Thursday, March 5, 2015

JATUHNYA ORDE BARU DAN LAHIRNYA ORDE REFORMASI DI INDONESIA OLEH FAISAL EFENDI

JATUHNYA ORDE BARU
DAN
LAHIRNYA ORDE REFORMASI DI INDONESIA
OLEH : FAISAL EFENDI
FAKULTAS SASTRA
PENDAHULUAN
Perjalanan sejarah Orde Baru yang panjang, Indonesia dapat melaksanakan pembangunan dan mendapat kepercayaan dari dalam maupun luar negeri. Rakyat Indonesia yang menderita sejak tahun 1960- an dapat meningkat kesejahteraannya. Akan tetapi keberhasilan pembangunan pada waktu itu tidak merata karena terjadi kesenjangan sosial ekonomi yang mencolok antara si kaya dan si miskin. Bahkan Orde Baru ingin mempertahankan kekuasaannya terus menerus dengan berbagai cara. Hal ini menimbulkan berbagai efek negatif. Berbagai bentuk penyelewengan terhadap nilai- nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 itu disebabkan oleh adanya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sejak pertengahan tahun 1996 situasi politik di Indonesia memanas. Golongan Karya yang berkeinginan menjadi mayoritas tunggal (Single Majority) mendapat tekanan dari masyarakat. Masyarakat menuntut adanya perubahan di bidang politik, ekonomi, demokratisasi dalam kehidupan sosial serta dihormatinya hak asasi manusia. Hasil Pemilihan Umum 1997 yang dimenangkan Golkar dan menguasai DPR dan MPR banyak mengandung unsur nepotisme. Terpilihnya Jenderal Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden RI banyak mendapat reaksi masyarakat. Sedangkan pembentukan Kabinet Pembangunan VII dianggap berbau Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
Pada saat memanasnya gelombang aksi politik tersebut Indonesia dilanda krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997 sebagai pengaruh krisis moneter yang melanda wilayah Asia Tenggara. Harga-harga kebutuhan pokok dan bahan pangan membumbung tinggi dan daya beli rakyat rendah. Para pekerja di perusahaan banyak yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga semakin menambah pengangguran. Hal ini diperparah lagi dengan tindakan para konglomerat yang menyalahgunakan posisinya sebagai pelaku pembangunan ekonomi. Mereka menambah hutang tanpa kontrol dari pemerintah dan masyarakat. Akibatnya perekonomian mengalami krisis, nilai rupiah terhadap dollar merosot tajam hampir Rp.15.000,00 per dollar AS. Perbankan kita menjadi bangkrut dan banyak yang dilikuidasi. Pemerintah banyak mengeluarkan uang dana untuk Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI) sehingga beban pemerintah sangat berat. Dengan demikian kondisi ekonomi di Indonesia semakin parah. Melihat kondisi bangsa Indonesia yang merosot di berbagai bidang tersebut maka para mahasiswa mempelopori demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah Orde Baru dengan menentang berbagai praktek korupsi, kolusi nepotisme (KKN). Kemarahan rakyat terhadap pemerintah memuncak pada bulan Mei 1998 dengan menuntut diadakannya reformasi atau perubahan di segala bidang baik bidang politik, ekonomi maupun hukum. Gerakan reformasi ini merupakan gerakan untuk menumbangkan kekuasaan Orde Baru yang telah mengendalikan pemerintahan selama 32 tahun. Pada awal Maret 1998 Kabinet Pembangunan VIII dilantik, akan tetapi kabinet ini tidak membawa perubahan ke arah kemajuan. Oleh karena itu rakyat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di berbagai bidang kehidupan baik bidang politik, ekonomi, hukum maupun sosial budaya. Pada awal Mei 1998 mahasiswa mempelopori unjuk rasa menuntut dihapuskannya KKN, penurunan harga-harga kebutuhan pokok, dan Soeharto turun dari jabatan Presiden. Ketika para mahasiswa melakukan demonstrasi pada tanggal 12 Mei 1998 terjadilah bentrokan dengan aparat kemananan. Dalam peristiwa ini beberapa mahasiswa Trisakti cidera dan bahkan tewas. Di antara mahasiswa Trisakti yang tewas adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.
Pada tanggal 13-14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massa dengan membakar pusat-pusat pertokoan dan melakukan penjarahan. Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR. Mereka menuntut Soeharto turun dari jabatan presiden akan tetapi Presiden Soeharto hanya hanya mereshufle kabinet. Hal ini tidak menyurutkan tuntutan dari masyarakat. Pada tanggal 20 Mei 1998 Soeharto memanggil tokoh-tokoh masyarakat untuk memperbaiki keadaan dengan membentuk Kabinet Reformasi yang akan dipimpin oleh Soeharto sendiri. Tokoh-tokoh masyarakat tidak menanggapi usul Soeharto tersebut. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada wakilnya, B.J. Habibie. Selanjutnya B.J. Habibie dilantik sebagai Presiden RI menggantikan Soeharto. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie kehidupan politik mengalami perubahan, kebebasan berserikat telah dibuka terbukti banyak berdiri partai politik. Pada bulan November 1998 dilaksanakan Sidang Istimewa MPR yang menghasilkan beberapa keputusan di antaranya adalah tentang pelilihan umum secepatnya. Selanjutnya Pemilihan Umum setelah berakhirnya Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1998 yang diikuti oleh 48 partai politik. Pada Pemilu kali ini suara terbanyak diraih oleh Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP). Dalam Sidang Umum MPR yang dilaksanakan pada bulan Oktober 1999 terpilihlah K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI dan Megawati Sukarno Putri sebagai Wakil Presiden.

FAKTOR REFORMASI
Runtuhnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
1.    Runtuhnya Orde Baru
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

SETELAH 21 MEI 1998
2.    Kondisi Politik pada Masa Pemerintahan Habibie
Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
a)    masa depan Reformasi;
b)    masa depan ABRI;
c)    masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d)   masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e)    masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.

