Ketua MUI), Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia), K.H. Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja (NU), K.H. Ma’ruf Amin (NU). Sedangkan di luar aksi mahasiswa di Jakarta agak mereda saat terjadi kerusuhan masa, tapi setelah kejadian itu pada tanggal 19 Mei 1998 mahasiswa yang pro-reformasi berhasil menduduki gedung DPR/MPR untuk berdialog dengan wakil rakyat walaupun mendapat penjagaan secara ketat aparat keamanan; (9) pada 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berencana membentuk Komite Reformasi untuk mengkompromikan tuntutan para demonstran. Namun, komite ini tidak pernah menjadi kenyataan karena dalam komite yang mayoritas dari Kabinet Pembangunan VII tidak bersedia dipilih. Pada suasana yang panas ini kaum reformis diseluruh tanah air bersemangat untuk menuntur reformasi dibidang politik, ekonomi, dan hukum. Maka tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk diminta pertimbangan dalam rangka membentuk "Komite Reformasi" yang diketuai Presiden. Namun komite ini tidak mendapat tanggapan sehingga presiden tidak mampu membentuk Komite Reformasi dan Kabinet Reformasi; (10) dengan desakan mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan nasional, tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan didepan Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi pengganti presiden; (11) pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional maka dibentuk kabinet baru yang bernama Kabinet Reformasi Pembangunan.
Setelah Perang Dunia II berakhir ternyata muncul dua negara super power di dunia yang saling berebut pengaruh di berbagai kawasan dunia. Dua kekuatan itu adalah yaitu Amerika Serikat yang berhaluan demokrasi-kapitalis dan Uni Soviet yang berhaluan sosialis-komunis.
Perang dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu, sehingga dunia seolah terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: negara-negara Blok Barat yang menganut paham demokrasi, negara-negara Blok Timur yang menganut paham komunis dan negara-negara Non Blok yang tidak memihak Blok Barat dan tidak memihak Blok Timur.
1.Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Perang Dingin
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada negara-negara Blok Barat dalam rangka mendapatkan pinjaman dana dari negera-negara tersebut untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang hampir mengalami kebangkrutan. Dengan adanya pinjaman ini secara tidak langsung Indonesia mulai dipengaruhi oleh Blok Barat yang tercermin dari kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Barat, walaupun tetap berusaha untuk netral dengan tidak memihak salah satu blok yang ada.
2.Peran Lembaga Keuangan Internasional Terhadap Pemerintah Orde Baru
Pada masa Orde Baru setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan ekonomi melalui bantuan dari negara-negara Barat. Perbaikan ekonomi dilakukan dalam bentuk pembangunan yang disebut dengan rencana pembangunan lima tahun. Adapun negara-negara Barat yang membantu Indonesia tersebut dalam bentuk konsorsium yang dinamakan IGGI (Inter-Gouvernmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Belanda, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman Barat, Belgia, Italia, dan Swiss. Negara-negara maju tersebut pada tanggal 23-24 Pebruari 1967 diadakan pertemuan di Amsterdam (Belanda) menyepakati membentuk badan IGGI untuk memberi kredit kepada Indonesia dengan bantuan pinjaman syarat-syarat ringan.
B.Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalawai perjalannya pada dasawarsa 60-an rakyat sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan. Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi "Bapak Pembangunan ".
Temyata keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata, maka kemajuan Indonesia temyata hanya semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan kritik masyarakat seringkali dilontarkan namun pemerintah Orba seolah-olah tidak melihat, dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan sebagainya.
Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan "PHK" karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi mencapai puncaknya pada bulan Mei 1998, dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.
2.Krisis Ekonomi
Diawali krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia, bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global tersebut. Krisis ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus 1997. Tercatat di bulan Desmeber 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai R. 5.000,00 perdolar, bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00 perdolar pada sekitar Maret 1997.
Nilai tukar rupiah semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan Maret 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), temyata tidak membawa hasil sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup besar. Akibatnya kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem fundamental perekonomian Indonesia.
a.Utang Negara Republik Indonesia.
Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan Pebruari 1998 pemerintah melaporkan tentang utang luar negeri tercatat :
utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS, jadi utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998.
Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi.
b. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.
Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang kurang memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan masih rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya yang terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi atas, para orang kaya yang kemudian menjadi konglomerat. Meskipun gross national product (GNP) pada masa Orba pernah mencapai diatas US$ 1.000,00 tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan pendapatan rakyat sebenamya, karena uang yang beredar sebagian besar dipegang oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih miskin dan kesenjangan sosial ekonomi semakin besar.
Pengaturan perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan kolusi.
c. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa terhadap kerabat dan kawan menjadi pemicu lahimya reformasi di Indonesia.
Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk negara tapi tidak dapat dihentikan karena dibelakangnya ada suatu kekuatan yang tidak tersentuh hukum.
d. Politik Sentralisasi
Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya peranan pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah daerah tidak 'punya peran yang signifikan. Dalam bidang ekonomi sebagian besar kekayaan dari daerah diangkut ke pusat pembagian yang tidak adil inilah menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya mereka menuntut berpisah dari pemerintah pusat terutama terjadi di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua).
Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta sentries. Terjadinya banjir informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang cenderung bias Jakarta, terutama di halaman pertama pers. Kecenderuangan ini sangat mewamai pola pemberitaan di halaman pertama pers di daerah.
3.Krisis Politik
Krisis politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan Umum 1997 yang dinilai penuh kecurangan, Golkar satu-satunya kontestan pemilu yang didukung fmansial maupun secara politik oleh pemerintah memenangkan pemilu dengan meraih suara mayoritas. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun sebelum peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Dan memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan dijabarkan sampai kedaerah-daerah. Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam Golongan Karya. Golkar ini kemudian dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama 32 tahun, karena tidak ada satupun kritik dari infra struktur politik ini yang berani mencundangi dirinya.
K-emenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing dalam pemilu yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi presiden untuk periode 1998-2003.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa pemerintahan Orde Barn, kedaulatan rakyat ada ditangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang pihak penguasa. Kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya MPR dilaksanakan de jure secara de facto anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggotanya diangkat dengan sistem keluarga (nepotisme).
Rasa ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya menuntut pergantian presiden, reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR, dan pemilu secepatnya. Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang dianggap penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi sumber ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU No. 1 Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, Tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya; (4) UUNo. 1 Tahun 1985 tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi masa.
4. Krisis Hukum.
Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar Pasal 24 UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan eksekutif, tapi Kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Dengan demikian pengadilan sulit terwujud bagi rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa. Sehingga sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan.
Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi, ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
5.Krisis Kepercayaan
Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan pada bidang parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah berlangsung lama sehingga disana-sini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya system politik, hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia
C.Gerakan Reformasi Indonesia
Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional dalam bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya. Dengan semangat reformasi, rakyat menghendaki pergantian pemimpin bangsa dan negara sebagai langkah awal, yang menjadi pemimpin hendaknya berkemampuan, bertanggungjawab, dan peduli terhadap nasib bangsa dan negara.
Reformasi adalah pembaharuan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau agama (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan demikian reformasi merupakan penggantian susunan tatanan perikehidupan lama menjadi tatanan perikehidupan baru secara hukum menuju perbaikan.
Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru, maka diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan penetapan skala prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan kontrol agar tepat tujuan dan sasaran.
