PAHIT MANIS BISNIS MEDIA CETAK
Menjalani bisnis media cetak ternyata tak segampang apa yang
dipikirkan banyak orang. Apalagi gugur dan berseminya media cetak
sudah hal yang biasa di negeri ini. Tapi kondisi tersebut tak pernah membuat
kapok para pelakunya. Ini bisa dilihat dengan hadirnya beraneka
ragam Koran, Tabloid, maupun Majalah yang ada di pasar komersial. Belum lagi
dengan makin menjamurnya media cetak yang disebarluaskan secara gratis alias
free. Apa sih pahit - manisnya menjalani bisnis media cetak itu ? Apa betul
kalau berbisnis media cetak membutuhkan modal yang besar plus memakan waktu
tiga sampai empat tahun untuk mencapai break event point ?
Di awal keran
kebebasan pers dibuka, memang mengundang banyak pebisnis maupun kalangan
investor untuk mencicipi lezatnya bisnis ini. Implikasinya, puluhan hingga
ratusan merek media cetak pun hadir di pasar – baik itu dalam bentuk Koran, Tabloid,
maupun Majalah. Jadwal terbitnya pun beraneka ragam ; ada yang harian,
mingguan, dwimingguan, sampai dengan bulanan. Yang tak kalah menarik lagi, saat
itu banyak pula penerbit yang berlomba-lomba menggelar launching produknya dengan
besar-besaran di berbagai hotel bintang lima.
Tapi sayang,
apa yang digembar-gemborkan di awal bisnis tersebut tak diikuti dengan tumbuh
kembangnya bisnis yang dijalani. Kemudian, setelah bisnis tersebut telah
bergulir satu hingga dua tahun lamanya – para pelaku bisnis media cetak pun
mulai mengerutkan dahi akibat berat dan pahitnya menjalani bisnis media cetak.
Alhasil tak bisa dipungkiri lagi, bila tiba-tiba ada Koran, Tabloid, maupun
Majalah yang menghilang tanpa pamit.
Dinamika ini
merupakan kenyataan yang membuat pebisnis media cetak harus lebih waspada dalam
menjalani bisnisnya. Konsistensi dan inovasi merupakan sebuah langkah yang
harus dinomersatukan. Nah, di edisi kali ini – Realitas Indonesia
(RI) ingin mengupas lebih dalam mengenai pahit manisnya bisnis media
cetak. Sajian tulisan ini bukan bermaksud untuk menggurui – tapi hanya
memberikan sedikit brain storming perihal suka dukanya
menjalani bisnis media cetak.
5 P Dalam Bisnis
Media Cetak
Ada yang bilang bisnis media cetak nyawanya ada pada kemampuan meraih pendapatan iklan. Benar tidaknya pendapat itu anda sendiri yang bisa pikirkan. Nah, sebelum kita mengetahui benar tidaknya pendapat tersebut – maka ada baiknya kita fahami lebih dulu pengertian dari media cetak itu sendiri.
Ada yang bilang bisnis media cetak nyawanya ada pada kemampuan meraih pendapatan iklan. Benar tidaknya pendapat itu anda sendiri yang bisa pikirkan. Nah, sebelum kita mengetahui benar tidaknya pendapat tersebut – maka ada baiknya kita fahami lebih dulu pengertian dari media cetak itu sendiri.
Media
cetak dalam kalimat sederhana bisa dikatakan sebagai wadah yang memberikan
informasi kepada khalayak masyarakat dalam bentuk tulisan. Bisa berbentuk
Koran, Tabloid, maupun Majalah. Untuk jenis Koran yang terbit harian ; dalam
sajiannya mereka lebih mengedepankan pada sebuah berita yang bersifat aktual
yang terjadi setiap hari – baik itu informasi yang bersifat Nasional
maupun Internasional. Karena itu, dalam pengerjaannya jenis media massa Koran
sangat membutuhkan sumber daya manusia yang banyak dan mobile alias
cekatan.
