NAMA : FAISAL EFENDI
CONTOH PEMIMPIN :
Presiden Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia,
Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni
1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai
tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak
Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai
Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang
bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.
Bung
Karno adalah Sang Proklamator, seorang orator ulung yg bisa membangkitkan
semangat nasionalisme Rakyat Indonesia. Beliau memiliki gaya kepemimpinan yg
sangat populis, bertempramen meledak-ledak, tidak jarang lembut dan menyukai
keindahan.
Gaya kepemimpinan yg diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yg juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif & inovatif serta kaya akan ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan Afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara barat (Amerika dan Eropa).
Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan Bangsanya.
Soekarno termasuk sebagai tokoh nasionalis dan anti-kolonialisme yang pertama, baik di dlm negeri maupun untuk lingkup Asia, meliputi negeri-negeri seperti India, Cina, Vietnam, dan lain-lainnya. Tokoh-tokoh nasionalis anti-kolonialisme seperti inilah pencipta Asia pasca-kolonial. Dalam perjuangannya, mereka harus memiliki visi kemasyarakatan dan visi tentang negara merdeka. Ini khususnya ada dalam dasawarsa l920-an dan 1930-an pada masa kolonialisme kelihatan kokoh secara alamiah dan legal di Dunia
Gaya kepemimpinan yg diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yg juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif & inovatif serta kaya akan ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan Afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara barat (Amerika dan Eropa).
Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan Bangsanya.
Soekarno termasuk sebagai tokoh nasionalis dan anti-kolonialisme yang pertama, baik di dlm negeri maupun untuk lingkup Asia, meliputi negeri-negeri seperti India, Cina, Vietnam, dan lain-lainnya. Tokoh-tokoh nasionalis anti-kolonialisme seperti inilah pencipta Asia pasca-kolonial. Dalam perjuangannya, mereka harus memiliki visi kemasyarakatan dan visi tentang negara merdeka. Ini khususnya ada dalam dasawarsa l920-an dan 1930-an pada masa kolonialisme kelihatan kokoh secara alamiah dan legal di Dunia
Berikut adalah kelemahan dan kelebihan kepemimpinan presiden soekarno :
Kelemahan
a. Perekonomian
berjalan tidak mulus disebabkan ketidakstabilan politik dalam negeri yang
dicerminkan oleh beberapa pemberontakan di sejumlah wilayah.
b. Kondisi
perekonomian Indonesia di orde lama hampir mengalami stagflasi selama 1965 –
1966 dengan PDB hanya 0,5 persen dan 0,6 persen
c. Kehancuran
ekonomi Indonesia menjelang akhir periode orde lama juga di dorong oleh
hiperinflasi yang pada tahun 1966 mencapai 650%.
d. Sistem
perekonomian terpengaruh haluan komunis meskipun indonesia berdasrkan haluan
pancasila
Kelebihan
a. Melakukan
kebijakan ekonomi yang di anggap penting dengan mereformasi moneter melalui
devaluasi mata uang nasional yang saat itu masih gulden dan dan pemotongan uang
sebesar 50 % atas semua uang yang beredar pada kabinet natsi.
b. Berani menentang
kapitalisme yang di anut perusahaan-perusahaan peninggalan belanda
c. Menasionalisasi/
mengambil alih perusahaan-perusahaan asing termasuk perusahaan belanda.
NAMA : EMAYANA MANURUNG
KELAS : C
NIM : 130907201
ILMU ADM.NIAGA/BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN POLITIK
UNIVERSITAS SUMATRA
UTARA
CONTOH PEMIMPIN
Presiden Soeharto
Diawali
dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966 kepada Letnan
Jenderal Soeharto, maka Era Orde Lama berakhir diganti dengan pemerintahan Era
Orde Baru. Pada awalnya sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan menonjol dari
Presiden Soeharto adalah kesederhanaan, keberanian dan kemampuan dalam
mengambil inisiatif dan keputusan, tahan menderita dengan kualitas mental yang
sanggup menghadapi bahaya serta konsisten dengan segala keputusan yang
ditetapkan.
Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak positif serta mempunyal visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian.
Tahun-tahun pemerintahan Suharto diwarnai dengan praktik otoritarian di mana tentara memiliki peran dominan di dalamnya. Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk berperan dalam bidang politik di samping perannya sebagai alat pertahanan negara. Demokrasi telah ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun dengan mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam negeri dengan cara pembatasan jumlah partai politik, penerapan sensor dan penahanan lawan-lawan politik. Sejumlah besar kursi pada dua lembaga perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada militer, dan semua tentara serta pegawai negeri hanya dapat memberikan suara kepada satu partai penguasa Golkar.
Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak positif serta mempunyal visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian.
Tahun-tahun pemerintahan Suharto diwarnai dengan praktik otoritarian di mana tentara memiliki peran dominan di dalamnya. Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk berperan dalam bidang politik di samping perannya sebagai alat pertahanan negara. Demokrasi telah ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun dengan mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam negeri dengan cara pembatasan jumlah partai politik, penerapan sensor dan penahanan lawan-lawan politik. Sejumlah besar kursi pada dua lembaga perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada militer, dan semua tentara serta pegawai negeri hanya dapat memberikan suara kepada satu partai penguasa Golkar.
Bila
melihat dari penjelasan singkat di atas maka jelas sekali terlihat bahwa mantan
Presiden Soeharto memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter, dominan, dan
sentralistis. Sebenarnya gaya kepemimpinan otoriter yang dimiliki oleh
Almarhum merupakan suatu gaya kepemimpinan yang tepat pada masa awal
terpilihnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan
pada masa itu tingkat pergolakan dan situasi yang selalu tidak menentu dan juga
tingkat pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Namun, dirasa pada awal
tahun 1980-an dirasa cara memimpin Soeharto yang bersifat otoriter ini kurang
tepat, karena keadaan yang terjadi di Indonesia sudah banyak berubah.
Masyarakat semakin cerdas dan semakin paham tentang hakikat negara demokratis.
Dengan sendirinya model kepemimpinan Soeharto tertolak oleh kultur atau
masyarakat. Untuk tetap mempertahkan kekuasaannya Soeharto menggunakan
cara-cara represif pada semua pihak yang melawannya.
Pada
masa Orde baru, gaya kepemimpinannya adalah Otoriter/militeristik. Seorang
pemimpinan yang otoriter akan menunjukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”,
antara lain dengan ciri-ciri :
- Kecendurangan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain
dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai
harkat dan maratabat mereka.
- Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas
tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan
para bawahannya.
- Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Sesuai
dengan masalah dan tujuan yang penulis angkat, pengukuran gaya
kepemimpinan Presiden Soeharto di sini diukur dari aspek-aspek: (1) Status kepemimpinan
dan kekuasaan; (2) Orientasi pada hubungan; (3) Orientasi pada tugas; (4) Cara
mempengaruhi orang lain, dan (5) Kepribadian. Maka hasil analisis menunjukkan
kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut.
- Status kepemimpinan dan kekuasaan
Presiden
Soeharto digambarkan sebagai seorang Kepala Negara dibanding sebagai
pemimpinan organisasi lainnya. Di media ia hampir tidak pernah
ditampilkan sebagai seorang individu atau pribadi. Kecenderungan ini secara
jelas terlihat dari frekuensi kemunculan berita yang menunjukkan status
Presiden Soeharto ketika menyampaikan pesan-pesan politik adalah sebagai Kepala
Negara. Posisi berikutnya menunjukkan status Presiden Soeharto sebagai
Kepala Pemerintahan, pemimpin dan juga sebagai Ketua Dewan Pembina
Golkar.
Presiden
Soeharto cenderung digambarkan sebagai seorang pemimpin yang menjadi pusat
kekuasaan pemerintah dan negara. Media cenderung menggambarkan Presiden
Soeharto sebagai pemimpin yang lebih suka berada di lokasi pusat
kekuasaan, di Jakarta sebagai ibukota negara. Meskipun ia
sering melakukan perjalanan dinas dan pribadi/keluarga, baik di
dalam maupun di luar negeri, media lebih sering menyajikan liputan tentang
aktivitas komunikasi yang dilakukan Presiden Soeharto di Jakarta.
Penggambaran
media yang demikian diperkuat dengan penggambaran bahwa ketika di Jakarta
Presiden Soeharto lebih sering berada di Istana Negara atau Istana Merdeka
dibanding tempat-tempat lainnya yang dapat berfungsi sebagai simbol kekuasaan
dirinya sebagai pemimpin tertinggi dalam organisasi pemerintahan,
negara, dan organisasi-organisasi lainnya. Bahkan, ia juga
digambarkan sebagai pemimpin yang lebih sering berada di Istana dibanding
di Bina Graha, kantor atau tempat ia biasanya bekerja.