1. Tujuan Reformasi
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan suatu gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2. Dasar Filosofi Reformasi
Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut: (1)adili Soeharto dan kroni-kroninya; (2) amandemen Undang-Undang dasar 1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi daerah yang seluas-luasnya; (5) Supermasi hukum; (6) pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Kronologi Reformasi
Kabinet Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam kondisi bangsa dan negara krisis, yang mengundang keprihatinan rakyat. Memasuki bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi keprihatinan yang menuntut: (1) turunkan harga sembilan bahan pokok (sembako); (2) hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme; (3) turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Secara kronologi terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan sebagai berikut: (1) pada tanggal 10 Mei 1998 perasaan tidak puas terhadap hasil pemilu dan pembentukan Kabinet Pembangunan VII mewarnai kondisi politik Indonesia. Kemarahan rakyat bertambah setelah pemerintah secara sepihat menaikkan harga BBM. Namun keadaan ini tidak menghentikan Presiden Soeharto untuk mengunjungi Mesir karena menganggap keadaan dalam negeri pasti dapat diatasi; (2) pada 12 Mei 1998 semakin banyak mahasiswa yang berunjuk rasa membuat aparat keamanan kewalahan, sehingga mereka harus ditindak lebih keras, akibatnya bentrokan tidak dapat dihindari. Bentrokan aparat keamanan dengan mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta yang berunjuk rasa tanggal 12 Mei 1998 mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery Hartanto, Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta puluhan mahasiswa dan masyarakat mengalami luka-luka.Peristiwa ini menimbulkan masyarakat berduka dan marah sehingga memicu kerusuhan masa pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitamya. Penjarahan terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko dan fasilitas lainnya; (3) pada 13 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan ikut berduka cita ats terjadinya peristiwa Semanggi. Melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan presiden menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin memenuhi tuntutan para reformis di Indonesia; (4) pada 15 Mei 1998 Presiden Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh karena itu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan peralatannya di segala penjuru kota Jakarta; (5) Presiden Soeharto menerima ketatangan Harmoko selaku Ketua DPR/MPR RI yang menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta mundur dari jabatan Presiden RI; (6) pada 17 Mei 1998 terjadi demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI untuk meminta Soeharto turun dari jabatan presiden Republik Indonesia; (7) pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di hadapan para wartawan mengatakan meminta sekali lagi kepada Soeharto untuk mundur dari jabatan presiden RI; (8) pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar, budayawan, dan toko cendiriawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara membahas reformasi dan kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto, mereka ini adalah : Prof. Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah), KH. Abdurrahman Wahid (PB NU), Emha Ainun Nadjib (Budayawan), Nurcholis Madjid (Direktur Universitas Paramadina Jakarta), Ali Yafie (Ketua MUI), Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia), K.H. Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja (NU), K.H. Ma’ruf Amin (NU). Sedangkan di luar aksi mahasiswa di Jakarta agak mereda saat terjadi kerusuhan masa, tapi setelah kejadian itu pada tanggal 19 Mei 1998 mahasiswa yang pro-reformasi berhasil menduduki gedung DPR/MPR untuk berdialog dengan wakil rakyat walaupun mendapat penjagaan secara ketat aparat keamanan; (9) pada 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berencana membentuk Komite Reformasi untuk mengkompromikan tuntutan para demonstran. Namun, komite ini tidak pernah menjadi kenyataan karena dalam komite yang mayoritas dari Kabinet Pembangunan VII tidak bersedia dipilih. Pada suasana yang panas ini kaum reformis diseluruh tanah air bersemangat untuk menuntur reformasi dibidang politik, ekonomi, dan hukum. Maka tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk diminta pertimbangan dalam rangka membentuk "Komite Reformasi" yang diketuai Presiden. Namun komite ini tidak mendapat tanggapan sehingga presiden tidak mampu membentuk Komite Reformasi dan Kabinet Reformasi; (10) dengan desakan mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan nasional, tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan didepan Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi pengganti presiden; (11) pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional maka dibentuk kabinet baru yang bernama Kabinet Reformasi Pembangunan.
D. Masa
Pemerintahan Presiden Habibie (1998-1999)
Tugas B.J. Habibie adalah mengatasi krisis ekonomi yang melanda
Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menciptakan pemerintahan yang bersih,
berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini dilakukan
oleh presiden untuk menjawab tantangan era reformasi.
A.
Dasar Hukum Habibie Menjadi Presiden.