A.  Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
2) UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.

B.   Kebijakan dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

C.   Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).

D.  Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.

       Sumber Pustaka : tando-javaccino.blogspot.com
       Salin ulang         : komunitassain.blogspot.com untuk pendidikan Indonesia
14 March 2013 - dalam Kuliah Oleh aldilapm-fib12
 http://www.gramediaonline.com/images/prod_images/201344500_large.jpg
Judul Buku      : Reformasi & Jatuhnya Soeharto
Pengarang       : Basuki Agus Suparno
Penerbit           : Kompas
Tahun Terbit    : 2012
seperti yang kita tahu, bahwa reformasi itu bagian dari sejarah dari perjalanan panjang bangsa Indonesia. Sejumlah peristiwa seperti  pendudukan gedung DPR/MPR, insiden Trisakti, dan Semanggi, pengunduran presiden Soeharto,pernyataan 14 menteri yang tidak bersedia lagi duduk dalam Kabinet  Reformasi dan sebagainya, itu adalah realitas sejarah yang mewarnai adanya reformasi.
Sejak awal gerakan reformasi telah dimaknai berbeda-beda yang seperti mencakup desain Negara ideal, slogan klise ataupun sebatas ekspresi pikiran seseorang. Ada yang mengatakan bahwa reformasi tidak identik dengan pergantian individu melainkan berkaitan dengan system dan struktur. Jadi maksudnya, masing-masing memberi tekanan pada aspek-aspek tertentu, sebagian sama, dan sebagian yang lain bertolak belakang meskipun objek sosialnya itu sama yaitu reformasi, yang tetapi bahwa kenyataannya terdapat perbedaan pemikiran yang kontradiktif.
Reformasi adalah gerakan politik yang membuat Soeharto mundur dan sukses menemptkan Soeharto sebagai a device that unifies all those who share the same enemy. Yang pada sisi lain, mereka dihadapkan bagaimana gerakan ini dapat disterilkan dari aktor-aktor oportunis yang semata-mata hanya menginginkan posisi sebagai akibat perubahan konfigurasi teruktur sosial. Setelah berlangsung selama 10 tahun, reformasi masih menyisakan masalah-masalah krusial dan tidak pembawa perubahan apapun. Alasannya melakukan reformasi karena mereka menempatkan korupsi, kolusi, nepotismu, dan kroni sebagai kesalahan dalam orde baru. Reformasi memicu terjadinya kontestasi kepentingan yang luas, situasi itu menunjukkan upaya berbagai pihak untuk meyakinkan gagasan reformasi perlu dilakukan, yang tidak lain, menuntut pergantian kekuasaan itu sendiri. Reformasi sendiri telah memunculkan perdebatan dan argumen yang membuat itu menjadi kontroversi dalam sejarah kekuasaan di Indonesia.Kontestasi itu akan memperlihatkan bagaimana isu, menjadi forum yang memperlihatkan perspektif beda saling bersaing. Pertama, setiap aktor menggunakan kata untuk pengertian yang sama dan apa saja yang ada dalam mereka tentang kontroversi. Kedua, mencakup pro dan kontra yang memberikan opini. Ketiga, melakukan identifikasi penyabab kontroversi itu sendiri. Keempat, mencermati karakteristik dan sejarah keyakinan dan kebijakan yang ada sekaligus mempertimbangkan nilai dan kebijakan seperti apa yang ditawarkan di dalam kontestasi tersebut. 
Aspek bahasa di dalam reformasi itu sesuatu yang penting karena merupakan the art of delivery sehingga tampak siapa-siapa yang berbicara manis kemudia pahit, demikian sebaliknya. Itu mengungkapkan bagaimana cara yang berbeda dalam menunjukkan otif-motif yang berbeda pula.
Masalah yang dibahas di buku ini mencakup, bagaimana kontestasi makna formasi dalam dramatisme di Indonesia pada periode 1997 sampai tahun 1998 dan bagaimana peran actor-aktor politik dalam tindakan komunikasi politik mereka dalam gerakan reformasi tersebut.Dalam pidato bung Karno sendiri pada tangaal 17 Agustus 1964 pernah menyebutkan bahwa siapa yang anti NASAKOM berarti dia telah memincangkan dan mencampakkan revolusi, dan tidak penuh revolusioner, bahkan historis kontrarevolusioner.
Sejarah Perubahan di Indonesia
Bisa di bilang Indonesia pada saat itu masih dalam masa transisi dan masih dalam tahap pencarian bentuk.  Karena Indonesia dalam menyatakan kemerdekaannya yang dalam kemerdekaan itu masih memerlukan kebutuhan-kebutuhan dalam pemerintahan. Dalam situasi itu, kerapkali muncul perbedaan dalam idealisme. Banyak kejadian-kejadian yang memerlukan tindakan tranformatif sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Belum lagi gerakan-gerakan revolusioner yang gagal seperti peristiwa gestapu dan sebagainya. Dan banyak penyimpangan terhadap pelaksanaan pembangunan yang eksploitatif dan monopoli.
Transisi dari orde lama ke orde baru ditandai semakin memudarnya pemerintahan yang bertumpu pada kharisma presiden Soekarno pada masa Demokrasi terpimpin. Pada masa demokrasi terpimpin, Soekarno mengembangkan konsep dan ajaran seperti USDEK- U dan NASAKOM sebagai bagian esensial dari kebijakan kegiatan komunikasi politik dan propangandanya. Dalam pidato bung Karno sendiri pada tangaal 17 Agustus 1964 pernah menyebutkan bahwa siapa yang anti NASAKOM berarti dia telah memincangkan dan mencampakkan revolusi, dan tidak penuh revolusioner, bahkan historis kontrarevolusioner
Banyak terdapat kesimpangsiuran informasi dari berbagai situasi yang sebenarnya mencerminkan pertarungan komunikasi. Seperti, kesimpangsiuran ketidakberadaan Soekarno pascaperistiwa gestapu. Isu tentang dewan jendral  dan kudeta yang dilakukan oleh AngkatanDarat. Isu tentang Dewan Revolusi Indonesia. di dalam isu pokok tersebut terdapat isu-isu lain yang membingkai seperti isu AURI dalam berbegai kejadian, kontroversi pandangan presiden Soekarno bahwa kejadian tersebut sebagai hal yang biasa dalam sebuah revolusi. Sampai sekarang peristiwa ini bahkan masih tidak diketahui dengan jelas siapa dalangnya. Peristiwa 30 September 1965 adalah peristiwa yang dramatis yang memicu terjadinya perubahan enentang Soekarno. Pada peristiwa ini masa-masa kejayaan Soekarno mulai menghilang. Dan pasca peristiwa ini pemerintahan Soekarno digantikan oleh Soeharno karena supersemar yang awalnya hanya merupakan surat perintah penggantian kekuasaan sementara itu bisa menggantikan kedudukan Soekarno seterusnya.
            Pemerintah Orde Baru yang panjang tidak dapat dipisahkan dari karakter sumber legimitasinya. Atas dasar apa pemimpin politik itu memerintah dan atas dasar apa orang-orang yang bukan memimpin menerima justifikasi-justifikasi tersebut? Untuk kepentingan kelanjutan paparan, penting melihat karakter sumber-sumber legitimasi tersebut. Kebijakan paling penting dalam pemerintahan Orde Baru adalah mengubah orientasi politik sebagai panglima kepada orientasi ekonomi pembangunan. Konsep pembangunan mempunyai dimensi yang berbeda-beda yang menunjukkan praktik-praktik yang berbeda pula.Seperti misalnya Presiden Soeharto melibatkan ahli-ahli ekonomi guna member pemikiran dan tindakan terbaiknya bagi mewujudkan program pembangunan yang ingin dilaksanakan. Pembangunan itu juga menerlibatkan Nitisastro dalam kebijakan pembangunan pada 25 tahun pertama yang dikenal sebagai Pembangunan Jangka Panjang Tahun I (PJPT I). dalam pandangannya untuk menjamin keberhasilan pembangunan ekonomi, masalah pemerataan pendapatan dan peningkatan pendapatan rata-rata tidak dapat dipisahkan (harus bersama-sama). 
Formasi pengakuan dan penolakan terhadap Soeharto, bila hanya berumpu pada periode dalam gerakan reformasi,a akan mengabaikan adanya dinamika tarik ulur yang terjadi. Hal ini akan mengaburkan esensi terhadap cerita panjang perjuangan politik yang ada. Sebab, ada kalanya seseorang diberi pada waktu dulu member pujian dan kekaguman, pada kejadian yang lain justru mencerca dan mengkritiknya. Perubahan-perubahan semacam itu sngat mungkin terjadi karena berbagai faktor apalagi berkaitan dengan kekuasaan.
Presiden Soeharto dilahirkan di Desa Kemusu, Godean, Yogyakarta, pada tanggal 8 Juni 1921. Ayahnya bernama Kertosudiro dan ibunya bernama Sukirah.pendidikan militernya dapat dikatakan cukup panjang. Munculnya kepemimpinan Soeharto pasca Peristiwa Gestapu bisa dikatakan sebagai pahlawan. Sejarah kekuasaan Orde Baru yang panjang penempatkan Presiden Soeharto sebagai tokoh yang di puja. Namun demikian setelah Soeharto memperoleh pengakuan dan penghargaan muncul tokoh-tokh yang menentangnya seperti Ariel Heryanto, Aief Budiman, Sujatmiko, George Junus A., A. M. Fatwa, Hariman Siregar, Sri Bintang Pamungkas, Amin Rais, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dll. Ada juga kabar bahwa selama dalam masa pemerintahannya, Soharto telah membantai 2-5 juta orang komunis.
Retorika dan Reformasi
Gerakan mahasiswa dari tahun 1966 sampa 1998, hanya dua gerakan yang dinilai berhasil menumbangkan rezim pemerintahan, yakni pada tahun 1966 dan 1998 dengan sejumlah perbedaan. Gerakan mahasiswa tahun 1998, tidak didasari pandangan ideologis sehingga tidak terjadi polarisasi ekstrem seperti tahun 1996. 