- Orientasi pada hubungan
Dilihat
dari orientasinya pada pemeliharaan hubungan, Presiden Soeharto cenderung
ditampilkan sebagai seorang pemimpin yang otoriter, atau dalam istilah Likert
(1961) disebut “exploitative-authoritative”, kurang demokratis. Hasil analisis
menunjukkan, dari periode ke periode berita yang beredar menunjukkan isi pesan
Presiden Soeharto berfungsi menghibur, memberikan dorongan dan bimbingan serta
mengundang kritik konstruktif sebagaimana umumnya pemimpin yang demokratis
jumlahnya relatif kecil.
Kecuali
pada periode awal kekuasaannya, Presiden Soeharto dalam berita suratkabar juga
cenderung ditampilkan sebagai pemimpin yang mengutamakan hubungan dengan
lembaga pemerintah yang dipimpinnya dibanding dengan lembaga-lembaga politik
lainnya. Beliau lebih sering menyampaikan pesan-pesan politik kepada para
pejabat pemerintah, seperti menteri, gubernur, bupati, walikota, dan pegawai
negeri, dibanding kepada ketua dan anggota DPR / MPR, ketua MA, Hakim Agung,
pimpinan dan anggota ABRI, ketua dan anggota Parpol, serta pimpinan dan
wartawan media massa. Proporsi berita yang menunjukkan Presiden Soeharto
menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat (termasuk para tokoh dan kalangan
perguruan tinggi), dan kepada mereka yang duduk di lembaga eksekutif lebih
besar dibanding proporsi berita yang menunjukkan ia menyampaikan pesan-pesan
kepada pihak lainnya.
Presiden
Soeharto juga cenderung ditampilkan sebagai seorang pemimpin yang lebih reaktif
dibanding proaktif. Ia lebih sering memberikan tanggapan atau respon terhadap
pernyataan orang lain dibanding menunjukkan gagasan/pemikirannya sendiri.
Pesan-pesan verbal sebagaimana tercakup dalam ucapan atau pernyataan yang
disampaikan Presiden Soeharto kepada berbagai pihak lebih banyak berisi
tanggapan dirinya terhadap pertanyaan, opini, sikap, dan perilaku para pejabat
dan masyarakat yang dipimpinnya
Selain
itu juga Presiden Soeharto digambarkan sebagai pemimpin yang
memiliki fleksibelitas dalam melaksanakan tugas dan fungsi
kepemimpinannya. Isi pesan-pesan politiknya dari periode ke periode
mengalami pasang-surut. Pada periode awal kepemimpinannya, yakni selama
masa jabatan pertama 1968-1973, dominasi gagasan-gagasan sendiri
lebih menonjol dalam pesan-pesan politik Presiden Soeharto. Namun, pada periode
pengamalan dan pematangan kepemimpinan, yakni selama masa jabatan kedua sampai
kelima 1973-1993, dominasi gagasan-gagasan sendiri semakin menurun, dan
kecenderungan ini diimbangi dengan meningkatnya tanggapan atau respon yang ia
berikan terhadap gagasan, ucapan, dan tindakan-tindakan orang lain. Sedangkan
pada periode puncak dan akhir kepemimpinannya, yakni selama masa jabatan keenam
dan ketujuh 1993-1998, isi pesan-pesan politik Presiden Soeharto semakin
didominasi oleh tanggapan atau respon yang ia berikan terhadap gagasan, ucapan,
dan tindakan-tindakan orang lain.
- Orientasi pada tugas
Potret
Presiden Soeharto cenderung menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang lebih
sering memberikan perhatian sangat umum terhadap lingkup pembangunan nasional.
Dalam setiap periode kekuasaannya, ia digambarkan jarang memberi perhatian
khusus pada lingkup pembangunan lokal saja atau regional saja. Dilihat dari isi
pesan-pesan politiknya, pembangunan yang paling sering dibicarakan oleh
Presiden Soeharto adalah pembangunan dalam lingkup nasional. Pembangunan lokal
Daerah Tingkat II Kabupaten / Kotamadya dan pembangunan regional Daerah Tingkat
I Propinsi relatif jarang dibicarakan oleh pemimpin Orde Baru itu.