Naiknya
Habibie menggantikan Soeharto menjadi polemik
dikalangan ahli hukum, ada yang mengatakan
hal itu
konstitusional dan
inskonstitusional.Yang mengatakan
konstitusional berpedoman Pasal 8 UUD 1945, "Bila Presiden
mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh
Wakil Presiden sampai habis waktunya". Adapun yang mengatakan
inskonstitusional berlandaskan ketentuan Pasal 9 UUD 1945, "Sebelum
Presiden meangku jabatan maka Presiden harus mengucapkan sumpah dan janji di
depan MPR atau DPR". Secara hukum materiel Habibie menjadi
presiden sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal (hukum acara)
hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan hokum yang sangat penting yaitu
pelimpahan wewenang dari Soeharto kepada Habibie harus melalui acara resmi
konstitusional. Saat itu DPR tidak memungkinkan untuk bersidang, maka harus ada
alas an yang kuat dan dinyatakan sendiri oleh DPR.
B. Langkah-langkah Pemerintahan Habibie.
1. Pembentukan Kabinet.
Membentuk
Kabinet Reformasi Pembangunan pada tanggal 22 Mei 1998 yang meliputi perwakilan
militer (TNI-PoIri), PPP, Golkar, dan PDI.
2. Upaya Perbaikan Ekonomi.
Dengan
mewarisi kondisi ekonomi yang parah "Krisis Ekonomi"
Presiden B.J. Habibie berusaha melakukan
langkah-langkah perbaikan, antara lain :
a) Merekapitalisasi perbankan.
b) Merekonstruksi perekonomian nasional.
c) Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
d) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga
dibawahRp. 10.000,00
e) Mengimplementasikan refbrmasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
3. Reformasi di Bidang Politik.
Presiden
mengupayakan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan dan merencakan
pemilu yang luber dan jurdil, sehingga dapat dibentuk lembaga tinggi negara
yang betul-betui representatif. Tindakan nyata dengan membebaskan narapidana
politik diantaranya yaitu : (1) DR. Sri Bintang Pamungkas dosen Universitas
Indonesia (UI) dan mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik
Presiden Soeharto. (2) Mochtar Pakpahan pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman
karena dituduh memicu kerusuhan di Medan dalam tahun 1994.
4.
Kebebasan Menyampaikan Pendapat.
Kebebasan ini pada masa sebelumnya dibatasi, sekarang masa
Habibie dibuka selebar-lebarnya baik menyampaikan pendapat dalam bentuk rapat
umum dan unjuk rasa. Dalam batas tertentu unjuk rasa merupakan manifestasi
proses demokratisasi. Maka banyak kalangan mempertanyakan mengapa para pelaku
unjuk rasa ditangkap dan diadili. Untuk menghadapi para pengunjuk rasa Pemerintah
dan DPR berhasil menciptakan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang " kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum ".
Diberlakukannya
undang-undang tersebut bukan berarti keadaan menjadi tertib seperti
yang diharapkan. Seringkali terjadi pelanggaran oleh pengunjuk rasa
maupun aparat keamanan, akibatnya banyak korban dari pengunjuk rasa dan aparat
keamanan. Hal ini disebabkan oleh : (1) Undang-undang ini belum begitu
memasyarakat. (2) Pengunjuk rasa memancing permasalahan, dan membawa senjata
tajam. (3) Aparat keamanan ada .yang terpancing oleh tingkah laku
pengunjuk rasa sehingga tidak
dapat mengendalikan diri. (4) Ada pihak tertentu yang sengaja menciptakan
suasana panas agar negara menjadi kacau.
Krisis
ini merupakan momentum koreksi historis bukan sekedar lengsemya Soeharto dari
kepresidenan tapi yang paling penting membangun kelompok sipil lebih berpotensi
untuk membongkar praktek KKN, otonomi daerah, dan lain-lainnya. Dimana krisis
multidimensi ini berkaitan dengan sistem pemerintahan Orde Baru yang
sentralistik yaitu kurang memperhatikan tuntutan otonomi daerah sebab sebab
segala kebijakan untuk daerah selalu ditentukan oleh pemerintah pusat.
5.