Orde Baru akhirnya jatuh ketika Soeharto tidak mampu mengendalikan fluktuasi rupiah terhadap dollar, membengkaknya utang swasta terhadap pihak asing, meningkatnya pengangguran, perbankan yang tidak sehat, inflasi yang tinggi, menipisnya cadangan devisa, jatuh tempo pengembalian utang yang dilakukan pihak swasta dan pemerintah. Faktor ini bersimultan dengan kerusuhan seiring tuntutan mahasiswa dan masyarakat yang pada gilirannya meruntuhkan sendi ekonomi yang paling dasar.
Sebelumnya prestsi pembangunan ini telah susah payah dilakukan. Pada tahun 1984, Orba berhasil meraih surplus produksi beras swasembada pangan dan mengantarkan Indonesia dari FAO sebagai badan dunia PBB untuk urusan pangan dan pertanian. Namun, ketika kesadaran politik telah merata, ketimpangan ekonomi dapat memicu dan ketidakpuasan. 
Sejarah tidak dapat dihidupkan kembali, teapi spekulasi terhadap jejak-jejak tersebut dapat didasarkan pada pola-pola yang dideteksi melalui jejak-jejak  komunikasi. Kita dapat belajar sejarah melalui apa yang pernah diucapkan pada masa lalu.
Secara umum naratif komunikasi dikenal sebagai cara menyusun dan menyajikan pandangan terhadap realitas dunia melalui deskripsi sebuah situasi tertentu yang mencakup karakter, tindakan, dan konteks. Melalui cara ini, oarang-orang bisa mencerminkan secara logis dan menjelaskan apa yang terjadi, mengapa terjadi, siapa yang membuat, dan kapan terjadi serta bagaimana seharusnya merespons kejadian tersebut. Dengan demikian, tema komunikasi sebuah kelompok dapat menjadi pernyataan balik terhadap tema komunikasi kelompok yang lain bahkan dapat merukapan koreksi terhadap tema komunikasi yang lain.
Reformasi: Pertarungan Bahasa Politik
Reformasi memunculkan perdebatan yang melibatkan berbagai aktor politik yang sangat luas. Kontroversi reformasi terjadi karena tidak ada satupun yang terlibat., mampu membebaskan diri sepenuhnya dari masalah apa yang benar dan apa yang salah dalam suatu lingkup sosial yang luas, di mana kenyataan itu tampak sebagai hal yang tidak pernah lengkap dan benar-benar pasti.
Tahun 1997-1998 merupakan fase genting bagi Orde Baru terkait munculnya tuntutan perubahan. Meskipun keberhasilan gerakan itu masih disangsikan. Tahun 1997 seperti yang dikatakan Presiden Soeharto merupakan tahun politik. Ini ditandai dengan penyelenggaraan pemilihan umum yang panas, transisi penuh intrik, integrasi masyarakat global, krisis moneter, demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan.
Pada pemilihan umum bulan Mei 1997, Golkar memenangkan pemilihan dengan mengantongi 74,51 persen suara yang dinyatakan sebagai kemenangan mayoritas. Meskipun di bilang sukses, tapi pemilu  ini di warnai dengan kerusuhan yang terjadi di Solo dan Pekalongan. Pemilu bago Orba merupakan kerja perbuatan nasional dan konstitusional yang merupakan alat politik untuk memantapkan mekanisme kepemimpinan nasional.
Dalam perkembangannya Golkar, ABRI, dan birokrasi secara terbuka membicarakan kepemimpinan nasional ini. Syarwan Hamid memastikan bahwa ABRI sepakat dengan rakyat untuk mencalonkan Soeharto kembali untuk periode 1998-2003. Dan Dewan Pimpinan Majelis Dakwah Indonesia menyatakan bahwa hendaknya kepemimpinan nasional Soeharto berlanjut. Disitu mulai ada pandangan kritis yang menjadikan perdebatan tetntang suksesi semakin berkembang.setika Soeharto menyatakan untuk mempertimbangkan pencalonan dirinya.
            Perlu diketahui bahwa pilar kekuasaan Orde Baru ditopang prestasi ekonomi. Kerja keras Orde Baru terletak pada usaha menyelaraskan antara stabilitas ekonomidan stabilitas politik dan keamanan. Orba dalam periode 1997-1998 selain menghadapi suksesi kepemimpinan, dihadapkan juga dengan krisis ekonomi. Di awal 1997 diketahui bahwa sistem moneter pemerintah tengah mengalami defisit transaksi berjalan. Sejauh itu, krisis moneter memang belum terjadi. Sementara posisi Indonesia di mata Bank Dunia masih di nilai sebagai pengutang terbaik dan menggunakan dana bantuan.
            Namun akhrinya fluktuasi yang mengarah vovalitas nilai rupiah terhadap dollar AS akhirnya terjaga juga. Apa yang terjadi pada rupiah di bulan April, Mei, dan Juni 1997 yang melemah terhadap dollar masih membuat para ekonom, politisi, dan pemerintah meyakini fundamental yang dibangun masih kuat. Keadaan krisis yang dihadapi dalam kenyataaannya, upaya untuk mempertahankan kurs pada suatu tingkat tertentu oleh otoritas moneter tidak efektif.
            Banyak tekanan-tekanan yang terjadi pada saat iutu, bukan hanya dari ekonomi, tapi juga dari sosial,  dan politik yang tampak dalam bahasa politik yang mereka nyatakan.
            Banyak pesan tuntutan yang mewarnai demonstrasi mahasiswa tidak dapat dilepaskan dari bentukkomunikasi yang dinyatakan oleh sejumlah kalangan. Kemudian muncul penilaian bahwa kampus yang secara tradisi memiliki otonomi, namun karena di bawah sistem kebijakan orba tradisi otonom menjadi alat untuk mentransfer ilmu pengetahuan yangmenghasilkan tenaga-tenaga profesional yang tidak peduli dengan persoalan-persoalan politik.Kesadaran bahwa kekuatan mahasiswa sangat besar dan dapat menjatuhkan ataupun membawa kekuasaan itu hancur.
            Pada bulan April 1997, jauh sebelum maraknya aksi unjuk rasa dilakukan seperti empat bulan pertama di tahun 1998, sebanyak 24 mahasiswa yang berdemonstrasi di lingkungan kampus UGM ditangkap. Bukan hanya disitu saja, ketegangan antara aparat dengan mahasiswa mulai muncul di berbagai daerah. Kerusuhan pun terjadi, bermula dari titik temu antara aparat keamanan dengan mahasiswa yang menginginkan long march ke alun-alun keraton menemui Sri Sultan Hamengkubuwono X. kejadian tersebut akhirnya mulai muncul di berbagai daerah.
Drama Jatuhnya Soeharto
Mekansme pencalonan kepemimpinan tidak mampu menghasilkan pemimpin nasional selain Soeharto. Disadari atau tidak, siapapun yang akan menjabat sebagai presiden untu k masa bakti 1998-2003 sebenarnya telah terbentuk bayang-bayang, beban dan tanggung jawab yang akan di pikul sangat berat. Penyebabnya adalah praktik-praktik monopoli, proteksionisme, kolusi, dan nepotisme.
Banyak tuntutan-tuntutan yang membuat kebijakan yang telah ditempuh berakar satu persatu telah dicabut. Kerusuhan dan amuk masa sebagai akibat implementasi kebijakan yang disyaratkan itu, yang meminta lebih jauh, yakni reformasi politik termasuk meminta Soeharto turun dari jabatannya. Mahasiswa dalam aksi demonstrasi sebagai respon terhadap situasi sosial, politik, dan budaya yang meraka hadapi, menyuarakan hak sama.
Tanggal 11 Maret 1998, Soeharto di ambil sumpahnya untuk kembali menjabat untuk masa bakti 1998-2003. Di dalam kesempatan itu, Presiden Soeharto sempat mengatakan bahwa lima tahun nanti, ia akan sampaikan pertanggung jawabannya. Sebuah perkiraan, janji atau kepercayaan diri, yang kemudian tidak terpenuhi, karena ia harus menyatakan berhenti kurang dari 80 hari sajadari masa jabatan yang seharusnya diselesaikannya.
Penutup
            Simpulan dari buku ini adalah yang pertama, reformasi memiliki makna yang mencakup tema yang luas, menampilkan pernytaan beragam seperti argumen, antitesis, perbandingan, metafora,hingga ke dalam pertentangan dan kontroversi. Kedua, sebagai tuntutan, keberhasilan reformasi lebih dikarenakan telah menempatkan Presiden Soeharto sebagai a device that unifies all those who share the same anemy a device that unifies all those who share the same enemy. Ketiga, terdapat paradoks-aradoks yang tidak dapat dihindarkan yang muncul dari soal penilaian subjektif personal, dalam kaitannya dengan fakta serta kebijakan-kebijakan yang telah ditempuhnya. Keempat, sebagai implikasi adanya berbagai paradoks itu sendiri, yang mencerminkan adanya perbedaan penilaian subyektif personal, dalam kaitannya dengan fakta dan kebijakan yang terjadi, aktor-aktor politik yang memperjuangkan perubahan, mengalami fragmentasi orientasi kepentingan dan kekuasaanya. Kelima, secara umum, pertarungan terhadap makna reformasi dalam dramatisme politik menunjukkan bahwa komunikasi adalah sebuah kekuatan penentu yang menentukan pencitraan terhadap praktik-praktik pemerintahan Orde Baru, sekaligus menfasilitasi entuk-bentuk koreksi, evaluasi, kritik, dan pendistorsian terhadap sumber-sumber legitimasi pemerintah Orde Baru seperti prestasi ekonomi, Dwifungsi ABRI, dan paradigma pembangunan. Dan yang terakhir, secara esensial , tuntutan reformasi tidak menghapuskan sifat dasar kekuasaan yang di nilai tidak ideal, melainkan hanya menggeser ke sisi lain dari persoalan kekuasaan misalnya kekuasaan yang sentralisti, menjadi ada pembagian ke dalam partai-partai politik, KKN di seputar Presiden Soeharto bergeser pada KKN di sejumlah lembaga negara dan pemerintah bahkan lebih luas dan terbuka.
            Saran dari pembahasan tersebut yakni keberhasilan babakan sejarah perubahan tidak terhenti pada periode tahun 1997 sampai 1998, melainkan proses konsilidasi demokrasi terus berjalan. Pasca tahun 1998 masih terdapat banyak momentum-momentum penting mengenai bagaimana gagasan dan bagaimana menjalankan pemerintahan dengan baik. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan adanyaperlunya pengembangan penelitian yang melihat waktu-waktu krusial yang menentukan misalnya proses konsilidasi dan perbedaan terhadap kekuasaan pada periode tahun 1999-2004.