Bila
dicermati dari sisi alur bisnis media cetak ; dalam konsep pemasarannya tak
beda jauh dengan produk non cetakan, yang mana tetap beracuan pada 5 P,
yakni Product, Price, Promotion, Placement,
and, People. Dari sisi Product ; sebuah
media cetak harus mampu didukung sumber daya manusia yang betul-betul
berkualitas. Dalam konteks ini, produk media cetak yang ditawarkan ke pasar
harus bisa menyajikan tulisan yang enak dibaca, memiliki design lay
out yang menarik, dan yang paling utama yaitu mengandung asas
manfaat bagi khalayak pembacanya. Oleh sebab itu kualitas wartawan yang
dimiliki pun bukan sekedar orang yang memiliki kepandaian bertanya, tapi lebih
pada kemampuan menguasai materi dari apa yang akan ditanyakan ke narasumber.
Sebab, semuanya memiliki korelasi terhadap apa yang akan ditulis /
diinformasikan kepada pembaca.
Sejauh ini yang patut disayangkan, kadang masih ada wartawan yang kurang
memahami apa yang dijelaskan narasumbernya. Padahal kondisi tersebut bisa
menghadirkan gap antara apa yang dimaksudkan narasumber dengan hasil tulisan
yang disajikan ke pembaca. Sebab itu, setiap media cetak biasanya memiliki
redaktur pelaksana dan pemimpin redaksi yang senantiasa memberikan pengarahan.
Disamping itu, yang lebih parah lagi, kadang kaidah penulisan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar pun masih jauh dari harapan.
Tanpa
disadari, kadang agar tulisan yang tersaji enak dibaca oleh masyarakat –
pedoman mengenai cara menulis yang baik dan benar menurut kaidah Bahasa
Indonesia pun masih sering diloncati. Sebab ada istilah yang menyebutkan
“Bahasa adalah Kunci Komunikasi” sehingga tak jarang kalau dalam penulisan, ada
media cetak yang berupaya menghasilkan tulisan yang lebih bersifat komunikatif.
Ini tak lain dan bukan dalam rangka menyajikan bacaan / tulisan menjadi enak
dibaca.
Bagaimana kaitannya antara kualitas tulisan dengan design lay out dari
sebuah media cetak ? – seperti misalnya untuk jenis media majalah maupun
tabloid ? – Untuk sebuah media cetak seperti majalah maupun Tabloid
; design lay out dan tulisan sebenarnya sama-sama
memiliki nilai yang sangat penting agar bisa diterima dengan baik di pasar.
Apalagi untuk jenis majalah yang bisa digunakan sebagai dokumentasi serta dapat
disimpan dalam waktu lama. Tapi, dari berbagai narasumber (selaku pemerhati dan
pembaca media cetak) yang memiliki latar belakang berbeda satu dengan lainnya,
ternyata mereka memiliki berbagai argumentasi / alasan yang beraneka ragam
dalam menilai tulisan maupun design lay out dari sebuah media
cetak.
Sebagai
misal pendapat dari orang yang kurang memahami tentang design lay
out – rupanya bagi mereka, sebuah media cetak harus menyajikan sebuah
informasi yang benar-benar memiliki manfaat bagi pembacanya. Apakah manfaat
tersebut hanya sekedar pengetahuan umum atau dapat juga berbentuk
informasi yang berguna sebagai panduan dalam menjalani rutinitas yang dijalani.
Setidaknya, apa yang dibaca bisa memberikan masukan ide dan pemahaman
baru.Perihal design lay out-nya, bagi mereka ; asalkan gambar dan
peletakannya proposional serta memiliki korelasi dengan isi tulisan, hal
tersebut masihlah dianggap wajar.
Beda halnya
bagi narasumber yang memahami tentang design lay out cetakan.
Disamping memperhatikan isi tulisan, mereka sangat concern terhadap
kualitas design lay out dari sebuah majalah maupun tabloid.
Ada yang bilang, “penampilan merupakan kesan pertama” tutur salah seorang
narasumber. Oleh sebab itu, bila ada penerbit yang menganggap informasi yang
dibuat telah ditulis dengan baik dan enak dibaca, sebetulnya belumlah lengkap
jika tanpa didukung kualitas design lay out yang menarik.
Apalagi tak bisa dipungkiri kalau kita sebagai pembaca kadang memiliki titik
jenuh dan membutuhkan visualisasi baru yang dapat me-refresh pikiran
sekaligus memberikan bukti informasi dalam bentuk gambar / foto. Toh, informasi
itu bukan sekedar tulisan tapi bisa berbentuk gambar.