Masalah Dwi Fungsi ABRI
Gugatan
terhadap peran dwifungsi ABRI maka petinggi militer bergegas-gegas melakukan
reorientasi dan reposisi peran sosial politiknya selama ini. Dengan melakukan
reformasi diri melalui rumusan paradigma baru yaitu menarik diri dari berbagai
kegiatan politik.
Pada
era reformasi posisi ABRI dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang
menjadi 38 orang. ABRI yang semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk
Polri, mulai tanggal 5 Mei 1999 Kepolisian RI memisahkan diri menjadi
Kepolisian Negara RI. Istilah ABRI berubah menjadi TNI yaitu angkatan darat,
laut, dan udara.
6. Reformasi
di Bidang Hukum
Pada
masa pemerintahan Orde Baru telah didengungkan pembaharuan bidang hukum namun
dalam realisasinya produk hukum tetap tidak melepaskan karakter elitnya.
Misalnya UU Ketenagakerjaan tetap saja adanya dominasi penguasa. DPR selama orde
baru cenderung telah berubah fungsi, sehingga produk yang disahkannya
memihak penguasa bukan memihak kepentingan
masyarakat.
Prasyarat
untuk melakukan rekonstruksi dan reformasi hukum memerlukan reformasi politik
yang melahirkan keadaan demokratis dan DPR
yang representatif mewakili kepentingan masyarakat. Oleh karena itu
pemerintah dan DPR merupaka'n kunci untuk pembongkaran dan refbrmasi hukum.
Target reformasi hukum menyangkut tiga hal, yaitu : substansi hukum, aparatur
penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan institusi peradilan yang
independen. Mengingat produk hukum Orde Baru sangat tidak kondusif untuk
menjamin perlindungan hak asasi manusia, berkembangnya demokrasi dan menghambat
kreatifitas masyarakat. Adanya praktek KKN sebagai imbas dari adanya aturan
hukum yang tidak adil dan merugikan masyarakat.
7.
Sidang Istimewa MPR
Salah satu jalan untuk membuka kesempatan
menyampaikan aspirasi rakyat ditengah-tengah tuntutan reformasi total
pemerintah melakasanakan Sidang Istimewa MPR pada tanggal
10-13 Nopember 1998, diharapkan benar-benar menyuarakan
aspirasi masyarakat dengan perdebaaatan yang lebih segar, dan terbuka.
Pada saat sidang berlangsung temyata diluar gedung DPR/MPR
Senayan suasana kian memanas oleh demonstrasi mahasiswa dan massa sehingga
anggota MPR yang bersidang mendapat tekanan untuk bekerja lebih keras, serius,
cepat sesuai tuntutan reformasi.
Sidang Istimewa MPR menghasilkan 12 ketetapan, yaitu :
a. Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang : Pokok-pokok Reformasi
Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional
sebagai Haluan Negara
b. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas KKN.
c. Tap MPR No. XH/MPR/1998 tentang : Pembatasan Masa Jabatan
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indinesia.
d. Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Otonomi
Daerah.
e. Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang : Politik Ekonomi dalam
Rangka Demokrasi Ekonomi.
f. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang : Hak Asasi Manusia.
g. Tap MPR No. VII/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Tambahan
atas Tap MPR Nomor : I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR sebagaimana
telah beberapa kali dirubah dan ditambah dengan ketetapan MPR yang
terakhirNomor: I/MPR/1998.
h. Tap MPR No. XIV/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Penambahan
atas Tap MPR No. III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum.
i. Tap MPR No. III/V/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No.
IV/MPR/1983 tentang referendum.
j. Tap MPR No. IX/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No.
II/MPR/1998 tentang GBHN.
k. Tap MPR No. XII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No.
V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada
Presiden/Mandataris MPR RI dalam Rangka Penyukseskan dan Pengamanan Pembangunan
Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
l. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No.
II/MPR/1978 tentang Pendoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia
Pancakarsa) dan penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai DasarNegara.
8.