By. Aldila P.M. 

Sabtu, 17 November 2012

REFORMASI INDONESIA

A.Pengaruh Perang Dingin Terhadap Indonesia
Setelah Perang Dunia II berakhir ternyata muncul dua negara super power di dunia yang saling berebut pengaruh di berbagai kawasan dunia. Dua kekuatan itu adalah yaitu Amerika Serikat yang berhaluan demokrasi-kapitalis dan Uni Soviet yang berhaluan sosialis-komunis.
Perang dingin berdampak pada peta perpolitikan dunia pada saat itu, sehingga dunia seolah terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: negara-negara Blok Barat yang menganut paham demokrasi, negara-negara Blok Timur yang menganut paham komunis dan negara-negara Non Blok yang tidak memihak Blok Barat dan tidak memihak Blok Timur.
1.Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Perang Dingin
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada negara-negara Blok Barat dalam rangka mendapatkan pinjaman dana dari negera-negara tersebut untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang hampir mengalami kebangkrutan. Dengan adanya pinjaman ini secara tidak langsung Indonesia mulai dipengaruhi oleh Blok Barat yang tercermin dari kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Barat, walaupun tetap berusaha untuk netral dengan tidak memihak salah satu blok yang ada.
2.Peran Lembaga Keuangan Internasional Terhadap Pemerintah Orde Baru
Pada masa Orde Baru setahap demi setahap bisa keluar dari keterpurukan ekonomi melalui bantuan dari negara-negara Barat. Perbaikan ekonomi dilakukan dalam bentuk pembangunan yang disebut dengan rencana pembangunan lima tahun. Adapun negara-negara Barat yang membantu Indonesia tersebut dalam bentuk konsorsium yang dinamakan IGGI (Inter-Gouvernmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Belanda, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman Barat, Belgia, Italia, dan Swiss. Negara-negara maju tersebut pada tanggal 23-24 Pebruari 1967 diadakan pertemuan di Amsterdam (Belanda) menyepakati membentuk badan IGGI untuk memberi kredit kepada Indonesia dengan bantuan pinjaman syarat-syarat ringan.

B.Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalawai perjalannya pada dasawarsa 60-an rakyat sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan. Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi "Bapak Pembangunan ".
Temyata keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata, maka kemajuan Indonesia temyata hanya semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan kritik masyarakat seringkali dilontarkan namun pemerintah Orba seolah-olah tidak melihat, dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan sebagainya.
Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan "PHK" karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi mencapai puncaknya pada bulan Mei 1998, dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.
2.Krisis Ekonomi
Diawali krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia, bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global tersebut. Krisis ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus 1997. Tercatat di bulan Desmeber 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai R. 5.000,00 perdolar, bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00 perdolar pada sekitar Maret 1997.
Nilai tukar rupiah semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan Maret 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), temyata tidak membawa hasil sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup besar. Akibatnya kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem fundamental perekonomian Indonesia. 
a.Utang Negara Republik Indonesia.
Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan Pebruari 1998 pemerintah melaporkan tentang utang luar negeri tercatat :
utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS, jadi utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998.
Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi. 
b. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.
Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang kurang memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan masih rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya yang terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi atas, para orang kaya yang kemudian menjadi konglomerat. Meskipun gross national product (GNP) pada masa Orba pernah mencapai diatas US$ 1.000,00 tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan pendapatan rakyat sebenamya, karena uang yang beredar sebagian besar dipegang oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih miskin dan kesenjangan sosial ekonomi semakin besar.
Pengaturan perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan kolusi. 
c. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa terhadap kerabat dan kawan menjadi pemicu lahimya reformasi di Indonesia.
Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk negara tapi tidak dapat dihentikan karena dibelakangnya ada suatu kekuatan yang tidak tersentuh hukum. 
d. Politik Sentralisasi
Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya peranan pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah daerah tidak 'punya peran yang signifikan. Dalam bidang ekonomi sebagian besar kekayaan dari daerah diangkut ke pusat pembagian yang tidak adil inilah menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya mereka menuntut berpisah dari pemerintah pusat terutama terjadi di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua).
Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta sentries. Terjadinya banjir informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang cenderung bias Jakarta, terutama di halaman pertama pers. Kecenderuangan ini sangat mewamai pola pemberitaan di halaman pertama pers di daerah. 
3.Krisis Politik 
Krisis politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan Umum 1997 yang dinilai penuh kecurangan, Golkar satu-satunya kontestan pemilu yang didukung fmansial maupun secara politik oleh pemerintah memenangkan pemilu dengan meraih suara mayoritas. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun sebelum peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Dan memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan dijabarkan sampai kedaerah-daerah. Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam Golongan Karya. Golkar ini kemudian dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama 32 tahun, karena tidak ada satupun kritik dari infra struktur politik ini yang berani mencundangi dirinya.
K-emenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing dalam pemilu yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi presiden untuk periode 1998-2003.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa pemerintahan Orde Barn, kedaulatan rakyat ada ditangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang pihak penguasa. Kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya MPR dilaksanakan de jure secara de facto anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggotanya diangkat dengan sistem keluarga (nepotisme).
Rasa ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya menuntut pergantian presiden, reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR, dan pemilu secepatnya. Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang dianggap penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi sumber ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU No. 1 Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, Tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya; (4) UUNo. 1 Tahun 1985 tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi masa. 
4. Krisis Hukum.
Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar Pasal 24 UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan eksekutif, tapi Kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Dengan demikian pengadilan sulit terwujud bagi rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa. Sehingga sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan.
Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi, ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
5.Krisis Kepercayaan
Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan pada bidang parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah berlangsung lama sehingga disana-sini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya system politik, hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia

C.Gerakan Reformasi Indonesia 
Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional dalam bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya. Dengan semangat reformasi, rakyat menghendaki pergantian pemimpin bangsa dan negara sebagai langkah awal, yang menjadi pemimpin hendaknya berkemampuan, bertanggungjawab, dan peduli terhadap nasib bangsa dan negara.
Reformasi adalah pembaharuan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau agama (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan demikian reformasi merupakan penggantian susunan tatanan perikehidupan lama menjadi tatanan perikehidupan baru secara hukum menuju perbaikan.
Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru, maka diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan penetapan skala prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan kontrol agar tepat tujuan dan sasaran. 
1. Tujuan Reformasi
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan suatu gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. 
2. Dasar Filosofi Reformasi
Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut: (1)adili Soeharto dan kroni-kroninya; (2) amandemen Undang-Undang dasar 1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi daerah yang seluas-luasnya; (5) Supermasi hukum; (6) pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Kronologi Reformasi
Kabinet Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam kondisi bangsa dan negara krisis, yang mengundang keprihatinan rakyat. Memasuki bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi keprihatinan yang menuntut: (1) turunkan harga sembilan bahan pokok (sembako); (2) hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme; (3) turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Secara kronologi terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan sebagai berikut: (1) pada tanggal 10 Mei 1998 perasaan tidak puas terhadap hasil pemilu dan pembentukan Kabinet Pembangunan VII mewarnai kondisi politik Indonesia. Kemarahan rakyat bertambah setelah pemerintah secara sepihat menaikkan harga BBM. Namun keadaan ini tidak menghentikan Presiden Soeharto untuk mengunjungi Mesir karena menganggap keadaan dalam negeri pasti dapat diatasi; (2) pada 12 Mei 1998 semakin banyak mahasiswa yang berunjuk rasa membuat aparat keamanan kewalahan, sehingga mereka harus ditindak lebih keras, akibatnya bentrokan tidak dapat dihindari. Bentrokan aparat keamanan dengan mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta yang berunjuk rasa tanggal 12 Mei 1998 mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery Hartanto, Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta puluhan mahasiswa dan masyarakat mengalami luka-luka.Peristiwa ini menimbulkan masyarakat berduka dan marah sehingga memicu kerusuhan masa pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitamya. Penjarahan terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko dan fasilitas lainnya; (3) pada 13 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan ikut berduka cita ats terjadinya peristiwa Semanggi. Melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan presiden menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin memenuhi tuntutan para reformis di Indonesia; (4) pada 15 Mei 1998 Presiden Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh karena itu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan peralatannya di segala penjuru kota Jakarta; (5) Presiden Soeharto menerima ketatangan Harmoko selaku Ketua DPR/MPR RI yang menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta mundur dari jabatan Presiden RI; (6) pada 17 Mei 1998 terjadi demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI untuk meminta Soeharto turun dari jabatan presiden Republik Indonesia; (7) pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di hadapan para wartawan mengatakan meminta sekali lagi kepada Soeharto untuk mundur dari jabatan presiden RI; (8) pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar, budayawan, dan toko cendiriawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara membahas reformasi dan kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto, mereka ini adalah : Prof. Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah), KH. Abdurrahman Wahid (PB NU), Emha Ainun Nadjib (Budayawan), Nurcholis Madjid (Direktur Universitas Paramadina Jakarta), Ali Yafie (Ketua MUI), Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia), K.H. Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja (NU), K.H. Ma’ruf Amin (NU). Sedangkan di luar aksi mahasiswa di Jakarta agak mereda saat terjadi kerusuhan masa, tapi setelah kejadian itu pada tanggal 19 Mei 1998 mahasiswa yang pro-reformasi berhasil menduduki gedung DPR/MPR untuk berdialog dengan wakil rakyat walaupun mendapat penjagaan secara ketat aparat keamanan; (9) pada 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berencana membentuk Komite Reformasi untuk mengkompromikan tuntutan para demonstran. Namun, komite ini tidak pernah menjadi kenyataan karena dalam komite yang mayoritas dari Kabinet Pembangunan VII tidak bersedia dipilih. Pada suasana yang panas ini kaum reformis diseluruh tanah air bersemangat untuk menuntur reformasi dibidang politik, ekonomi, dan hukum. Maka tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk diminta pertimbangan dalam rangka membentuk "Komite Reformasi" yang diketuai Presiden. Namun komite ini tidak mendapat tanggapan sehingga presiden tidak mampu membentuk Komite Reformasi dan Kabinet Reformasi; (10) dengan desakan mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan nasional, tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan didepan Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi pengganti presiden; (11) pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional maka dibentuk kabinet baru yang bernama Kabinet Reformasi Pembangunan.
D. Masa Pemerintahan Presiden Habibie (1998-1999)
Tugas B.J. Habibie adalah mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini dilakukan oleh presiden untuk menjawab tantangan era reformasi.
 A. Dasar Hukum Habibie Menjadi Presiden.
Naiknya   Habibie   menggantikan   Soeharto menjadi polemik dikalangan ahli hukum, ada yang mengatakan     hal     itu     konstitusional     dan inskonstitusional.Yang    mengatakan    konstitusional berpedoman Pasal 8 UUD 1945, "Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Adapun yang mengatakan inskonstitusional berlandaskan ketentuan Pasal 9 UUD 1945, "Sebelum Presiden meangku jabatan maka Presiden harus mengucapkan sumpah dan janji di depan MPR atau DPR". Secara hukum materiel Habibie menjadi presiden sah dan konstitusional. Namun secara hukum  formal (hukum acara) hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan hokum yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang dari Soeharto kepada Habibie harus melalui acara resmi konstitusional. Saat itu DPR tidak memungkinkan untuk bersidang, maka harus ada alas an yang kuat dan dinyatakan sendiri oleh DPR.
B. Langkah-langkah Pemerintahan Habibie.
1. Pembentukan Kabinet.
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan pada tanggal 22 Mei 1998 yang meliputi perwakilan militer (TNI-PoIri), PPP, Golkar, dan PDI.
2. Upaya Perbaikan Ekonomi.
Dengan mewarisi kondisi ekonomi yang parah "Krisis Ekonomi"   Presiden B.J. Habibie  berusaha  melakukan  langkah-langkah perbaikan, antara lain :
a) Merekapitalisasi perbankan.
b) Merekonstruksi perekonomian nasional.
c) Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
d) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga dibawahRp. 10.000,00
e) Mengimplementasikan refbrmasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
3. Reformasi di Bidang Politik.
Presiden mengupayakan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan dan merencakan pemilu yang luber dan jurdil, sehingga dapat dibentuk lembaga tinggi negara yang betul-betui representatif. Tindakan nyata dengan membebaskan narapidana politik diantaranya yaitu : (1) DR. Sri Bintang Pamungkas dosen Universitas Indonesia (UI) dan mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto. (2) Mochtar Pakpahan pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan dalam tahun 1994.
4. Kebebasan Menyampaikan Pendapat.
Kebebasan ini pada masa sebelumnya dibatasi, sekarang masa Habibie dibuka selebar-lebarnya baik menyampaikan pendapat dalam bentuk rapat umum dan unjuk rasa. Dalam batas tertentu unjuk rasa merupakan manifestasi proses demokratisasi. Maka banyak kalangan mempertanyakan mengapa para pelaku unjuk rasa ditangkap dan diadili. Untuk menghadapi para pengunjuk rasa Pemerintah dan DPR berhasil menciptakan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang " kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ".