Nah, sekarang pilihan ada di tangan anda, jika anda menjadi
pengusaha media cetak? Apakah lebih memilih media cetak yang menyajikan tulisan
yang berbobot dan enak dibaca semata ? atau Anda lebih mengedepankan visual
dari design lay outnya saja ? Atau kedua-duanya yang harus saling
mendukung ? Toh, anda yang mempunyai keputusan ; berapa banyak uang anda
dibelanjakan untuk membeli media cetak tertentu. Sementara itu,
bagi kalangan penerbitnya sendiri - apakah mereka mau
lebih bersifat kreatif untuk terus memperbaiki produknya sehingga pembaca makin
merasa puas.
Dilihat dari sisi Price (Harga), dalam hal ini
penentuannya tak bisa sembarangan. Sebab, setelah harga pokok produksi
diketahui, maka si penerbit harus menentukan berapa persen margin keuntungan
yang akan diambil. Sebab, memasarkan media cetak bukan sekedar menjual kertas –
tapi juga menghargai hasil kerja dari informasi yang telah disajikan oleh para
awak redaksi. Apalagi menghimpun informasi itu membutuhkan waktu dan perjuangan
yang tak ringan.
Bagi
media cetak komersial, sebelum menentukan harga, biasanya mereka harus terlebih
dahulu mengetahui berapa persen diskon yang akan diberikan ke para agen
penjualan. Dan, untuk lebih jelas lagi lihat gambar Proses Distribusi Penjualan
Koran, Majalah, dan Tabloid. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh media cetak
baru dalam memasarkan produknya adalah ; mereka harus berhadapan dengan banyak
media cetak yang telah dilempar ke pasar. Terkadang untuk masuk ke toko buku
maupun agen penjual, si penerbit harus rela memberikan diskon besar sebesar
40%-50%.
Menurut berbagai sumber yang Realitas Indonesia (RI) jumpai,
baik dari kalangan praktisi maupun pengamat – ternyata sangat diakui bahwa
menjalani bisnis media cetak jenis Koran Harian merupakan bisnis yang paling
kompleks dan memiliki kesulitan tinggi. Mulai dari proses pencarian berita,
produksi, pendistribusian, sampai dengan pemasaran. Dan, boleh dibilang, orang
yang benar-benar bermodal besarlah yang berani terjun membuat Koran (apalagi di
jaman sekarang ini).Sebab membangun pasar dan pembaca tak semudah yang
dibayangkan.
Beberapa hal yang
diperlukan menilai kualitas produk Majalah, Koran, dan Tabloid
1. Isi informasi yang
disajikan, harus memiliki beberapa kriteria;
- Mengandung asas
manfaat.
- Menyajikan
informasi yang detail dan komprehensif
- Memiliki akurasi
data yang reliable.
- Menghadirkan
berbagai narasumber yang memiliki relevansi dengan materi yang ditulis.
- Memiliki prinsip
keseimbangan dalam pemberitaan.
- Informasi yang
diberikan bukan sekadar berita, tapi dapat juga dalam bentuk informasi
yang bisa digunakan sebagai panduan bagi rutinitas pembacanya.
2. Memiliki desain lay
out yang menarik, sederhana, dan eye catching.
3. Menyajikan informasi
yang terstruktur dan mendalam untuk kupasan informasinya.
4. Menghadirkan tulisan
yang enak dibaca dan mudah dipahami oleh kalangan pembacanya.
5. Menyajikan aneka rubrik
ringan yang membuat pembaca lebih enjoy.
Divisi Sirkulasi ;
divisi ini memiliki peranan meningkatkan sebaran produk di tempat-tempat yang
tepat. Maksudnya, mereka yang bekerja di divisi ini harus mampu memilih
tempat-tempat yang strategis dan produk tersebut mudah dilihat oleh orang
banyak. Selain itu, kawasan yang dijadikan target penyebaran tersebut harus
memiliki potential buyers yang menjadi target dari produk yang akan
dijual. Para pekerja di divisi ini, bukan sekedar hanya mengandalkan agen-agen
penjualan media cetak, tapi juga harus pro aktif mencari pasar baru dengan
berbagai penawaran yang menarik dan penuh kreatifitas. (Lihat jalur
pendistribusian Media Cetak)
Tolok ukur dari
kesuksesan divisi ini :
- mampu melakukan
penyebaran yang baik dan di tempat yang strategis
- mampu memilah dan
memilih agen penjualan – terutama agen penjualan yang menghadirkan pola
pembayaran maupun retur yang baik dan kooperatif
- mampu meyakinkan
para agen maupun toko buku bahwa produk yang mereka bawa sangat berkualitas
Divisi Promosi :
fungsi dari divisi ini adalah bagaimana meng-create program promosi menjadi
sarana untuk memperkuat brand image dari media itu sendiri. Kesuksesan
maupun tolok ukur dari keberhasilan Divisi ini terletak pada kemampuan
membangun citra produk dan lebih bersifat intangible asset.Disamping
itu, mereka juga harus membangun agar brand dari produk yang dijual mudah
dikenal oleh khalayak masyarakat. Yang lebih penting lagi, dalam melakukan
promosi, penerbit harus memilih langkah-langkah yang efektif dan efisien, tanpa
terlalu menghambur-hamburkan biaya promosi.