Pemilihan Umum 1999
Faktor
politik yang penting untuk memulihkan krisis multidimensi di Indonesia yaitu
dilaksanakan suatu pemilihan urnum supaya dapat keluar dari krisis diperlukan
pemimpin yang dipercaya rakyat. Asas pemilihan urnum tahun 1999 adalah sebagai
berikut: (1).Langsung, Pemilih mempunyai hak secara langsung
memberi suara sesuai kehendak nuraninya tanpa perantara. (2) Umum, bahwa
semua warga negara tanpa kecuali yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia
17 tahun berhak memilih dan usia 21 tahun berhak dipilih. (3) Bebas, tiap
warga negara berhak menentukan pilihan tanpa tekanan atau paksaan dari
siapapun/pihak manapun. (4) Rahasia, tiap pemilih dijamin
pilihannya tidak diketahui oleh pihak manapun dengan cara apapun (5) Jujur,
semua pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan pemilu (penyelenggara/pelaksana, pemerintah, pengawas,
pemantau, pemilih, dan yang terlibat secara langsung) harus bersikap dan
bertindak jujur yakni sesuai aturan yang berlaku. 6. Adil, bahwa
pcmilili dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, bebas
dari kecurangan pihak manapun. Sebagaimana yang diamanatkan dalam ketetapan
MPR, Presiden B.J. Habibie menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu
pelaksanaan pemilihan umum. Maka dicabutlah lima paket undang-undang tentang
politik yaitu UU tentang (1) Pemilu, (2) Susunan, kedudukan, tugas, dan
wewenang DPR/MPR, (3) Parpol dan Golongan Karya, (4) Referendum, (5) Organisasi
Masa. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru
yang diratifikasi pada tanggal 1 Pebruari 1999 oleh Presiden B.J. Habibie yaitu
: (1) UU Partai Politik, (2) UU Pemilihan Umum, dan (3) UU Susunan serta
Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Adanya
undang-undang politik tersebut menggairahkan kehidupan politik di Indonesia,
sehingga muncul partai-partai politik yangjumlahnya cukup banyak, tidak kurang
dari 112 partai politik yang lahir dan mendaftar ke Departemen Kehakinam namun
setelah diseleksi hanya 48 partai politik yang berhak mengikuti pemilu.
Pelaksana pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum yang terdiri atas wakil pemerintah
dan parpol peserta pemilu.
Pemungutan suara dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Juni 1999
berjalan lancar dan tidak ada kerusuhan seperti yang dikhawatirkan masyarakat.
Dalam perhitungan akhir hasil pemilu ada dua puluh satu partai politik meraih suara
untuk menduduki 462 kursi anggota DPR, yaitu
:
1) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PD1-P)
: 153 kursi.
2) Partai Golongan Karya ( Partai
Golkar)
: 120 kursi.
3) Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
: 58 kursi.
4) Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB)
: 51 kursi.
5) Partai Amanat Nasional
(PAN)
: 34 kursi.
6) Partai Bulan Bintang
(PBB)
: 13 kursi
7) Partai Keadilan
(PK)
: 7 kursi
8) Partai Nahdiarul Ummah
(PNU)
: 5
kursi
9) Partai Demokrasi Kasih Bangsa
(PDKB)
: 5 kursi
10) Partai Keadilan Persatuan (PKP)
: 4 kursi
11) Partai Demokrasi
Indonesia
: 2 kursi
12) Partai Kebangkitan Ummat
(PKU)
: 1 kursi
13) Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII)
: 1 kursi
14) Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
: 1 kursi
15) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI): 1 kursi
16)PNI-MasaMarhaen
: 1 kursi
17)PNI-FrontMarhaen`` :
1 kursi
18) Partai Persatuan
(PP) :
1 kursi
19) Partai Daulat Rakyat
(PDR) :
1 kursi
20) Partai Bhineka Tunggal Ika
(FBI)
: 1 kursi
21) Partai Katholik Demokrat (PKD)
: 1 kursi
22)
TNI/POLRI :
46 kursi
9.