Surat
kabar juga menggambarkan Presiden Soeharto sebagai pemimpin yang
memberikan perhatian pada pembangunan daerah pedesaan dan perkotaan tanpa
membedakan diantara keduanya. Presiden Soeharto jarang membicarakan pembangunan
yang orientasinya hanya daerah perkotaan atau hanya daerah perdesaan. Dalam
media massa ia lebih sering ditampilkan sebagai pemimpin yang membicarakan
tentang pembangunan secara keseluruhan, baik daerah perkotaan maupun daerah
perdesaan. Selain itu, ia juga digambarkan sebagai pemimpin yang memberi
perhatian umum terhadap pelaksanaan pembangunan wilayah. Ia jarang digambarkan
sebagai pemimpin yang memberi perhatian khusus pada pembangunan wilayah Barat
saja atau wilayah Timur saja.
Hasil
analisis juga menunjukkan, Presiden Soeharto cenderung direpresentasikan
sebagai seorang pemimpin yang lebih mementingkan pembangunan ekonomi dibanding
pembangunan sektor-sektor lainnya. Baik pada periode awal, periode pengamalan
dan pematangan, maupun pada periode puncak dan akhir kepemimpinannya, topik
pembangunan yang paling sering dibicarakan oleh Presiden Soeharto adalah
ekonomi. Dari sektor-sektor pembangunan yang pernah dibicarakannya, dua sektor
yang paling sering dibicarakan Presiden Soeharto adalah sektor Hankam, dan
sektor Politik, Aparatur Negara, Penerangan, Komunikasi, dan Media Massa. Topik
yang paling jarang dibicarakan pemimpin tersebut adalah topik pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
- Cara mempengaruhi orang lain
Presiden
Soeharto digambarkan sebagai seorang pemimpin yang otoriter, yang menerapkan
gaya kepemimpinan coercive, yang selalu menginginkan agar perintah dan
instruksinya dipatuhi orang lain dengan segera. Dalam berita
surat kabar Presiden Soeharto cenderung ditampilkan lebih mementingkan
keselamatan dan kelangsungan pembangunan nasional. Demikian pentingnya hal itu
sehingga bagian besar perintah dan instruksi yang disampaikan Presiden Soeharto
kepada orang lain berisi permintaan agar keselamatan dan kelangsungan
pembangunan nasional selalu diprioritaskan.
Selain
itu, alasan yang juga sering dijadikan landasan argumentasi Presiden Soeharto
ketika meminta orang lain untuk mematuhi pesan-pesannya adalah perlunya
memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, upaya mempertahankan stabilitas
politik, upaya menciptakan masyarakat adil dan makmur, upaya membangun
kehidupan demokrasi, dan upaya lainnya.
Ketika
ia meminta orang lain agar mau mematuhi pesan-pesannya, Presiden Soeharto
biasanya memilih kata-kata atau kalimat tertentu. Ia lebih sering menggunakan
kata-kata atau kalimat netral dibanding membujuk (persuasive) atau memerintah
(instructive ataucoercive). Kesan yang dapat ditimbulkan dari cara
menyampaikan perintah atau instruksi yang demikian adalah bahwa pada akhirnya
perintah atau instruksi Presiden Soeharto diserahkan kepada masing-masing orang
untuk menentukan sikap; apakah mematuhi atau tidak mematuhi pesan-pesan itu.
Meskipun
demikian, penjelasan yang disampaikan Presiden Soeharto umumnya hanya berupa
penjelasan tentang arti kata / istilah, ungkapan, dan kalimat-kalimat yang
diucapkannya. Ia jarang sekali memberikan penjelasan yang bersifat mendorong
penggunaan logika agar orang lain secara sadar dan sukarela mau menerima
pesan-pesan yang disampaikannya. Kepada orang-orang yang menjadi sasaran
pesan-pesannya, ia jarang memberikan contoh-contoh penerapan pesan, menjelaskan
manfaat apabila pesan itu diikuti, atau menjelaskan akibat apabila pesan itu
tidak diikuti. Tujuan komunikasi yang dilakukan Presiden Soeharto tampaknya
hanya agar orang lain menjadi mengetahui, tetapi tidak sampai pada taraf
memahami, mencoba, dan memutuskan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu.
- Kepribadian
Menurut
penulis Presiden Soeharto adalah seorang pemimpin yang sederhana, tidak suka
menonjolkan diri di hadapan orang lain. Ketika berbicara dengan orang lain atau
menyampaikan pesan-pesan kepada bawahan atau orang-orang yang dipimpinnya dalam
berbagai organisasi, ia tidak suka menunjukkan keberhasilan atau jasa-jasa yang
dimilikinya.