Keuntungan dan Risiko
Bagi Penerbit yang memiliki 1 s/d 3 buah Media Cetak ;
1. Penerbit bisa
melakukan sindikasi peliputan diantara masing-masing media cetak. Misalkan ;
Penerbit A memiliki media cetak X, Y, dan Z. Ketiganya memiliki jadwal
penerbitan yang berbeda-beda. Maka, si penerbit bisa memberdayakan sumber daya
manusia yang dipekerjakan untuk salah satu media cetak lainnya. (Lihat gambar)
Risiko
dari adanya sindikasi pemuatan berita oleh masing-masing awak redaksi ;
- Bila satu
orang mengerjakan dua media cetak, maka akan timbul ketidak fokusan dalam
penyajian informasi
- Akan
terbentur kepentingan atas visi dan misi yang dimiliki masing-masing media
cetak. Sebagai missal ; visi dan misi dari media cetak harian tentu berbeda
dengan media cetak mingguan, dan visi misi media cetak mingguan pun pasti
berbeda dengan media bulanan.
- Akan terjadi
ketidakjelasan dalam pendelegasian wewenang di masing-masing media cetak
2. Penerbit bisa
melakukan sindikasi pemasangan iklan diantara masing-masing media cetak.
Misalkan ; Pemasang iklan di media cetak harian maka mereka akan mendapatkan
pemasangan iklan di Media Cetak Mingguan maupun Bulanan. (Lihat gambar)
§ Media
cetak harian memiliki tarif iklan lebih mahal dibandingkan dengan media cetak
mingguan maupun bulanan. Sebab itu ini bisa dijadikan sebagai sebuah sinergi
yang mana tentunya menguntungkan pemasang iklan di media cetak
harian sebab mereka akan mendapatkan bonus pemasangan iklan di media cetak
mingguan maupun bulanan, seperti pada gambar di atas
§ Bagi
pemasang iklan di media cetak mingguan pun demikian, mereka bisa mendapatkan
bonus pemuatan iklan di media cetak bulanan. (ini dikarenakan tarif iklannya di
media cetak mingguan lebih mahal dibanding media cetak bulanan.
§ Sebaliknya
pemasang iklan di media cetak bulanan – mereka tidak akan mendapatkan bonus
pemasangan di media mingguan maupun harian, dikarenakan tarif iklan di media
bulanan jauh lebih murah.
Semua bentuk sindikasi ini, hanya sebuah analisis yang bisa
digunakan oleh penerbit yang memang telah memiliki banyak media, dengan catatan
Penerbit harus berhitung kembali dengan teliti komposisi beban biaya dari
masing-masing media cetak tersebut. Pada kenyataannya sudah ada beberapa
penerbit yang menerapkan demikian.
Risiko
dari adanya bonus bagi pemasang iklan seperti diatas adalah;
-
Akan adanya kanibalisasi – maksudnya salah satu media cetak yang
termurah hanya dijadikan sebagai pancingan
-
Tidak semua pemasang iklan mau mengambil system bonus tersebut, sebab
mereka harus mengetahui apakah segmen target pasar dari media cetak yang
dijadikan sebagai bonus adalah berbeda dengan media utama yang dipilihnya. Jika
memang segmen target pemasangnya sama maka hal ini sangatlah sia-sia.
-
Tidak akan menghadirkan kreatifitas bagi para tenaga penjual iklan (para
Account Executive) untuk menghasilkan terobosan – yang bukan semata-mata
memberikan bonus pada pemasang iklan.
No comments:
Post a Comment