Sidang Umum MPR Hasil Pemilu 1999
Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang diketuai oleh Jenderal (Pum) Rudini menetapkan jumlah
anggota MPR berdasarkan hasil pemilu 1999 yang terdiri dari anggota DPR (462
orang wakil dari parpol dan 38 orang
TNI/PoIri),
65 orang wakil-wakil Utusan Golongan, dan 135 orang Utusan Daerah. Maka MPR
melaksanakan Sidang Umum MPR Tahun 1999tanggal 1-21 Oktober 1999. Sidang
mengesahkan Prof. DR. H. Muhammad Amin Rais, MA (PAN) sebagai Ketua MPR, dan
Ir. Akbar Tandjung (Partai Golkar) sebagai Ketua DPR.
Dalam
pencalonan presiden muncul tiga nama calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi di
MPR, yaitu KH Abdurrahman Wahid (PKB), Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P),
Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc (PBB), Namun sebelum pemilihan Yusril
mengundurkan diri. Hasil pemilihan dilaksanakan secara voting KH. Abdurrahman
Wahid mendapat 373 suara, Megawati mendapat 313 suara, dan 5 abstein. Dalam
pemilihan wakil presiden dengan calon Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P) dan DR.
Hamzah Haz (PPP) dimenangkan oleh Megawati Soekamoputri.
Pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden KH Abdurrahman Wahid
dan Wakil Presiden Megawati Soekamoputri menyusun Kabinet Persatuan Nasional,
yang terdiri dari: 3 Menteri Koordinator (Menko Polkam, Menko Ekuin, dan Menko
Kesra), 16 menteri yang memimpin departemen, 13 Menteri Negara.
Pemerintahan
Presiden KH.Abdurrahman Wahid (1999-2001) ini tidak dapat berlangsung lama pada
akhir Juli 2001 jatuh lewat Sidang Istimewa MPR akibat perseteraunnya dengan
DPR dan kasus Brunaigate serta Buloggate, kemudian melalui Sidang Istimewa MPR
yang kemudian melantik Wakil Presiden Hj.Megawati Sukamoputri menjadi Presiden
RI ke-5 (2001 - 2004) dan DR. H.Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) menjadi Wakil Presiden RI ke-9 (2001 - 2004).
Aku Widya Okta, saya ingin bersaksi pekerjaan yang baik dari Allah dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari untuk pinjaman di Asia dan bagian lain dari kata, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka orang yang mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman penipuan di sini di internet, tetapi mereka masih asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban dari suatu 6-kredit pemberi pinjaman penipuan, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Aku hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari utang saya sendiri, sebelum aku rilis dari penjara dan teman yang saya saya menjelaskan situasi saya kemudian memperkenalkan saya ke perusahaan pinjaman dapat diandalkan yang SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya Rp900,000,000 dari SANDRAOVIALOANFIRM sangat mudah dalam 24 jam yang saya diterapkan, Jadi saya memutuskan untuk berbagi pekerjaan yang baik dari Allah melalui SANDRAOVIALOANFIRM dalam kehidupan keluarga saya. Saya meminta nasihat Anda jika Anda membutuhkan pinjaman Anda lebih baik kontak SANDRAOVIALOANFIRM. menghubungi mereka melalui email:. (Sandraovialoanfirm@gmail.com)
ReplyDeleteAnda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (widyaokta750@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau ingin prosedur untuk memperoleh pinjaman.
JAGUARQQ | DOMINO 99 | POKER | BANDARQ ONLINE
ReplyDelete* Dengan Minimal Deposit : Rp 15.000,-
* Tersedia 9 Game Dalam 1 User ID
+ BandarQ
+ ADUQ 1120011279200 Ref:
+ SAKONG
+ DOMINO99
+ BANDAR66
+ POKER
+ BANDAR POKER
+ CAPSA SUSUN
+ PERANG BACCARAT
* Bonus Rollingan 0,5% Setiap minggu
* Bonus Referal 20% Seumur hidup
- Kontak Kami -
WA : +855964608606
TELEGRAM : +855964608606
LINE : csjaguarqq
Website : 99jaguar
Twitter : JaguarQQ