Diberlakukannya undang-undang tersebut bukan berarti keadaan menjadi tertib seperti yang   diharapkan. Seringkali terjadi pelanggaran oleh pengunjuk rasa maupun aparat keamanan, akibatnya banyak korban dari pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Hal ini disebabkan oleh : (1) Undang-undang ini belum begitu memasyarakat. (2) Pengunjuk rasa memancing permasalahan, dan membawa senjata tajam. (3) Aparat keamanan ada .yang terpancing oleh tingkah laku   pengunjuk   rasa   sehingga   tidak   dapat mengendalikan diri. (4) Ada pihak tertentu yang sengaja menciptakan suasana panas agar negara menjadi kacau.
Krisis ini merupakan momentum koreksi historis bukan sekedar lengsemya Soeharto dari kepresidenan tapi yang paling penting membangun kelompok sipil lebih berpotensi untuk membongkar praktek KKN, otonomi daerah, dan lain-lainnya. Dimana krisis multidimensi ini berkaitan dengan sistem pemerintahan Orde Baru yang sentralistik yaitu kurang memperhatikan tuntutan otonomi daerah sebab sebab segala kebijakan untuk daerah selalu ditentukan oleh pemerintah pusat.
5. Masalah Dwi Fungsi ABRI
Gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI maka petinggi militer bergegas-gegas melakukan reorientasi dan reposisi peran sosial politiknya selama ini. Dengan melakukan reformasi diri melalui rumusan paradigma baru yaitu menarik diri dari berbagai kegiatan politik.
Pada era reformasi posisi ABRI dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang. ABRI yang semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk Polri, mulai tanggal 5 Mei 1999 Kepolisian RI memisahkan diri menjadi Kepolisian Negara RI. Istilah ABRI berubah menjadi TNI yaitu angkatan darat, laut, dan udara.
6. Reformasi di Bidang Hukum
Pada masa pemerintahan Orde Baru telah didengungkan pembaharuan bidang hukum namun dalam realisasinya produk hukum tetap tidak melepaskan karakter elitnya. Misalnya UU Ketenagakerjaan tetap saja adanya dominasi penguasa. DPR selama orde baru cenderung telah berubah fungsi, sehingga produk yang disahkannya memihak  penguasa  bukan   memihak  kepentingan masyarakat.
Prasyarat untuk melakukan rekonstruksi dan reformasi hukum memerlukan reformasi politik yang melahirkan  keadaan  demokratis  dan  DPR yang representatif mewakili kepentingan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah dan DPR merupaka'n kunci untuk pembongkaran dan refbrmasi hukum. Target reformasi hukum menyangkut tiga hal, yaitu : substansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan institusi peradilan yang independen. Mengingat produk hukum Orde Baru sangat tidak kondusif untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia, berkembangnya demokrasi dan menghambat kreatifitas masyarakat. Adanya praktek KKN sebagai imbas dari adanya aturan hukum yang tidak adil dan merugikan masyarakat.
7. Sidang Istimewa MPR
Salah satu jalan  untuk  membuka  kesempatan menyampaikan aspirasi rakyat ditengah-tengah tuntutan reformasi total pemerintah melakasanakan Sidang Istimewa MPR pada tanggal   10-13  Nopember  1998,  diharapkan  benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat dengan perdebaaatan yang lebih segar, dan terbuka.
Pada saat sidang berlangsung temyata diluar gedung DPR/MPR Senayan suasana kian memanas oleh demonstrasi mahasiswa dan massa sehingga anggota MPR yang bersidang mendapat tekanan untuk bekerja lebih keras, serius, cepat sesuai tuntutan reformasi.
Sidang Istimewa MPR menghasilkan 12 ketetapan, yaitu :
a. Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang : Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara
b. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
c. Tap MPR No. XH/MPR/1998 tentang : Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indinesia.
d. Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
e. Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang : Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
f. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang : Hak Asasi Manusia.
g. Tap MPR No. VII/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Tambahan atas Tap MPR Nomor : I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah dengan ketetapan MPR yang terakhirNomor: I/MPR/1998.
h. Tap MPR No. XIV/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Penambahan atas Tap MPR No. III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum.
i. Tap MPR No. III/V/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang referendum.
j. Tap MPR No. IX/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN.
k. Tap MPR No. XII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR RI dalam Rangka Penyukseskan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
l. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pendoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dan penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai DasarNegara.
8. Pemilihan Umum 1999
Faktor politik yang penting untuk memulihkan krisis multidimensi di Indonesia yaitu dilaksanakan suatu pemilihan urnum supaya dapat keluar dari krisis diperlukan pemimpin yang dipercaya rakyat. Asas pemilihan urnum tahun 1999 adalah sebagai berikut: (1).Langsung, Pemilih mempunyai hak secara langsung memberi suara sesuai kehendak nuraninya tanpa perantara. (2) Umum, bahwa semua warga negara tanpa kecuali yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia 17 tahun berhak memilih dan usia 21 tahun berhak dipilih. (3) Bebas, tiap warga negara berhak menentukan pilihan tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun/pihak manapun. (4) Rahasia, tiap pemilih dijamin pilihannya tidak diketahui oleh pihak manapun dengan cara apapun (5) Jujur,   semua   pihak   yang   terlibat   dalam penyelenggaraan pemilu (penyelenggara/pelaksana, pemerintah, pengawas, pemantau, pemilih, dan yang terlibat secara langsung) harus bersikap dan bertindak jujur yakni sesuai aturan yang berlaku. 6. Adil, bahwa pcmilili dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, bebas dari kecurangan pihak manapun. Sebagaimana yang diamanatkan dalam ketetapan MPR, Presiden B.J. Habibie menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemilihan umum. Maka dicabutlah lima paket undang-undang tentang politik yaitu UU tentang (1) Pemilu, (2) Susunan, kedudukan, tugas, dan wewenang DPR/MPR, (3) Parpol dan Golongan Karya, (4) Referendum, (5) Organisasi Masa. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru yang diratifikasi pada tanggal 1 Pebruari 1999 oleh Presiden B.J. Habibie yaitu : (1) UU Partai Politik, (2) UU Pemilihan Umum, dan (3) UU Susunan serta Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Adanya undang-undang politik tersebut menggairahkan kehidupan politik di Indonesia, sehingga muncul partai-partai politik yangjumlahnya cukup banyak, tidak kurang dari 112 partai politik yang lahir dan mendaftar ke Departemen Kehakinam namun setelah diseleksi hanya 48 partai politik yang berhak mengikuti pemilu. Pelaksana pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum yang terdiri atas wakil pemerintah dan parpol peserta pemilu.
Pemungutan suara dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Juni 1999 berjalan lancar dan tidak ada kerusuhan seperti yang dikhawatirkan masyarakat. Dalam perhitungan akhir hasil pemilu ada dua puluh satu partai politik meraih suara untuk menduduki 462 kursi anggota DPR, yaitu :                               
1) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PD1-P)     : 153 kursi.
2) Partai Golongan Karya ( Partai Golkar)                   : 120 kursi.
3) Partai Persatuan Pembangunan (PPP)                      : 58 kursi.
4) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)                           : 51 kursi.
5) Partai Amanat Nasional (PAN)                                : 34 kursi.
6) Partai Bulan Bintang (PBB)                                     : 13 kursi
7) Partai Keadilan (PK)                                               : 7 kursi
8) Partai Nahdiarul Ummah (PNU)                              : 5 kursi
9) Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB)                 : 5 kursi
10) Partai Keadilan Persatuan (PKP)                           : 4 kursi
11) Partai Demokrasi Indonesia                                   : 2 kursi
12) Partai Kebangkitan Ummat (PKU)                        : 1 kursi  
13) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)                   : 1 kursi
14) Partai Politik Islam Indonesia Masyumi                  : 1 kursi
15) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI): 1 kursi 
16)PNI-MasaMarhaen                                               : 1 kursi
17)PNI-FrontMarhaen``                                             : 1 kursi
18) Partai Persatuan (PP)                                            : 1 kursi
19) Partai Daulat Rakyat (PDR)                                  : 1 kursi
20) Partai Bhineka Tunggal Ika (FBI)                          : 1 kursi
21) Partai Katholik Demokrat (PKD)                          : 1 kursi
22) TNI/POLRI                                                        : 46 kursi