Apabila
ia berusaha menonjolkan diri sendiri, cara yang digunakan Presiden Soeharto
biasanya adalah mengemukakan pengalaman atau jasa-jasa yang pernah diberikannya
kepada bangsa dan negara pada masa lalu. Dalam menyampaikan pesan-pesan kepada
bawahan dan orang-orang yang dipimpinnya, Presiden Soeharto berusaha
menunjukkan jasanya yang besar dalam membela bangsa dan negara Indonesia,
berani melawan musuh-musuh negara baik pada masa perjuangan kemerdekaan maupun
pada masa pemberontakan G30S/PKI, dan keberhasilannya dalam penyelenggaraan
pembangunan nasional.
Keberhasilan dan Kegagalan yang Dihasilkan Dari Gaya
kepemimpinan Soeharto
Orde
Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
kepemimpinan mantan Presiden Soeharto telah memberikan berbagaai kemajuan dan
juga kemundurun. Hal ini dikarenakan kebijakan yang beliau ambil tergantung
kepada gaya kepemimpinan yang beliau anut. Kekurangan dan kelebihan dari gaya
kepemimpinan Soeharto yaitu:
- Keberhasilan yang Dihasilkan Dari Gaya Kepemimpinan Soeharto
Walaupun terdapat
berbagai kekurangan dari pemerintahan Soeharto tapi tidak dapat dipungkiri
bahwa pada masa pemerintahan Soeharto Indonesia menjadi salah satu negara kaya
dan disegani negara lain.
- Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru perkembangan GDP per kapita
Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai
lebih dari AS$1.000
- Kemajuan sektor migas
- Swasembada beras
- Sukses transmigrasi
- Sukses Program KB
- Sukses memerangi buta huruf
- Sukses swasembada pangan
- Pengangguran minimum
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Sukses Gerakan Wajib Belajar
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
- Sukses keamanan dalam negeri
- Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
- Kegagalan Dari Gaya Kepemimpinan Soeharto
- Politik
- Eksploitasi sumber daya
Selama
masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber
daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar
namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
- Diskriminasi terhadap Warga Tionghoa
Warga
keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan
dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di
bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi
mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan
pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh
komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa
tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang
mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga
ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin
dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan
untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya
surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia
yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola
dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa
orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa
dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah
Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai
kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan
menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa
kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang
dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan
dilakukan. Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian
lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan
dirinya.
- Perpecahan bangsa
Di
masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia.
Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan
“persatuan dan kesatuan bangsa”. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah
adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti
Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor
Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari
program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan
kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan
pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi
yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran
itu orang Jawa.
Pada
awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam
bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan. Sementara itu
gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian
keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan
terhadap para transmigrasi.
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
- Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah.
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak
merata bagi si kaya dan si miskin)
4. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibreidel penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan
program “Penembakan Misterius” (petrus).
NAMA : RAHMA LINDA SITANGGANG
KELAS : C
NIM : 130907173
ILMU ADM.NIAGA/BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN POLITIK
CONTOH PEMIMPIN
Presiden Megawati Soekarno
Putri
Berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu megawati memiliki determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh Nanggroe Darussalam.
Gaya kepemimpinan megawati yang anti kekerasan itu tepat sekali untuk menghadapi situasi bangsa yang sedang memanas.
Calon yang satu ini merupakan calon lebih banyak menjual image orang tua
beliau, dari
pada image dirinya sendiri. Beliau merupakan presidennya
“wong cilik”, memang benar “wong cilik” yang sering kami tanya mengenai hal ini banyak yang memilih beliau karena beliau mempunyai
perhatian yang tinggi kepada mereka dengan menyediakan bahan pokok murah, namun
banyak aset perusahaan negara yang dijual untuk membeli bahan pokok bagi
rakyat. Memang orang yang hanya berfikir hidup, akan merasa terbantu sekali
dengan model kepemimpinan beliau ini. Namun sebagian orang juga tidak setuju
penjualan aset tersebut. kurang dapat memprediksikan gaya pemerintahan beliau,
karena semuanya lebih bergantung kepada anggota kabinet daripada sosok beliau
sendiri.
Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Ia cukup lama dalam menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan diambilnya. Tetapi begitu keputusan itu diambil, tidak akan berubah lagi. Gaya kepemimpinan seperti bukanlah suatu ke1emahan. Seperti dikatakan oleh Frans Seda: "Dia punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika, menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah Mega bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orang-orang lain tidak terpikirkan sebelumnya."
Cukup demokratis, tapi pribadi Megawati dinilai tertutup dan cepat emosional. Ia alergi pada kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah menyentuh visi misi pemerintahannya.
No comments:
Post a Comment