9. Sidang Umum MPR Hasil Pemilu 1999
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diketuai oleh Jenderal (Pum) Rudini menetapkan jumlah anggota MPR berdasarkan hasil pemilu 1999 yang terdiri dari anggota DPR (462 orang wakil dari parpol dan 38 orang
TNI/PoIri), 65 orang wakil-wakil Utusan Golongan, dan 135 orang Utusan Daerah. Maka MPR melaksanakan Sidang Umum MPR Tahun 1999tanggal 1-21 Oktober 1999. Sidang mengesahkan Prof. DR. H. Muhammad Amin Rais, MA (PAN) sebagai Ketua MPR, dan Ir. Akbar Tandjung (Partai Golkar) sebagai Ketua DPR.
Dalam pencalonan presiden muncul tiga nama calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi di MPR, yaitu KH Abdurrahman Wahid (PKB), Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P), Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc (PBB), Namun sebelum pemilihan Yusril mengundurkan diri. Hasil pemilihan dilaksanakan secara voting KH. Abdurrahman Wahid mendapat 373 suara, Megawati mendapat 313 suara, dan 5 abstein. Dalam pemilihan wakil presiden dengan calon Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P) dan DR. Hamzah Haz (PPP) dimenangkan    oleh Megawati Soekamoputri.
Pada tanggal 25 Oktober  1999 Presiden KH Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekamoputri menyusun Kabinet Persatuan Nasional, yang terdiri dari: 3 Menteri Koordinator (Menko Polkam, Menko Ekuin, dan Menko Kesra), 16 menteri yang memimpin departemen, 13 Menteri Negara.
Pemerintahan Presiden KH.Abdurrahman Wahid (1999-2001) ini tidak dapat berlangsung lama pada akhir Juli 2001 jatuh lewat Sidang Istimewa MPR akibat perseteraunnya dengan DPR dan kasus Brunaigate serta Buloggate, kemudian melalui Sidang Istimewa MPR yang kemudian melantik Wakil Presiden Hj.Megawati Sukamoputri menjadi Presiden RI ke-5 (2001 - 2004) dan DR. H.Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi Wakil Presiden RI ke-9 (2001 - 2004).


2 comments:

  1. Aku Widya Okta, saya ingin bersaksi pekerjaan yang baik dari Allah dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari untuk pinjaman di Asia dan bagian lain dari kata, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka orang yang mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman penipuan di sini di internet, tetapi mereka masih asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban dari suatu 6-kredit pemberi pinjaman penipuan, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Aku hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari utang saya sendiri, sebelum aku rilis dari penjara dan teman yang saya saya menjelaskan situasi saya kemudian memperkenalkan saya ke perusahaan pinjaman dapat diandalkan yang SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya Rp900,000,000 dari SANDRAOVIALOANFIRM sangat mudah dalam 24 jam yang saya diterapkan, Jadi saya memutuskan untuk berbagi pekerjaan yang baik dari Allah melalui SANDRAOVIALOANFIRM dalam kehidupan keluarga saya. Saya meminta nasihat Anda jika Anda membutuhkan pinjaman Anda lebih baik kontak SANDRAOVIALOANFIRM. menghubungi mereka melalui email:. (Sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (widyaokta750@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau ingin prosedur untuk memperoleh pinjaman.

    ReplyDelete
  2. JAGUARQQ | DOMINO 99 | POKER | BANDARQ ONLINE
    * Dengan Minimal Deposit : Rp 15.000,-
    * Tersedia 9 Game Dalam 1 User ID
    + BandarQ
    + ADUQ 1120011279200 Ref:
    + SAKONG
    + DOMINO99
    + BANDAR66
    + POKER
    + BANDAR POKER
    + CAPSA SUSUN
    + PERANG BACCARAT
    * Bonus Rollingan 0,5% Setiap minggu
    * Bonus Referal 20% Seumur hidup
    - Kontak Kami -
    WA : +855964608606
    TELEGRAM : +855964608606
    LINE : csjaguarqq
    Website : 99jaguar
    Twitter : JaguarQQ

    ReplyDelete